Konten dari Pengguna

F1: Nigel Mansell: Tua-Tua Keladi

25 Februari 2020 20:02 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Info Sport tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Nigel Mansell, kedua dari kiri. (Foto: Formula 1)
zoom-in-whitePerbesar
Nigel Mansell, kedua dari kiri. (Foto: Formula 1)
Mungkin, penonton Formula 1 yang lebih kontemporer tidak terlalu mengenal Nigel Mansell.
ADVERTISEMENT
Namun ia sebagaimana Ayrton Senna, Alain Prost, dan Damon Hill, merupakan legenda yang patut dikenang di ranah balapan "Jet Darat" pada awal dekade 1990-an.
Ada satu alasan mengapa bapak-bapak berkumis lebat ini bisa menjadi legenda di trek aspal.
Ia berhasil menjuarai Formula 1 di usia yang tidak muda, 39 tahun, dan melengkapinya dengan gelar juara IndyCar di usia 40.
Tua-tua keladi.
Makin tua, makin menjadi.
Mansell lahir di Upton-upon -Severn, Worcestershire, Inggris, pada tanggal 8 Agustus 1953.
Perjuangannya hingga mencapai F1 dimulai ketika ia pertama kali menonton balapan dari Jim Clark pada tahun 1962. Hal itu sebenarnya sempat ditentang orang tuanya hingga ia baru dapat melakukan debutnya di Formula 3 pada tahun 1978. Debut yang dapat dikatakan "terlambat" tersebut terjadi akibat pekerjaannya sebagai insinyur penerbangan hingga tahun 1977, ketika ia mengikuti Formula Ford dan mengalami cedera parah sehingga ia terancam mengalami kelumpuhan dan harus dirawat di rumah sakit. Tekad luar biasanya akhirnya dapat mengalahkan rasa sakitnya dan enam bulan setelah dirawat ia kembali ikut balapan, meskipun pada 1979 ia kembali mengalami tabrakan parah yang mematahkan tulang belakangnya dan kembali membuat dirinya dioperasi. Hal tersebut membuatnya harus menggunakan obat penahan rasa sakit untuk mengikuti tes di tim Lotus.
ADVERTISEMENT
Debutnya di F1 pada tahun 1980 dimulai di tim Lotus asuhan Colin Chapman, dan ia sangat terpukul ketika Chapman meninggal pada tahun 1982. Ia bertahan hingga musim 1984 di tim yang identik dengan warna emas dan hitam tersebut.
Barulah pada 1985, ia menemukan sentuhan emasnya dengan bergabung di tim Williams -Honda. Kemenangan pertamanya setelah 71 balapan ia raih dengan susah-payah, di mana ia berhasil memenangi GP Eropa di sirkuit Brands Hatch. Rivalitasnya dengan rekan setim Nelson Piquet terlihat di tim ini sehingga membuatnya tampak menjadi "musuh bersama " di ajang F1.
Gaya membalapnya yang tak kenal menyerah membuatnya ditarik oleh tim Kuda Jingkrak, Ferrari, pada musim 1989, di mana ia menjadi favorit para tifosi , meskipun pada 1991 ia ditarik kembali ke tim Williams. Pada musim itu ia finis kedua dibawah Ayrton Senna.
ADVERTISEMENT
Musim 1992 menjadi pembuktian di mana kemampuannya di tim Williams terbukti sahih, meskipun ia sudah menginjak usia yang tidak muda lagi, 39 tahun. Ia memenangi 9 balapan dari 16 balapan yang dipertandingkan.
Pebalap yang identik dengan nomor 5 berwarna merah ini berhasil mengunci gelar juaranya dengan finis kedua di GP Hungaria.
Musim 1993 ia memutuskan untuk pindah ke ajang IndyCar di Amerika Serikat, menggantikan Michael Andretti yang menyebrang ke F1. Ia berhasil menjadi juara disana, tidak tanggung-tanggung ketika ia masih resmi menjadi juara bertahan F1, meskipun harus beradaptasi dengan trek oval a la NASCAR.
Ia mengakhiri karir balapnya dengan dua musim yang tidak produktif di Williams dan McLaren-Mercedes.
ADVERTISEMENT
Ia meninggalkan banyak warisan baik bagi para pebalap setelahnya dan khalayak pecinta F1 pada umumnya.
Pendekatan win-or-bust miliknya terbukti besar, dengan 31 kemenangan berbanding 32 crash yang menjadi rekor miliknya.
Ia juga menjadi legenda video game , di mana tercatat ada dua buah video game balapan (satu game Formula 1, satu game IndyCar) yang tercatat menggunakan nama pria kelahiran Worcestershire ini.
Sekarang ia menikmati masa tuanya dengan bahagia, tampak dari salah satu foto yang ia unggah ke akun Instagram pribadinya.
Semoga kita dapat melihat pebalap dengan gaya sepertinya.