Psikolog: Penting Mengajari Anak untuk Tidak Minta 'THR'

Konten Media Partner
16 Juni 2019 16:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang THR. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang THR. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Info Dompu - “Yang biasa minta-minta itu kan anak-anak kecil. Sebagai orangtua mereka jangan biasakan anak jadi peminta-minta. Orangtua harus memberikan pengertian dan pola pengasuhan untuk tidak menjadi peminta-minta,” ungkap Annisa, psikologi dari Biro Konsultasi Dinda Educare Dompu saat dijumpai di kantornya, Rabu (12/6).
ADVERTISEMENT
Lebaran memang sudah berlalu. Masa liburan pun sudah usai. Para pemudik juga sudah kembali ke tempat kerja masing-masing. Mereka kembali tenggelam dalam aktivitas seperti biasa usai bertemu dengan orangtua dan kerabat di kampung halaman. Meski begitu, bagi pemudik lebaran tetap menyisakan kisah dilematis, yakni keharusan untuk berbagi rejeki kepada kerabat di kampung halaman.
Meski tidak tertulis tapi norma ini seolah keharusan. Sebelum mudik mereka harus menyiapkan anggaran secara cermat mulai dari biaya transportasi, konsumsi dan biaya lain selama di perjalanan. Bagi pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi harus menyiapkan biaya tambahan baik ongkos pengemudi maupun penginapan selama di perjalanan. Selain itu, setelah tiba di kampung mereka juga harus menyiapkan oleh-oleh maupun uang dalam jumlah tertentu untuk dibagikan kepada kerabat. Masyarakat umumnya menyebut uang tersebut ‘THR’ alias Tunjangan Hari Raya.
ADVERTISEMENT
Tak jarang keharusan memberikan THR tersebut menjadi beban pikiran dan ekonomi bagi pemudik. Ada perasaan bersalah jika pemudik tidak berbagi kepada kerabat karena mereka yang merantau ke kota dianggap sukses.
Menurut Annisa, fenomena itu tak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat Indonesia yang bercorak komunal. Dia menilai hal tersebut bisa positif sekaligus negatif. Positifnya, budaya gotong royong dan saling membantu itu terlihat misalnya ketika ada warga yang sakit maka para tetangga dan keluarga akan membantunya secara beramai-ramai tanpa menuntut imbalan.
Psikolog, Annisa dari Biro Konsultasi Dinda Educare. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
“Negatifnya, kita banyak memakai topeng ketika bertemu orang lain. Kita ingin terlihat baik, sukses, banyak uang atau punya jabatan oke,” terangnya.
Menurut Annisa proses itu terjadi secara timbal-balik. Keharusan memberikan sesuatu, kata dia, akan berubah jika pola pikir masyarakat juga berubah. Misalnya, dengan membiasakan bahwa yang penting bisa mudik, bertemu orangtua dan keluarga saja sudah cukup. Jika pun memberikan sesuatu diprioritaskan untuk keluarga dekat atau yang benar-benar membutuhkannya.
ADVERTISEMENT
“Atau jika bermaksud bersedekah bisa disalurkan melalui lembaga-lembaga yang terpercaya. Itu lebih efektif,” ujarnya.
Karena menyangkut pola pikir dan kebiasaan, kata dia, butuh waktu untuk mengubahnya. Diakuinya, orang agak susah untuk keluar dari budaya dan kebiasaan, padahal kalau pun tidak memberikan sesuatu saat mudik sebenarnya tak masalah.
Kebiasaan ini terjadi secara timbal-balik, dimana ada yang memberi dan menerima. Annisa mengingatkan terutama kaum ibu untuk mewaspadai kebiasaan ini kepada anak-anaknya.
Seharusnya orang tua membiasakan anak-anak untuk menghormati mereka, keluarga dan menjalani hubungan secara tulus.
-
Ilyas Yasin