Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Cerita Kegiatan Kembali ke Maternapala di Kawasan Lereng Gunung Tambora, NTB
5 Agustus 2022 14:57 WIB
·
waktu baca 10 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Info Dompu - "Kami memilih Dompu sebagai lokasi utama kegiatan karena melihat kondisi alamnya yang rusak akibat pembukaan lahan pertanian yang masif," ujar Sultan Jhordan Anugerah (21) memulai ceritanya, Kamis (4/8).
Ia berhasil membawa anggota pecinta alam fakultasnya, Maternapala (Mahasiswa Peternakan Pecinta Alam Unram) untuk berkegiatan di tanah kelahirannya di Dompu, NTB.
Jhordan, sapaan akrabnya adalah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Mataram (Unram) angakatan 2019 yang tengah menjabat sebagai ketua Maternapala periode 2022-2023. Ia bersama kawan-kawannya menginisiasi rangkaian kegiatan yang bertajuk "Kembali ke Maternapala" yang merupakan akronim dari "Kemah Bakti Lingkungan dan Kemanusiaan Mahasiswa Peternakan Pecinta Alam". Kegiatannya telah berlangsung pada 27 Juli - 1 Agustus 2022.
Kegiatan tersebut merupakan salah satu program kerja selama masa kepengurusannya. Ia mengaku, ini pertama kalinya Maternapala melakukan kegiatan di luar Pulau Lombok.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin ada perubahan di kepengurusan yang sekarang, ya Maternapala harus road show-lah untuk berkegiatan di luar Lombok sesekali," ujarnya antusias.
Rangkaian kegiatan Kembali ke Maternapala tersebut antara lain transplantasi terumbu karang, penghijauan atau penanaman bibit pohon, dan bakti sosial. Seluruh kegiatan tersebut telah dilaksanakan di kawasan atau wilayah lereng Gunung Tambora yaitu di Desa Calabai, Desa Kadindi, wilayah Kabupaten Dompu, dan Desa Oi Bura di wilayah Kabupaten Bima.
Ditanya mengenai persiapan kegiatan, Jhordan pun menceritakan banyak lika-liku dalam proses penyebaran proposal yang mereka mulai sejak bulan April 2022.
"Biaya kegiatan yang kami butuhkan cukup besar pada saat itu. Ada banyak pihak dan instansi yang coba kami kontak dan ajak untuk kerjasama mendukung kegiatan ini. Tapi hanya beberapa yang bisa membantu. Ada yang hanya menjanjikan, tapi saat di-follow-up tidak ada tanggapan lagi. Kami pun baru bisa dapat dana di H-3 sebelum kegiatan, termasuk dana dari kampus," jelasnya.
Ia mengungkapkan, di awal kegiatan sebenarnya mereka telah merencanakan untuk memberangkatkan 20 orang anggota menggunakan bis dari Mataram menuju Dompu. Tetapi karena terkendala biaya, akhirnya mereka harus mengatur ulang rencana.
ADVERTISEMENT
"Demi terlaksananya kegiatan, anggota Maternapala yang sangat antusias tetap ingin berangkat sesuai rencana meski harus menggunakan motor pribadi," jelasnya.
Perjalanan menggunakan motor pun akhirnya yang dipilih. Katanya, anggota Maternapala pun berangkat per kloter. Kloter pertama yang berangkat yaitu 4 motor yang boncengan, sehingga ada 8 orang sampai duluan di Kecamatan Pekat (24-25/07).
Kloter selanjutnya ada 3 motor untuk 6 orang, dan kloter terakhir ada 2 motor untuk 4 orang yang tiba pada saat kegiatan bakti sosial. Hingga sebelum kegiatan berlangsung total anggota yang berangkat ada sekitar 16 orang termasuk dirinya.
Ia sendiri sebenarnya terlebih dahulu berada di Dompu. Sekitar 2 minggu sebelum kegiatan ia sudah pulang karena harus lanjut menyebarkan proposal untuk instansi pemerintah di Kabupaten Dompu. Juga untuk berkoordinasi dengan penduduk dan pemuda desa setempat, termasuk untuk mempersiapkan berbagai kebutuhan kegiatan terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
"Berharapnya pemerintah daerah (Dompu) juga turut serta dalam kegiatan kami. Ya bukan saja bantuan dana, tetapi mungkin bisa dibantu untuk kebutuhan kegiatan. Tetapi kenyataannya hanya dioper-oper. Misalnya di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dompu, tadinya mereka mau membantu meminjamkan alat diving (untuk transplantasi terumbu karang) karena tidak bisa memberi dana. Saat di-follow-up mereka malah bingung dan saling oper tanggung jawab," urainya heran.
