Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Pilkada 2020 di NTB Rentan Konflik, KPU Perlu Jalin Kolaborasi
10 Januari 2020 11:31 WIB
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 nanti dinilai rentan terhadap munculnya konflik sosial antara para pendukung yang kalah dan menang. Jika tidak diantisipasi maka konflik tersebut akan menjadi bom waktu.
ADVERTISEMENT
Peringatan itu disampaikan Antropolog Politik dari Universitas 45 Mataram, Alfi Syahrin. Ia menanggapi mulai memanasnya situasi politik jelang pelaksanaan demokrasi elektoral terutama di Kabupaten Dompu dan Bima.
Menurutnya ada 3 faktor netralisasi penentu keberhasilan Pilkada. Pertama, netralitas penyelenggara dan netraliasi birokrasi serta netralisasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) sesuai peruntukkannya.
“Ketiga hal itu harus menjadi atensi semua pihak,” harapnya ketika dihubungi via telepon selular, Kamis (9/1/20).
Kandidat Doktor Antropologi Politik Universitas Hasanuddin, Makassar, ini mengingatkan bahwa potensi konflik sosial tersebut bertambah besar karena telah terjadinya pergeseran kepemimpinan di wilayah Pulau Sumbawa. Baik dari kepemimpinan informal (tokoh masyarakat) ke kepemimpinan formal (birokrasi pemerintah).
“Ini berbeda dengan di Lombok dimana informal leader lebih berpengaruh. Di Lombok lebih ke kyai sentris, dimana kyai atau tuan guru itu menjadi aktor dan panutan sosial, sedangkan di Bima dan Dompu cenderung sultan sentris,” ujarnya menjelaskan.
Sayangnya, kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 45 Mataram ini, pengaruh sultan sentris semakin pudar sehingga terjadi kekosongan dalam anutan sosial. Dia menunjuk pada kemenangan almarhum mantan Bupati Bima dua periode Ferry Julkarnain maupun dukungan terhadap isterinya yang kini menjadi Bupati Bima, Indah Damayanti Putri (Ummi Dinda).
ADVERTISEMENT
Menurut Alfi besarnya dukungan publik terhadap Ferry maupun Ummi Dinda sebagai bagian dari trah kesultanan Bima menunjukkan kuatnya pengaruh keteladanan sultan-sentris tersebut.
Meski tipologi sultan-sentris menghasilkan perilaku pemilih yang lebih rasional, tapi Alfi tetap mengingatkan potensi konflik dalam pesta demokrasi elektoral lokal mendatang. Apalagi menurutnya pamor kepemimpinan kharismatik juga cenderung melemah.
Dia menyebutkan, di Kabupaten Sumbawa Barat ketika dipimpin Kyai Zulkifli Muhadli, pengaruh kepemimpinan informal terutama yang berbasis karisma agama memang cukup kuat, tapi kini mulai melemah.
“Hal itu karena pemimpin yang berlatarbelakang karisma agama cenderung pragmatis juga. Jadi sekarang otoritas kyai lemah secara politik tapi kuat secara spiritual, sehingga kyai tidak lagi menjadi satu-satunya preferensi politik” ungkapnya.
Di tengah melemahnya pengaruh kepemimpinan informal tersebut, katanya, maka potensi konflik sosial cukup terbuka. Untuk mengatasinya, menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus membangun kolaborasi lintas sektor.
Kolaborasi tersebut antara lain: dengan lembaga-lembaga pendidikan, para inetelektual, agamawan, kelompok menengah, aktivis prodemokrasi maupun kekuatan yang didukung Polri dan TNI.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut untuk mendorong tercapainya konsensus sehingga konflik tersebut dapat teratasi. “Jika penyelenggara hanya bekerja berdasarkan fungsi dan aturan yang ada tanpa berkolaborasi secara lintas aktor maka akan parsial,” imbuhnya.
Meski mustahil memghilangkan konflik tapi kolaborasi tersebut, menurut dia, akan memberikan kohesi sosial dan dapat meredam konflik.
-
Ilyas Yasin