Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1

ADVERTISEMENT
Info Dompu - Meski seluruh wilayah Indonesia belum dinyatakan bebas dari wabah Virus Corona (COVID-19) namun pemerintah memutuskan tetap akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember mendatang.
ADVERTISEMENT
Keputusan itu diambil pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Pengamat politik sekaligus mantan komisioner KPUD Dompu periode 2014-2019, Suherman menyebutkan, terdapat 3 ancaman yang membayangi pelaksanaan Pilkada 2020.
Pertama, ancaman keselamatan para penyelenggara Pilkada mulai dari KPUD, Bawaslu, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) hingga para saksi dan pemilih.
“Bukan tidak mungkin Pilkada akan menjadi kluster baru penyebaran COVID-19 jika tidak cukup ketat menjalankan protocol COVID-19,” ujarnya saat diskusi “Menakar Kandidat Perempuan Dalam Pilkada 2020” yang digelar di Kedai Di Sruput Indonesia, Simpasai, Dompu Rabu malam (1/7).
Mantan komisioner Bawaslu Kabupaten Dompu ini mengingatkan, ancaman tersebut bukan hanya pada saat pelaksanaan pencoblosan melainkan seluruh tahapan Pilkada, termasuk saat dilakukan verifikasi faktual kontestan Pilkada maupun kegiatan yang bersifat pengumpulan massa seperti kampanye dan rapat terbatas.
“Karena itu kepatuhan untuk menjalankan protokol COVID-19 tidak hanya oleh penyelenggara tapi juga peserta, timses dan simpatisan calon,” harapnya.
ADVERTISEMENT
Ditambahkan, dari aspek anggaran pelaksanaan Pilkada serentak di tengah wabah sekarang juga berdampak pada membengkaknya anggaran.
“Sebab bagaimanapun penyelenggara pasti membutuhkan APD (Alat Pelindung Diri, red) saat bekerja. Tinggal hitung saja puluhan ribu petugas di TPS butuh APD dan itu jelas akan membutuhkan anggaran tambahan. Begitu pula dari aspek waktu. Saat pemilih mencoblos misalnya, tentu mereka tidak boleh berkerumun seperti biasa sehingga semuanya akan mempengaruhi waktu pelaksanaan pencoblosan,” terangnya.
Di sisi lain, dia mengingatkan juga jangan sampai wabah COVID-19 menurunkan kualitas demokrasi baik proses maupun hasil Pilkada Ancaman kedua adalah menguatnya politik uang. Menurut Suherman, politik uang merupakan persoalan klasik dalam setiap Pemilu di Indonesia. Dia mengajak seluruh masyarakat untuk melawan politik uang dengan cara memilih pemimpin yang memiliki integritas dan kapasitas, bukan karena faktor uang. Melawan politik uang, kata dia, dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga.
ADVERTISEMENT
“Jangan sampai kita berkoar-koar di medsos protes politik uang tapi justru kita sendiri yang melakukannya,” katanya.
Suherman juga mengingatkan, berbeda dengan sistem politik di Amerika Serikat yang mengenal Pemilu sela, Indonesia tidak memiliki sistem serupa.
“Kalau di AS ada Pemilu sela 2 tahun untuk melihat apakah pemimpin itu masih disukai atau tidak, Jika tidak maka warga tidak akan memilihnya untuk melanjutkan kepemimpinan. Tapi di kita Pemilu sela itu tidak ada, sehingga jika kita salah memilih pemimpin maka akan menderita selama 5 tahun,” ujarnya.
Ketiga, adalah ancaman politisasi bantuan sosial (bansos) terutama sejak COVID-19. Seperti diketahui sejak ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam pemerintah menggelontorkan beragam paket bantuan bagi masyarakat yang terdampak virus global tersebut.
ADVERTISEMENT
“Potensi penyalahgunaan bansos sangat mungkin dilakukan oleh petahana atau petahana yang mendukung salah satu paslon,” ungkapnya.
Menurut dia, petahana paling berpeluang memanfaatkan bansos untuk mendapatkan dukungan politik.
“Petahana memang lebih diuntungkan oleh aturan karena dapat menggunakan posisinya dalam kekuasaan seperti lebih sering bisa bertatap muka dan melakukan pertemuan dengan warga. Begitu pula dengan memberikan berbagai bantuan sehingga akan lebih dikenal oleh publik,” terangnya.
Meski demikian, kata dia, petahana dapat dilaporkan kepada Bawaslu jika melakukan pelanggaran Pemilu secara terang-terangan seperti mempengaruhi netralitas Aparat Sipil Negara (ASN) untuk mendukung calon tertentu.
“Petahana yang melakukan pelanggaran dapat dikenai sanksi tindak pidana Pemilu. Itu dimungkinkan apalagi dengan kewenangan Bawaslu yang makin kuat sekarang ini,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dia meminta masyarakat untuk turut mengawasi pelaksanaan Pilkada guna mencegah kecurangan.
“Sebab kita ingin Pilkada ini berlangsung fair dan demokratis dimana semua calon memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan dukungan pemilih,” harapnya.
Selain Suherman, diskusi yang diinisiasi oleh Kedai Di Sruput dan LSM LenSA NTB ini juga menghadirkan Syafruddin Kaso (Direktur LenSA NTB), L. Adi Putra (Ketua LBH SU Guru Tani Dompu), Muttakun (anggota DPRD Dompu), Ilyas Yasin (Dosen STKIP Yapis Dompu) dan Nur Syamsiah (Ketua Forum Perempuan Dompu).
Diskusi yang dipandu Arif Rahman, Ketua KAMMI NTB tersebut dihadiri 30 peserta dan berlangsung seru hingga pukul 23.00 Wita. Acara tersebut juga mendapat sambutan antusias dan dihadiri oleh berbagai kalangan pemuda dan mahasiswa Dompu dari Makassar, Mataram, perwakilan pemuda dari Kecamatan Kilo, Karamabura dan lainnya termasuk pengurus IKPMD (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Dompu) Malang.
ADVERTISEMENT
-
Ilyas Yasin