Belum lagi, katanya, ada juga dari pihak Taman Nasional (TN) Gunung Tambora yang tadinya mau membantu dengan meminjamkan mobil operasional untuk mobilisasi selama kegiatan. Pihak TN pun menjanjikan untuk mencetakan spanduk kegiatan. Namun kenyataanya hanya harapan kosong belaka.
"Saat dihubungi kembali untuk mobil operasional tidak ada respon. Sedangkan untuk pencetakan spanduk tidak jadi karena file yang kami kirim katanya pecah dan tidak bisa dicetak. Padahal itu via dokumen WhatsApp loh, itu pun kenapa tidak duluan mengabarkan supaya dikirim segera file lainnya," timpalnya.
Ia merasa kecewa, anggotanya juga sempat menawarkan kepada TN Tambora, bagaimana jika spanduknya dicetak oleh anggota Maternapala yang akan menyusul dari Mataram.
ADVERTISEMENT
"Kata mereka, asalkan ada nota maka bisa diganti oleh pihak TN. Tetapi sampai hari ini tidak ada tindak lanjut," jelasnya lagi.
Meski banyak tantangan teknis sebelum kegiatan, ia mengaku sangat puas dengan hasil kegiatannya. Kegiatan mereka terbilang sukses besar karena bantuan berbagai pihak khususnya pemuda dan masyarakat desa setempat. Ia pun menceritakan lebih rinci terkait kegiatan yang mereka lakukan selama di tanah Tambora tersebut. Pertama, kegiatan transplantasi (pencangkokan) terumbu karang yang dilaksanakan pada 27-28 Juli 2022.
"Mengapa kegiatan transplantasi terumbu karang itu sangat penting untuk kami lakukan? Karena mengingat rusaknya terumbu karang sebagai tempat hidup ikan di laut Calabai. Padahal ada 50 hektar kan kawasan konservasi terumbu karang di sana. Itu pun rusaknya karena kegiatan racun ikan yang masif oleh penduduk setempat," terangnya.
ADVERTISEMENT
Sebelum kegiatan ini, di lokasi yang sama yaitu di Pantai Wadu Mbai, sebenarnya, pernah dilakukan kegiatan transplantasi. Katanya, beberapa kali kegiatan penanaman terumbu karang pernah dilakukan oleh Komunitas Pecinta Penyu dan Karang (Komppak) Desa Calabai. Tetapi tidak teralu membuahkan hasil, karena besi yang digunakan untuk menanam karang biasa diambil oleh masyarakat untuk dijadikan pemberat pancing atau jaring.
Komppak pun turut aktif membantu selama kegiatan Maternapala, juga ada beberapa relawan penyelam yang datang dari berbagai daerah.
"Penyelam 1 orang dari Komppak, 1 penyelam anggota Maternapala, 4 relawan penyelam yaitu 1 orang Jerman, 1 dari Bali, dan 2 dari Bima. Sehingga ada 6 orang penyelam yang akan mengambil dan menanam karang," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Jhordan mengungkapkan, lokasi penanaman karang yang mereka lakukan yaitu langsung di dasar laut. Itulah alasannya mengapa mereka mebutuhkan alat diving.
Para penyelam terlebih dahulu melakukan kegiatan pengumpulan bibit terumbu karang (27/07), lalu keesokan harinya mereka melakukan transplantasi (28/07).
"Tanggal 27 Juli 2022 itu pengambilan bibit terumbu karang di lokasi yang sebelumnya dilakukan transplantasi oleh Komppak. Itu karang yang diambil karena patah akibat terjangan ombak yang cukup besar," jelasnya.
Ada pun salah satu kriteria bibit karang yang diambil yaitu yang berbentuk tanduk. Ia menambahkan, penyelam juga diantar menggunakan speedboat menuju tempat pengambilan bibit maupun tempat penanaman di tengah laut.
