Legislator Demokrat Desak Menko buat SKB Putus Ego Sektoral Terkait CPO

Konten Media Partner
10 Agustus 2022 9:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrat dapil Kalimantan Tengah Bambang Purwanto
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrat dapil Kalimantan Tengah Bambang Purwanto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
JAKARTA-Harga Tandan Buah Segar atau TBS belum normal pasca dicabutnya larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) oleh pemerintah. Harga TBS sawit di level petani, rata-rata berkisar Rp 1.115 sampai dengan Rp 1.200 di Kalimantan Tengah atau Kalteng.
ADVERTISEMENT
Buntut tak kunjung selesainya masalah harga TBS ini diawali kebijakan larangan ekspor CPO yang sempat dikeluarkan Presiden Joko Widodo. Kebijakan ini merupakan tanggapan pemerintah atas kelangkaan minyak goreng atau Migor yang sempat terjadi di Indonesia.
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrat dapil Kalimantan Tengah, Bambang Purwanto, memandang penyebab masih rendahnya harga TBS lantaran stok CPO yang tidak mengalir dengan cepat, berakibat stok CPO di tanah air menjadi makin tinggi.
Bambang menuturkan, seharusnya kementerian dan lembaga terkait saling bersinergi dan runut dari hulu hingga hilir. Bambang menilai, selama ini setiap kementerian dan lembaga terkait juga tidak bekerja secara terpadu.
“Semua Kementerian terlibat perkebunan kelapa sawit cara berpikirnya harus industri baik dari hulu sampai hilir (berpikir industri),” kata Bambang, Selasa (9/8).
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Bambang menyarankan, agar Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pimpinan Airlangga Hartarto dapat menerbitkan payung hukum berupa SKB agar Kementerian terkait saling sinergi dari hulu sampai hilir menciptakan kerja terpadu terkait produk kelapa sawit.
Dengan adanya payung hukum, akan lebih jelas tugas dan tanggung jawabnya baik Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian hingga Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat bekerja secara terpadu dan mudah kontrolnya terkait dengan produk kelapa sawit.
“Sekiranya Kementerian Pertanian punya petani sawit dengan luasan lahan didorong dan dibina agar produksi buah sawit optimal, setelah panen kemudian masuk ke PKS yang berada di bawah Kementerian Perindustrian diproses jadi CPO dan turunannya selanjutnya dipasarkan masuk wilayah Kemendag, Lalu kemudian di Kemendag dapat mengontrol berapa permintaan kebutuhan ekspor tersebut maupun dalam Negeri, jadi saling koreksi antara produksi dan permintaan pasar, intinya semua mendorong kelancaran proses produksi dari hulu sampai hilir, penerimaan Negara juga dapat, jelas Bambang.
ADVERTISEMENT
“Kalau berpikirnya industri dari hulu sampai hilir yang bisa mengontrol hanya kerja terpadu melalui SKB. Sehingga masing-masing stakeholder dari hulu sampai hilir dapat diuntungkan,” pungkas Bambang.