Media dan Kaum Intelektual Harus Sajikan Informasi Inklusif Kepada Masyarakat

Konten Media Partner
5 Agustus 2020 13:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi media. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Info Dompu - Pengamat komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Doktor Kadri menilai, media dan kaum intelektual memiliki hubungan saling membutuhkan. Media memerlukan pendapat kaum intelektual sebagai narasumber dalam pemberitaannya, sedangkan intelektual juga memerlukan media untuk menuangkan ide dan gagasannya.
ADVERTISEMENT
Di tengah arus media sosial yang massif sekarang ini keberadaan media arus utama, baik media cetak maupun daring, sejatinya diharapkan dapat memberikan informasi yang mencerahkan.
“Begitu pula kaum intelektual harus bisa memberikan informasi yang inklusif,” ujar Kadri dalam diskusi daring “Menjadi Intelektual Publik yang Asyik", Selasa (21/7).
Meski begitu, kata dia, nyatanya justru banyak media yang memproduksi wacana dan konten-konten negatif seperti menyebarkan kebencian sehingga menimbulkan konflik sosial keagamaan. Begitu pula banyak kaum intelektual yang diperalat media untuk mendukung konten-konten negatif yang diproduksinya.
“Konten-konten kebencian itu begitu mudah didapat terutama di musim politik seperti Pilkada atau Pilpres,” sesal Kadri.
Padahal, katanya, informasi yang disampaikan oleh media dan kaum intelektual mempunyai peran penting dalam memberikan pencerahan kepada publik. Produksi wacana yang dihasilkan akan ikut mempengaruhi tingkat kecerdasan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, aneka produksi wacana begitu mudah lahir, disemai dan dibagikan di media sosial saat ini tanpa disertai data dan analisis sosial yang memadai untuk mempengaruhi opini publik. Produksi wacana tersebut, kata dia, bahkan seringkali ditumpangi oleh berbagai kepentingan personal maupun kelembagaan tertentu sehingga medsos maupun gagasan intelektual publik dapat dikomersialkan.
Doktor Kadri. Foto: capture by Ilyas Yasin/Info Dompu
“Hal itu tentu akan kontraproduktif bagi pencerahan publik,” ujarnya sembari menambahkan bahwa dalam era medsos sekarang konsistensi intelektual publik akan teruji.
Mengutip hasil penelitian, Kadri juga menunjukkan hubungan antara informasi yang dikonsumsi dengan kelas sosial seseorang.
“Ada penelitian yang menunjukkan bahwa kualitas seseorang dapat dilihat dari informasi yang dibaca, termasuk yang dibagikannya,” terang Direktur Nusa Tenggara Center ini.
Kadri mengingatkan, reputasi media sangat ditentukan oleh kredibitas pendiri dan pengelolanya, konsistensi atas visi media serta kemampuannya menahan godaan-godaan pragmatis.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ada 5 indikator sebuah media yang baik yakni integritas pendiri dan sikap profesional pengelolanya, produksi konten yang dihasilkan, selektif terhadap para penulis dan aktornya, konsisten sebagai sumber informasi dan referensi yang benar, dan tahan terhadap berbagai godaan yang bersifat pragmatis.
“Saat sebuah media baru dirintis barangkali godaan itu relatif belum ada, namun begitu sudah besar dan disukai banyak orang maka saat itu konsistensi tadi mulai teruji,” katanya mengingatkan.
Ditambahkan intelektual harus menyampaikan kebenaran atau berdasarkan landasan teoretis keilmuan serta mewaspadai relasi kuasa ilmu pengetahuan dengan kekuasaan. Relasi kuasa tersebut menurutnya harus diwaspadai dan dilawan dari kepentingan-kepentingan pragmatis.
Doktor Abdul Wahid. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
Diskusi menggunakan aplikasi Zoom Meeting tersebut diadakan dalam rangka peluncuran portal Islam alamtara.co yang berbasis di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Doktor Abdul Wahid, pendiri portal ini, menegaskan bahwa media tersebut akan berfokus pada kegiatan literasi publik dan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Dosen UIN Mataram ini menjelaskan, dia dan teman-temanya merintis portal tersebut didorong oleh kegelisahan karena banyak media yang justru berisi konten negatif, berisi hoaks dan membangkitkan sentimen kebencian kepada pihak lain baik karena perbedaan agama, ideologi, pilihan politik dan lainnya.
“Karya adalah puncak dari segala keresahan,” ujarnya ketika menyampaikan pengantar.
Selain itu perkembangan arus informasi selama ini hanya berpusat di pulau Jawa.
“Harapannya alamtara.co ini dapat menjadi salah satu kanal informasi yang ikut mencerahkan publik yang berada di luar Pulau Jawa,” harapnya.
Diskusi daring yang diikuti lebih 40 peserta dari dalam dan luar negeri seperti Malaysia dan Hongkong tersebut dipandu oleh Erni Yustissiani, juga menghadirkan 2 pembicara lainnya yakni peneliti LIPI, Amin Mudzakkir dan Twediana Budi Hapsari, Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
.
Ilyas Yasin