Selanjutnya pada tanggal 29-30 Juli 2022, kegiatan kemah bakti dan penghijauan di Desa Kadindi Timur, Kabupaten Dompu. Sebelum memulai kegiatan tanggal 29 itu, kata Jhordan, seluruh peserta dan panitia melakukan clean up area kegiatan, juga persiapan tenda, termasuk penggalian lubang untuk penanaman pohon hingga menjelang sore.
ADVERTISEMENT
"Lalu malamnya ada sesi diskusi bersama masyarakat dan anggota pecinta alam Bima-Dompu yang kami undang. Nah, salah satu hasil diskusinya adalah terkait konservasi alam di Desa Kadindi. Dimana harapan kami semua, ke depannya doro (gunung) Kadindi bisa dijadikan hutan adat dan kawasan konservasi" ucapnya.
Ia membeberkan, sebenarnya keberadaan hutan adat dan kawasan hutan konservasi sudah menjadi keinginan masyarakat setempat sejak dulu. Namun, belum ada tanggapan atau tindak lanjut dari pemerintah daerah Dompu maupun Provinsi NTB.
"Jadi masyarakat berharap, dengan kehadiran mahasiswa di sana agar bisa menyampaikan keinginan mereka kepada pemerintah provinsi atau pihak-pihak terkait lainnya, lebih khusus kepada Gubernur NTB," terangnya.
Pertimbangan dan keinginan yang besar tersebut sangat berdasar, mengingat di Doro Kadindi sebagai lokasi utama mata air yang dimanfaatkan oleh 7 desa sebagai sumber kehidupan. Namun, saat ini kondisi hutan Kadindi sudah mulai meresahkan karena sebagian dibuka sebagai lahan pertanian.
ADVERTISEMENT
Jhordan kembali melanjutkan ceritanya, di tanggal 30 Juli pagi mereka kembali berkumpul untuk bersiap-siap melakukan penanaman bibit pohon. Strategi penanaman yaitu sebagian di dalam hutan dan sebagian di luar hutan.
"Bibit pohon yang kami tanam yaitu pohon Kemiri dan Mahoni. Ada sekitar 100 bibit yang kami peroleh dari PKK Desa Calabai," jelasnya.
Sebenarnya untuk urusan bibit pohon, ia mengatakan sempat memasukan surat ke KPH tetapi sangat lama direspon. Sehingga alternatifnya mereka meminta bibit pohon dari PKK Desa Calabai. Ia pun menjelaskan mengapa penting untuk diadakan kegiatan penghijauan ini.
"Kami ingin membantu untuk menyadarkan pemuda, siswa/siswi, dan masyarakat di sana tentang pentingnya menjaga alam, terutama menjaga hutan," ujarnya.
Selanjutnya, Jhordan kembali antusias menjelaskan, kegiatan terakhir mereka yaitu bakti sosial pada 31 Juli 2022 - 1 Agustus 2022 yang berlokasi di Desa Oi bura Kabupaten Bima. Sebagai langkah awal kegiatan tersebut, para anggota Maternapala melakukan pengenalan diri dan berbaur dengan masyarakat untuk melihat keadaan dan lingkungan sekitar.
"Kami merasa terpanggil untuk lebih mengenal penduduk di sana. Jika diperhatikan mereka hidup dengan pendapatan di bawah standar atau ekonominya kurang. Mereka hanya petani atau peternak biasa," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kondisi kehidupan yang serba terbatas itulah yang menyebabkan anak-anak di sana tidak mampu berpendidikan dengan layak. Ia mengatakan, anak-anak itu tidak memiliki peralatan sekolah yang lengkap. Belum lagi jarak sekolah dengan rumah mereka yang sangat jauh.
"Padahal ada banyak anak-anak SD. Mereka harus menuju ke sekolah menempuh jarak hingga 1 jam perjalanan itu dari Dusun Sumber Urip ke SDN Tambora," ujarnya iba.
SDN Tambora adalah salah satu potret lusuhnya pendidikan di pelosok Indonesia, jelas Jhordan. Padahal itu satu-satunya sekolah dasar yang berada di kawasan dekat dengan lereng Gunung Tambora. Menurutnya, kondisi bangunannya hampir rubuh dan sangat tidak layak untuk dijadikan tempat belajar.
