Psikolog: Tekanan Sosial dan Fisik, Picu Tumbangnya Petugas Pemilu

Konten Media Partner
28 April 2019 15:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Psikolog Annisa saat diwawancarai (26/4). Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Psikolog Annisa saat diwawancarai (26/4). Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak (17/4/2019) telah memakan banyak korban jiwa. Menurut data KPU hingga Sabtu (27/4/2019) tidak kurang dari 272 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia, juga ada sekitar 1.878 yang jatuh sakit dan dirawat sehingga totalnya 2.150. Belum termasuk korban dari aparat kepolisian.
ADVERTISEMENT
Para petugas itu diduga mengalami kelelahan dan kecelakaan akibat proses Pemilu yang cukup panjang baik saat penghitungan suara di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) di desa maupun rekapitulasi berjenjang di tingkat kecamatan. Anggota kepolisian juga turut menjadi korban karena harus melakukan pengawalan pada setiap tahapan tersebut.
Di Kabupaten Dompu beberapa petugas KPPS juga terpaksa dirawat di rumah sakit dan Puskesmas seperti dari Kecamatan Kempo dan Desa Lune Kecamatan Pajo. Bahkan anggota KPPS TPS 10 Dusun Nangadoro Desa Hu’u Kecamatan Hu’u Surya (31) meninggal dunia Rabu (24/4). Surya meninggal diduga akibat kelelahan karena dua malam tidak tidur saat menyelesaikan tugasnya sebagai anggota KPPS.
Kelelahan. Foto: Pixabay
Psikolog dari Biro Psikologi Dinda Educare Dompu Annisa (28) menjelaskan insiden yang menimpa petugas Pemilu dipicu oleh faktor tekanan psikis dan pola kerja yang kurang teratur. Tekanan psikis, katanya, bisa berasal dari masyarakat maupun atasannya yang menuntut hendak mengetahui hasil Pemilu segera.
ADVERTISEMENT
“Masyarakat dan atasannya pasti menagih hasil cepat, mana dong hasilnya? Di sisi lain sebagai petugas mereka juga mungkin juga merasa terhormat dengan amanah yang diembannya. Belum lagi dicurigai macam-macam sehingga beban itu terakumulasi dan membuat mereka tertekan,” ujar Annisa yang akrab disapa Dinda saat ditemui di kantornya, Jumat (26/4).
Tekanan dimaksud baik secara langsung maupun melalui dunia maya di media sosial (medsos). Di era sekarang, medsos telah menjadi kekuatan yang nyata termasuk dalam memberikan tekanan.
“Media sosial itu juga bisa menjadi racun yang berbahaya karena isinya tanpa saringan. Apalagi kalau orang menjadikan medsos sebagai standar kebenaran,” papar magister psikologi UII Yogyakarta ini.
Selain itu pola kerja yang kurang teratur menjadi pemicu lain dari jatuhnya petugas Pemilu kali ini. Annisa menjelaskan, ada orang yang mampu bertahan dan menyelesaikan target pekerjaan meski dalam situasi tertekan, tapi ada juga yang sebaliknya. Bagi mereka yang tidak mampu beradaptasi beban kerja tersebut dapat mengakibatkan efek kelelahan, jatuh sakit bahkan meninggal dunia.
Pekerjaan mengangkut logistik pemilu. Foto: Info Dompu
“Apalagi pelaksanaan Pemilu kali ini tergolong berat dan rumit sehingga ke depan harus lebih selektif dalam mencari petugas Pemilu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah jatuhnya korban, dia menyarankan agar dipilih petugas yang memiliki daya tahan tubuh yang kuat di samping punya kompetensi. Menurut Annisa pola kerja yang kurang teratur berpengaruh terhadap pola makan dan istirahat. Padahal beban kerja yang banyak menuntut kemampuan dan disiplin yang tinggi pula.
“Jika tidak disiplin akan berdampak pada pola makan dan istirahat yang tidak teratur. Apalagi kalau, maaf, asupan gizi seadanya,” tutur Annisa.
Untuk itu dia menyarankan agar mengatur waktu makan dan istirahat sedemikian rupa sehingga tidak merugikan faktor kesehatan.
“Artinya kalau lagi kerja ya fokus kerja, jangan justru melakukan kegiatan lain seperti ngobrol misalnya. Begitu pula jika waktunya makan dan istirahat ya harus makan istirahat,” katanya.
ADVERTISEMENT
Di samping itu faktor rileks juga tetap diperlukan saat kerja dan hal itu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada.
-
Penulis: Ilyas Yasin