Konten Media Partner

Kisah 3 Anak Yatim Piatu di Kalteng: 4 Tahun Rayakan Lebaran di Makam Orang Tua

25 Mei 2020 7:49 WIB
comment
29
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dilah, Aida dan Adan saat hari Raya Idul Fitri di kontrakannya, Minggu (24/5).
zoom-in-whitePerbesar
Dilah, Aida dan Adan saat hari Raya Idul Fitri di kontrakannya, Minggu (24/5).
ADVERTISEMENT
Idul Fitri merupakan perayaan kemenangan seraya membahagiakan bagi kaum muslim. Momentum lebaran selalu identik dengan kebersamaan dalam sebuah keluarga. Tidak heran pada momen ini, selalu identik dengan mudik ke kampung halaman. Tentu ada sukacita disana meskipun hanya setahun sekali.
ADVERTISEMENT
Berbeda anak-anak lain pada umumnya yang mungkin merayakan lebaran bersama keluarga inti dan keluarga besar hingga mendapatkan baju baru dan lain sebagainya, Dilah Saputra(16) dan kedua adiknya Nur Aida(11) dan Muhamad Ramadani(5) terpaksa harus merayakan lebaran sebagai anak yatim di sebuah kontrakan. Pengalaman lebaran tanpa ayah dan ibu ini ternyata sudah 4 tahun.
“Sedih sekali mas. Sudah 4 tahun lebaran hanya bisa berkunjung ke kuburan ayah sama Ibu,” ujar Dilah yang baru pulang dari makam ayah dan ibunya di Bengaris, Palangka Raya, Minggu (24/5).
Kebiasaan mengunjungi makam ayah dan ibu sering dilakukan Dilah bersama dua adiknya seusai Salat Id setiap lebaran. “Setiap tahun biasanya kami ke kubur setelah Salat Id,” kisahnya dengan mata berkaca-kaca.
ADVERTISEMENT
Ketika sejumlah anak lain diluar sana dihadiahi baju baru oleh orang tuanya dan memiliki kelimpahan makanan saat lebaran, remaja putus sekolah bersama kedua adiknya itu hanya bisa mengenakan pakaian seadanya dan menanti ada yang panggil untuk makan. Mereka tinggal di sebuah kontrakan lusuh yang dibayar Rp 300 ribu per bulan.
“Ya beginilah. Kalau makan sih biasanya ada tetangga yang memberi. Kebetulan masih punya hubungan keluarga. Mereka yang bantu. Terkadang juga saya masak nasi sendiri baru lauknya diberi sama om,” kisah Dilah seraya menenangkan adik bungsu Adian yang sudah mengeluh lapar.
Beberapa tahun lalu ketika ayah dan Ibunya meninggal, Dilah harus bekerja ekstra merawat kedua adikanya. Paginya mengurus sarapan adiknya Aida sebelum ke Sekolah, setelah itu menjaga adik bungsunya Adan yang masih berusia kanak-kanak.
ADVERTISEMENT
“Adik saya yang kedua tidak dikasih uang jajan, makanya dia harus sarapan sebelum ke sekolah. Sedangkan adik bungsu yang masih kecil harus dijaga karena sering menangis lalu mencari ayah dan ibu,” bebernya sedih.
Meskipun tanpa ayah dan ibu serta sudah memutuskan untuk tidak bersekolah, Dilah tetap mendukung dan mendorong kedua adiknya untuk bersekolah. Saat ini adiknya Aida sudah kelas 4 SD, sedangkan Adan sebentar lagi akan masuk ke TK.
“Saya boleh tidak sekolah tetapi apa pun kendalanya dua adik saya harus sekolah. Sebentar lagi saya mau 17 tahun dan saya mau cari kerja agar bisa membiayai mereka,” tuturnya optimis.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT