Kotoran Ternak, Rusak Pemandangan Hingga Hambat Deklarasi STBM

Konten Media Partner
23 Maret 2019 7:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ternak warga yang diikat di lapangan Desa Jambu. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Ternak warga yang diikat di lapangan Desa Jambu. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
ADVERTISEMENT
Kotoran sapi dan kambing adalah dua jenis kotoran ternak yang begitu akrab di Desa Jambu, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu. Terutama di jalan utama desa yang mengarah ke barat, kedua kotoran ini menghiasai di sisi kiri dan kanan jalan, sehingga menimbulkan aroma tak sedap.
ADVERTISEMENT
Pada musim hujan seperti sekarang kotoran sapi seolah tak pernah henti menghiasi pinggir jalan utama desa, khususnya di Dusun Jambu, dusun paling barat dari desa di pinggir pantai ini. Pemandangan tersebut seolah kontras dengan bangunan kantor Desa Jambu yang terlihat bersih dan megah di sebelah selatan jalan yang membelah desa ini.
Kotoran ternak tersebut selalu terlihat tiap hari baik yang kering maupun yang baru. Sedangkan di samping kiri kanan jalan juga terdapat kios dan warung warga yang menjual aneka kebutuhan warga, termasuk barang untuk dikonsumsi seperti ikan, sayur, kue dan makanan lainnya.
Kantor Desa Jambu. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
Menurut Umar Karim (48), warga setempat, ternak warga umumnya tidak diikat dan dikandangkan sehingga berkeliaran di tengah perkampungan. Tiap malam ternak itu tidur secara bergerombol di pinggiran aspal sehingga membuang kotorannya di situ. Diakuinya, seruan pemerintah desa juga tidak dihiraukan warga sehingga kotoran ternak mengganggu kenyamanan warga.
ADVERTISEMENT
Begitu pula di lapangan sepak bola di sebelah utara perkampungan juga banyak kotoran ternak. Menurut Haji Arsyad (67), tokoh masyarakat lainnya, tiap malam hampir seratusan sapi yang berkumpul dan tidur di situ. Sapi-sapi ini umumnya jinak. Padahal lapangan tersebut sering dipakai warga baik untuk olahraga maupun hajatan pernikahan.
Haji Arsyad juga menjelaskan, karena ternak dilepas secara liar begitu maka tiap hari selalu ada saja induk kambing atau anak kambing warga yang dimangsa anjing liar. Kawanan kambing yang biasanya memakan dedaunan di pinggiran laut dan tambak warga di ujung barat desa seringkali menjadi sasaran anjing liar. Pasalnya, karena di sebelah barat perkampungan langsung berhadapan dengan laut sehingga kambing-kambing itu sulit menghindar dari serangan anjing liar.
Ternak berkeliaran di Desa Jambu. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
“Makanya anjing-anjing di sini kelihatan gemuk semua lantaran sering memakan induk atau anak kambing,” sindir Haji Arsyad Ahad kemarin (17/3). Sejauh ini, katanya, ternak warga relatif aman meski tidak diikat.
ADVERTISEMENT
Pelaksana Tugas Kepala Desa Jambu Sri Rahayu mengakui, masalah kotoran ternak menjadi hambatan bagi pelaksanaan deklarasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di desa yang dipimpinnya. Padahal semua desa di Kecamatan Pajo sudah melakukan deklarasi tersebut.
Deklarasi STBM adalah salah satu program dari Kementerian Kesehatan yang merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat. Salah satu program unggulannya mengusung non subsidi untuk pembangunan sarana jamban tingkat rumah tangga.
Pemerintah desa, katanya, sudah menghimbau kepala dusun agar mengambil tindakan terhadap warga yang melepas ternaknya secara liar. Tapi sejauh ini belum berjalan efektif. Sri Rahayu menjanjikan akan segera melakukan rapat di tingkat desa untuk membahas masalah tersebut.
“Bila perlu nanti kami akan bekerja sama dengan Pol PP (Kepolisian Pamong Praja, red.) untuk mengamankan ternak liar,” ujarnya via ponsel Senin (18/3).
ADVERTISEMENT
Selain berkeliaran di rumah warga, kata Sri Rahayu, ternak juga sering merusak dan memakan tanaman jagung dan padi warga. Pihaknya sudah sering menerima pengaduan soal ternak liar tersebut dan memfasilitasi agar tidak menimbulkan konflik antarwarga. Bagi pemilik ternak yang masuk ke lahan tanaman warga dikenakan ganti rugi secara bervariasi, dari Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta.
“Tergantung jenis dan luas kerusakan tanaman atau kerugian yang dialami,” pungkasnya.
-
Ilyas Yasin