Ketua LPA Desak Joki Cilik di Dompu dan Bima Ditiadakan

Konten Media Partner
17 Oktober 2019 8:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joki anak di arena pacuan kuda di Dompu. Foto: Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Joki anak di arena pacuan kuda di Dompu. Foto: Info Dompu
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Peristiwa naas yang menewaskan joki cilik Muhammad Sabilah (9) di arena pacuan kuda Sambinae, Kota Bima, Senin (14/10), menimbulkan keprihatinan mendalam bagi banyak pihak. Bocah warga Desa Roka Kecamatan Palibelo Kabupaten Bima itu adalah siswa yang masih duduk di bangku kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Desa Roka. Ia tewas setelah terjatuh dari kuda yang ditungganginya saat berlangsung perlombaan olahraga tradisional bagi masyarakat Dompu dan Bima di Nusa Tenggara Barat (NTB).
ADVERTISEMENT
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Dompu, Siti Aisyah Ekawati mengecam peristiwa tersebut dan mendesak semua pihak untuk menghentikan penggunaan joki anak-anak atau joki cilik dalam perlombaan tersebut. Dia menilai joki cilik adalah bentuk eksploitasi anak.
Pelepasan kuda yang ditunggangi joki anak di arena pacuan di Dompu. Foto: Info Dompu
“Rata-rata yang jadi joki cilik itu anak-anak dari keluarga ekonomi tidak mampu. Upahnya juga di bawah rata-rata tapi orang tua mereka ikhlas saja menerimanya,” ujarnya melalui sambungan telepon selular, Rabu (16/10).
Meski pacuan kuda sudah menjadi budaya dan anak-anak yang menjadi joki bukan yang anak-anak sembarangan, kata dia, tapi bukan berarti nyawa anak harus dikorbankan. Begitu pula dengan ide untuk pembuatan baju pengaman buat para joki cilik itu.
Penonton di arena pacuan kuda, biasanya perjudian terlihat di tempat ini. Foto: Info Dompu
“Tapi buat kami itu tetap membahayakan anak-anak bahkan sekolahnya tidak berjalan baik,” ujar perempuan yang akrab disapa Eka ini prihatin. Dia juga meragukan ide untuk pembuatan perpustakaan di arena pacuan kuda dengan harapan anak-anak itu dapat tetap belajar.
ADVERTISEMENT
Eka menilai joki anak adalah suatu bentuk kekerasan yang terkurung manis dalam “budaya”. Menurutnya joki anak menimbulkan beberapa efek negatif karena arena perlombaan juga menjadi tempat judi dan hal itu dinilai tidak baik bagi tumbuh kembang anak.
“Orang dewasa berteriak gembira saat lomba tapi mereka lupa bahwa anak-anak itu sedang mempertaruhkan nyawanya. Mereka khawatir terjatuh dan sebagainya,” tandas Eka mengingatkan.
Selain joki anak, anak-anak lain juga menjadi penonton pacuan kuda tanpa didampingi orang dewasa. Foto: Info Dompu
Joki anak termasuk bentuk eksploitasi terhadap anak karena mereka harus mencari upah untuk keluarganya. Apalagi, katanya, dalam satu hari seorang joki anak menunggangi lebih dari satu kuda. Joki anak juga melanggar hak tumbuh kembang, bermain dan menempuh pendidikan anak.
“Meski upahnya menggiurkan tapi itu tetap tidak dibenarkan karena membiarkan anak dipekerjakan. Dalam hal ini baik orang tua maupun pemerintah telah melakukan pelanggaran,” ujar Eka yang juga Direktris Yayasan Bina Cempe, Dompu.
ADVERTISEMENT
Jika pun hobi, kata dia, tapi tidak boleh membahayakan nyawa anak. “Jika berkuda itu hobi maka siapkan wahana permainan dan kuda khusus buat anak-anak tapi bukan dilombakan. Lebih baik anak-anak itu berpacu dengan kreativitas dan belajarnya,” sarannya.
Joki anak di arena pacuan kuda di Dompu. Foto: Info Dompu
Diakuinya upaya untuk menyetop joki anak ini tergolong sulit karena pemilik kuda rata-rata pejabat dan elit sehingga jika ditiadakan maka mereka kesulitan untuk menyalurkan hobi berkuda. Sejak 2005, kata Eka, pihaknya bersama Plan Internasional, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional yang pernah berada di wilayah kerja Dompu dan Bima, sudah melakukan advokasi untuk menyetop penggunaan joki anak ini tapi gagal karena banyak pihak yang berkepentingan dengan olahraga ini.
Meski begitu, katanya, dalam waktu dekat pihaknya dan sesama lembaga pemerhati hati anak akan segera berkoordinasi dengan pihak terkait, terutama pemerintah daerah untuk membahas persoalan joki anak. Ia berharap musibah yang menimpa Sabilah adalah kasus terakhir dan tidak terjadi lagi, termasuk di Dompu.
ADVERTISEMENT
“Apalagi Dompu sebagai kabupaten ramah anak, kami berharap Pemda serius dengan masalah ini,” tukasnya.
Joki anak di Dompu. Foto: Info Dompu
Eka menjelaskan, pihaknya akan mendesak agar joki anak ditiadakan dan menghasilkan Perda untuk menghentikan penggunaan joki anak ini. Ke depan, kata dia, pihaknya juga berharap bisa memfasilitasi dan berkumpul dengan anak-anak itu untuk mendengarkan keinginan mereka terkait dengan pendidikan, masa depan dan keluarga mereka.
“Anak-anak itu masih panjang perjalanan hidupnya. Biarkan mereka bebas bermain tanpa dibebani apalagi membiarkannya dalam bahaya,” ujarnya sembari berharap agar orangtua tidak lagi menjadikan anak-anak mereka sebagai joki di masa mendatang.
-
Ilyas Yasin