"Kami sangat-sangat prihatin melihat kondisi bangunan dan fasilitas sekolah. Gerbang sekolah yang terlihat sudah koyak itu mungkin sejak awal sekolah itu dibangun tahun 2010," paparnya getir.
Bangunan sekolah hanya dikelilingi pagar bambu yang dibuat oleh masyarakat setempat. Tidak ada lemari, meja bangku rusak dan tidak cukup untuk jumlah siswa, pintu rusak, jendela pecah, bahkan temboknya berlumut. Jhordan mengatakan, seandainya tidak kekurangan biaya, mereka sejak awal berencana membagikan seragam, sepatu, dan alat tulis untuk anak-anak di sana.
ADVERTISEMENT
"Sejak awal kami juga sudah open donasi. Mungkin ada orang-orang yang mau menitipkan seragam dan alat sekolah untuk mereka. Tetapi dana kami juga tidak cukup. Kami hanya mampu membelikan buku dan alat tulis saja," renungnya.
Ia menjelaskan, saat ini jumlah siswa di SDN Tambora ada 27 anak laki-laki dan 26 anak perempuan. Semuanya anak dibagikan paket buku dan alat tulis yang sudah disiapkan oleh anggota Maternapala. Pada saat pembagian paket tersebut juga didampingi oleh tiga orang guru yang mengajar di sana. Sedangkan kepala sekolahnya tidak bisa hadir.
ADVERTISEMENT
"Semua anak kami bagikan paket yang sudah disiapkan. Kemudian sisa buku-buku tersebut kami serahkan kepada guru-gurunya. Kami juga hanya mampu memberikan 1 pasang sepatu untuk gurunya yang laki-laki," tambanya.
Tak lupa Jhordan dan kawan-kawan mengucapkan maaf karena bantuannya tidak sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan para guru, menurutnya sudah sangat berterima kasih dengan kehadiran mereka.
ADVERTISEMENT
"Kami sangat bersyukur apapun bantuannya kami sangat berterima kasih. Anak-anak sangat bahagia menerima kehadiran mahasiswa. Berarti masih ada orang-orang di luar sana yang peduli pada pendidikan anak-anak di sini," ia menirukan ucapan para guru.
Menurutnya, kehadiran mereka memang sangat berarti karena meninggalkan pengalaman seru bersama anak-anak di sana. Pengalaman yang menyentuh hati itu pun akan mereka bawa pulang saat kegiatan selesai. Jhordan mengungkapkan, mereka seru-seruan bermain game bersama, upacara, dan yang paling menyenangkan saat pembagian paket donasi.
"Selain perlengkapan alat tulis, kami juga membagikan snack. Pokoknya ada sekitar 54 paket dibagikan ke siswa, sisa paketnya diserahkan kepada guru," ungkapnya puas.
Diakhir cerita, ia pun menyampaikan pesan agar Pemda setempat yaitu Pemerintah Kabupaten Bima agar mau berkunjung untuk melihat kondisi bangunan dan fasilitas sekolah SDN Tambora yang sangat memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
"Anak-anak jelas akan lebih semangat untuk belajar jika fasilitasnya baik. Siapa tahu ada calon dokter, tentara, polisi, dan orang-orang sukses yang dapat membangun daerah berasal dari SDN Tambora," katanya optimis.
Ia juga sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang membantu, terutama para sponsor dan relawan yang berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan Kembali ke Maternapala. Secara khusus ia menyampaikan terima kasih untuk anggota Komppak "Komunitas Pecinta Penyu dan Karang", anggota Komunitas Pecinta Alam Gamping (naungan Desa Calabai), anggota Komunitas Pendaki Indonesia Bima-Dompu, dan seluruh masyarakat Lereng Tambora yang sudah menerima kehadiran mereka, serta mendukung kegiatan Maternapala hingga sukses.
"Dari ketiga kegiatan inti kami tersebut, semuanya seru! Hampir tidak ada kendala yang bearti selama kegiatan berlangsung," ucapnya semangat.
ADVERTISEMENT
-
Penulis: Intan Putriani
Founder Info Dompu