Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten Media Partner
Pemerhati Budaya Dompu Desak Pemda Lestarikan Kain Tenun Khas Daerah
2 November 2019 12:00 WIB

ADVERTISEMENT
Info Dompu - Pemerhati sejarah dan budaya Dompu, Nurhaedah (53) mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk lebih peduli dalam melestarikan dan mengembangkan warisan sejarah maupun budaya daerah.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang paling mendesak untuk segera dilestarikan adalah kain tenunan tradisional nggoli yang kini terancam punah, khususnya jenis muna pa’a.
“Setahu saya jenis muna pa’a ini tinggal di Mangge Asi dan Ranggo,” ujarnya ketika ditemui di rumahnya, Jum’at (1/11).
Hal itu menanggapi acara Pagelaran Seni Budaya Dana Dompu “Nggoli Fashion & Lifestyle” yang dilaksanakan di Gedung Paruga Samakai, Rabu dan Kamis (30-31/10).
Pagelaran tersebut merupakan kerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Dompu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Komunitas Salaja dan Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) Cabang Kabupaten Dompu.
Nurhaedah menilai, besarnya antusias kalangan muda terhadap peragaan busana berbahan dasar kain nggoli tersebut menunjukkan sudah terbangun kecintaan terhadap tenunan tradisional. “Tinggal bagaimana sikap positif tersebut didukung dengan ketersediaan kain nggoli,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, selama ini masyarakat Dompu kesulitan mendapatkan kain nggoli sehingga terpaksa harus membeli di Kabupaten Bima. Begitu pula, ketersediaan bahan baku seperti benang.
“Prinsipinya, karena ini industri rakyat bagaimana caranya masyarakat bisa mendapatkan kain nggoli dengan harga terjangkau dan perajin pun tetap hidup,” terangnya.
Dia mengharapkan industri tenunan tradisional dapat menjalankan dua misi yakni warisan budaya tetap terjaga dan kesejahteraan perajin meningkat.
“Nah, untuk mencapai dua hal itu maka proses produksi harus berjalan terus-menerus dan dalam jumlah banyak kan?” katanya menjelaskan.
Nurhaedah mengakui, dibandingkan di Bima produksi kain nggoli di Dompu cukup tertinggal baik dari segi motif, produksi maupun dukungan kebijakan pemdanya.
Di Bima, katanya, motif kain tradisional tersebut tidak lagi sebatas motif kapikeu (capit kepiting) atau dumu kakando (rebung bambu). Dia lantas menyebut kain tenunan produksi Desa Renda Bima yang sudah dikenal secara luas bahkan nasional.
ADVERTISEMENT
Dari sisi harga, kata dia, juga lebih murah di Bima sehingga orang Dompu pun membeli dari sana. Nurhaedah mengaku prihatin jika warga Dompu yang membutuhkan kain nggoli harus membeli ke Bima, padahal kain sejenis dapat diproduksi di sini.
Untuk itu ia mendorong Pemda Dompu untuk tidak malu belajar kepada Bima. “Diakui atau tidak, perkembangan industri tenun nggoli di sana tentu berkat pembinaan dinas terkait,” sarannya.
Tidak hanya Pemda, ia juga mendesak pemangku kepentingan lain, terutama kalangan keluarga sultan Dompu, untuk mengambil bagian dalam upaya melestarikan warisan sejarah dan budaya Dompu tersebut seperti mendirikan museum. Bisa dengan mendirikan secara swadaya atau mewakafkan tanah kepada Pemda untuk dibangunkan museum.
Meski mengapresiasi penyelenggaraan peragaan busana berbahan dasar nggoli tersebut, Nurhaedah menyarankan perlu dilengkapi dengan informasi lain seputar ragam motif, makna dan proses cara pembuatannya. Hal itu dapat dilakukan melalui pembawa acara maupun pemutaran video di sela-sela acara.
ADVERTISEMENT
-
Ilyas Yasin