Sejarah Perkebunan Kopi di Lereng Gunung Tambora, NTB

Konten Media Partner
9 Oktober 2019 11:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alat pengolah kopi peninggalan PT BABS di Tambora. Foto: Data Indikasi Geografis Kopi Rabusta Tambora
zoom-in-whitePerbesar
Alat pengolah kopi peninggalan PT BABS di Tambora. Foto: Data Indikasi Geografis Kopi Rabusta Tambora
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Perkebunan kopi di lereng Gunung Tambora, awalnya dibangun oleh pengusaha asal Swedia pada tahun 1932. Sekitar 117 tahun setelah letusan mahadahsyat Gunung Tambora yang melenyapkan seluruh penduduk asli Tambora.
ADVERTISEMENT
Semula, luas perkebunan kopi sekitar 500 hektare di lembah bagian utara gunung dan berada di ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Wilayah perkebunan kopi tersebut juga kawasan yang telah disediakan pada tahun 1813 oleh Raja Sanggar, Raja Abdullah, raja yang pada peristiwa meletusnya Tambora tahun 1815 berhasil menyelamatkan diri bersama keluarganya.
Untuk membangun perkebunan kopi Tambora, pengusaha Swedia sengaja mendatangkan pekerja dari berbagai daerah seperti dari pulau Jawa. Daerah-daerah di lereng Tambora kemudian dihuni oleh pendatang yang bermigrasi. Bahkan wilayah yang mereka tempati di lereng Tambora pun dinamai mirip dengan daerah asal mereka, seperti nama bernuansa Jawa yaitu Sumber Urip atau Sumber Rejo.
Perkebunan kopi di lereng Tambora. Foto: Info Dompu
Tahun 1932 juga dibuat Perjanjian Konsesi Usaha Pertanaman Kopi di Tambora, hingga menjelang kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, pengelolaan dialihkan kepada perusahaan perkebunan nasional bernama NV. Pasumah. Nama tersebut merupakan singkatan dari nama pemilik perusahaan AM. Pane, Subroto, dan Abdul Muluk.
ADVERTISEMENT
Perusahaan Pasumah memiliki kantor pusat di Jakarta dan kantor cabang di Kabupaten Sumbawa Barat. Pada tahun 1961, Kepala Cabang PT Pasumah adalah Salam Hasan yang merupakan anak dari Bupati Bima pada saat itu. Perusahaan ini hanya mampu bertahan hingga tahun 1968.
Pada tahun 1968 sampai tahun 1970, mantan perusahaan Pasumah kemudian dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bima. Tahun 1971 sampai tahun 1973, pengelolaannya dilakukan oleh Pemda Bima bersama perusahaan perkebunanan bernama PT Bayu Aji Bima Sena (BABS).
Sekitar 117 tahun setelah letusan mahadahsyat Gunung Tambora yang melenyapkan seluruh penduduk asli Tambora.
Pada tahun 1974, PT BABS dengan dasar Hak Guna Usaha (HGU), BABS dapat mengelola sendiri perusahaan tersebut sampai tahun 2001 sebelum mereka hengkang dari tanah Tambora, lalu menghilang entah ke mana. PT BABS meninggalkan karyawan yang berjumlah sekitar 100 orang.
ADVERTISEMENT
Sepeninggal PT BABS, Pemda Kabupaten Bima kembali mengelola perkebunan kopi Tambora melalui Dinas Perkebunan. Tahun 2014, Pemda Bima kemudian melakukan kerja sama dengan masyarakat Desa Oi Bura, Kecamatan Tambora, dengan sistem bagi hasil yaitu 40 persen untuk Pemda dan 60 persen untuk masyarakat.
Hingga kini, eks PT BABS yang dikelola oleh masyarakat dan Pemda Bima menjadi Situs Tambora, merupakan bagian dari salah satu Situs Geopark Tambora.
-
Intan Putriani