Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Berada di Tengah Dompu, Wilayah Bima ini Pemberian Belanda
4 November 2019 12:30 WIB

ADVERTISEMENT
Info Dompu - Jika ke wilayah Kecamatan Kilo Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) anda akan melewati sebuah desa yang justru masuk wilayah Kabupaten Bima yaitu Desa Taloko, Kecamatan Sanggar. Desa ini tepat berada di tengah Kecamatan Manggelewa di bagian selatan dan Kecamatan Kilo di wilayah timur laut
ADVERTISEMENT
Sekilas keberadaan desa kecil Taloko ini terasa aneh karena diapit oleh dua wilayah Kecamatan di Kabupaten Dompu. Desa ini berjarak hanya sekitar 10 kilometer dari arah utara Cabang Banggo, pusat pemerintahan, pendidikan dan perdagangan Kecamatan Manggelewa. Dan hanya sekitar 3 kilometer di arah arah utara Desa Taloko berbatasan langsung dengan Desa Mbuju, Kecamatan Kilo.
Meski secara fisik berada di tengah wilayah Kabupaten Dompu, tapi desa Taloko ini secara administratif menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Bima yang pusat pemerintahannya berjarak cukup jauh, yaitu hampir 80 kilometer di sebelah timur. Lurus ke utara dari desa ini menuju wilayah Kabupaten Bima lainnya yang berada di Kecamatan Sanggar. Kecamatan ini membawahi 6 desa.
ADVERTISEMENT
Jika berangkat ke wilayah Kabupaten Bima tersebut maka harus melewati wilayah Kabupaten Dompu. Baik melalui jalur utama jalan nasional di sebelah selatan maupun jalur utara melalui Kecamatan Kilo. Dari Kilo biasanya akan tembus hingga di wilayah Sampungu Desa Sai Kecamatan Donggo Kabupaten Bima.
Selain Sanggar, Kecamatan Tambora adalah juga adalah kecamatan lain yang berada di wilayah daratan Kabupaten Dompu.
Pemerhati sejarah dan budaya Dompu Nurhaedah (53) menjelaskan, Kecamatan Sanggar yang berada di tengah wilayah Kabupaten Dompu merupakan hasil kompensasi dari penjajah Belanda kepada Kerajaan Bima pada 1920.
Saat itu, kata dia, untuk mencegah agar penyebaran Islam tidak sampai ke wilayah Manggarai maka Kerajaan Bima dan Kolonial Belanda membuat perjanjian untuk memberikan kompensasi wilayah Sanggar.
ADVERTISEMENT
Semula Belanda hendak memberikan Sanggar dan Dompu tapi kemudian ditentang keras oleh Sultan Dompu, Sultan Sirajuddin atau Manuru Kupang. Dia menolak penggabungan wilayah tersebut karena Bima dan Dompu sejak dulu dianggap sudah berbeda, sehingga hanya Sanggar yang diberikan ke Bima.
Penentangan itu pula sehingga menyebabkan Sultan Sirajuddin yang sudah tua dibuang ke Kupang beserta keluarganya. Pembuangan itu, dicurigai Nurhaedah sebagai bagian dari upaya Belanda untuk mempermulus rencana pemberian kompensasi Kerajaan Sanggar tersebut.
“Entah pemberian Sanggar itu atas desakan Kerajaan Bima atau kolonial Belanda yang menjanjikan, yang pasti asalkan Bima tidak memperluas wilayah kekuasaannya ke Manggarai maka diberikanlah kompensasi Sanggar, ujarnya ketika ditemui di rumahnya, Jum’at (1/11).
Karena itu “Jika ada yang bilang Sanggar itu dicaplok Kerajaan Bima itu hoaks hehehe,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Diakuinya, ada versi lain bahwa pembuangan Sultan itu karena dianggap menyelewengkan pajak. Tetapi, Nurhaedah mempertanyakan jika pun Sultan dianggap bersalah maka tidak seluruh anggota keluarganya ikut diasingkan.
Alasan penyelewengan pajak, kata Nurhaedah, bisa saja dibuat-buat karena sikap Sultan Dompu yang selalu menentang Belanda. Sultan dianggap menyelewengkan pajak karena tidak mau menyerahkan pajak tersebut kepada Belanda.
Saat itu, kata Nurhaedah, pemerintah kolonial beralasan tidak ada pemimpin yang cakap yang memimpin Sanggar sehingga harus digabung dengan Bima. “Alasan tidak ada pemimpin Kerajaan Sanggar itu sekadar alasan Kolonial Belanda. Padahal sebenarnya itu untuk kompensasi,” ujarnya.
Karena Bima maupun Dompu sama-sama berada dalam penguasaan penjajah Belanda maka pihak penjajah dapat membuat alasan apapun untuk membagi wilayah kekuasaannya. Sayangnya, meski sudah mendapatkan Sanggar tapi Kerajaan Bima tidak puas. Sanggar dianggap terlalu kecil dibandingkan Manggarai sehingga meminta kompensasi Sanggar dan Dompu.
ADVERTISEMENT
-
Ilyas Yasin