Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
UFC 249: Sejumlah Alasan Mengapa Justin Gaethje Sukses Tekuk Tony Ferguson
11 Mei 2020 18:48 WIB
Tulisan dari Info Sport tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Khabib Nurmagomedov jelas jadi cibiran karena dia tak main. Namun, tanpa sang "Elang" pun, ajang ini --terutama tiga pertarungan pemungkas-- tetap berlangsung apik.
Kacaunya, UFC 249 benar-benar baru dimulai lewat 'rontoknya' Jairzinho Rozenstruik di tangan Francois Ngannou. Rozenstruik, yang belum pernah kalah, sedihnya hanya bertahan selama 20 detik di oktagon, bak pertandingan Mike Tyson di awal kariernya.
Henry Cejudo lawan Dominick Cruz, salah satu event utama, ternyata tidak setegang laga antar raksasa di atas. Cruz, yang tak benar-benar bisa menguasai pertandingan tetapi terus melancarkan serangan, harus pasrah menerima kekalahan setelah wasit menghentikan pertarungan.
Untung saja, takkan ada laga ulang setelah pascalaga Cejudo mengumumkan bahwa ia pensiun dari dunia beladiri campuran.
ADVERTISEMENT
Laga pemungkas antara Tony Ferguson dan Justin Gaethje tentu saja jadi laga yang paling seru. Ferguson jelas sudah jadi petarung yang mentereng di UFC. Namun, Gaethje punya pengalaman lebih di ajang beladiri campuran, ditambah ia lebih muda.
Kedua petarung punya tinggi yang sama persis, 180 cm. Masalahnya, usia mereka lumayan berbeda jauh. Usia Gaethje baru 31 tahun, sementara Ferguson sudah berusia 36, dan ini tentu jadi masalah besar mengingat gaya bertarungnya yang cenderung impulsif.
Ditambah lagi, menurut MMA Mania, petarung keturunan Meksiko tersebut sempat dua kali menurunkan berat badannya dalam waktu tiga pekan. Hal ini jadi faktor utama kenapa ia tak bisa dominan seperti biasanya.
Ronde pertama, Ferguson coba menjaga jarak dengan jangkauan tangannya yang mencapai 194 cm. Masalahnya, Gaethje dengan jangkauan yang 'hanya' 179 cm terus melancarkan pukulan bersih. Mata dari 'El Cucuy' sempat kena colok, tapi untung saja tidak apa-apa.
ADVERTISEMENT
Ronde kedua jadi pembuktian bahwa Ferguson masih saja mencoba "main api". Dagu tembok milik Ferguson rupanya masih dapat meredam pukulan Gaethje yang tidak telak-telak amat. Malahan, mata kanan Ferguson yang terus jadi sasaran pukulan kiri Gaethje-lah yang jadi hal aneh.
Di sini, sudah tampak bahwa ketidakmampuan Ferguson melancarkan serangan signifikan ke kepala Gaethje jadi salah satu biang kerok kekalahannya. Bayangkan saja, dari total 212 serangan ke kepala Gaethje, hanya ada 64 yang kena.
Ronde ketiga, Ferguson masih saja tahan dipukul. Namun, apa yang "dikhawatirkan" terjadi malah makin buruk karena terbukti bahwa Ferguson benar-benar tak siap bertarung sambil berdiri.
Ronde keempat memperlihatkan bahwa Ferguson punya ketahanan yang luar biasa, tetapi kakinya yang acap kali kena serangan bawah membuatnya harus tersungkur di ronde kelima.
ADVERTISEMENT
Alasan mengapa Ferguson dihajar habis-habisan tidak seperti biasanya adalah pukulannya banyak yang melenceng. Sebagai buktinya, UFC Stats mencatat hanya 136 pukulan Ferguson yang mendarat dari 296 yang dilepaskan.
Gaethje sendiri dapat dibilang sangat konsisten. Sebanyak 143 dari 197 pukulannya mengenai Ferguson,sehingga dapat dibilang hampir tiga perempat serangan 'The Highlight' mengenai sang lawan.
Tak salah jika ini merupakan "kejutan" yang sebenarnya tidak mengejutkan para pengamat. Apalagi jika dibandingkan amukan dari Ngannou ataupun TKO dari Cejudo.
Tentu saja, tak seru jika tak ada keributan di media sosial para petarung UFC. Khabib pun langsung berkomentar di twitter pribadinya, dengan satu kata yang singkat.
Untung saja pertarungan ini terjadi bulan Ramadan. Kalau tidak, wah siapa yang tahu isi hati manusia?
ADVERTISEMENT
Kekalahan pertama Ferguson setelah hampir sewindu jelas membuat orang geleng-geleng kepala. Namun, seperti seluruh olahraga bela diri, siapa yang tahu hasil akhirnya?