Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Jalan Gerilya, Saksi Bisu Perjuangan TKR di Kotawaringin Barat
1 Oktober 2021 9:08 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
InfoPBUN, KOTAWARINGIN BARAT - Pasca diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta, Belanda berniat kembali menguasai nusantara dengan membonceng tentara NICA dengan melaksanakan agresi militer. Hal itu lah yang melatarbelakangi terjadinya perlawanan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan di seluruh nusantara, tak terkecuali di Kumai, Kotawaringin Barat .
ADVERTISEMENT
Untuk merendam upaya penjajahan itu, tentara keamanan rakyat (TKR) yang dipimpin oleh Komandan TKR Abdul Aziz Syamsudin dibantu warga Kumai menggunakan taktik gerilya.
Mereka melakukan taktik penyergapan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, berpindah-pindah, dan berfokus pada serangan dadakan agar tidak mudah dideteksi musuh.
Jalan yang berawal dari pertigaan pelabuhan Panglima Utar Kumai dan Berakhir di Kompleks Taman Bahagia Perjuangan 14 Januari 1946 pernah menjadi saksi bisu perlawanan terhadap Belanda.
"Dahulu jalan itu dipakai bubuhan (mereka) pejuang gasan (untuk) begerilya, sampai ke Pangkalan Bun lewat jalan AURI," ungkap Hamsiah (81), Warga Kumai.
ADVERTISEMENT
Hamsiah menjelaskan, sebelum jalan Pangkalan Bun - Kumai yang melewati Desa Sungai Kapitan dibangun, jalan itu dulunya merupakan akses utama menuju pusat Pangkalan Bun.
"Dulu jalan itu jalan setapak, namanya sesuai dengan sejarahnya," timpalnya.
Kini Jalan Gerilya menjelma menjadi salah satu jalan protokol yang ramai digunakan masyarakat dan menjadi jantung ekonomi di daerah ini.
Jalan ini juga menjadi saksi peristiwa pada tanggal 14 Januari 1946. Kala itu terjadi pertempuran antara pasukan sekutu dengan para pejuang yang terdiri dari pasukan TKR, pasukan Jenggot, dan Warga Kumai