Perahu Buku Liliana untuk Mencerdaskan Anak Nelayan di Pinggiran Sungai Kahayan

Konten Media Partner
5 Juni 2020 17:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak bantaran sungai saat melepas sebuah perahu yang dijadikan sebagai perahu buku.(FOTO: Perahu Buku untuk InfoPBUN)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak bantaran sungai saat melepas sebuah perahu yang dijadikan sebagai perahu buku.(FOTO: Perahu Buku untuk InfoPBUN)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menumbuhkan minat membaca buku di era kemajuan teknologi bukanlah hal yang mudah. Meskipun buku menjadi jendela dunia, masyarakat Indonesia pada umumnya belum memiliki minat dan niat untuk membaca. Lebih suka bermedsos daripada membongkar buku halaman demi halaman lalu memahaminya. Buku mungkin dibilang kuno.
ADVERTISEMENT
Anggapan membaca buku ditengah kemajuan teknologi sebagai sebuah ketertinggalan justru membuat Liliana Invovita tidak menghiraukannya. Sejak tahun 2016, ia memulai sebuah gerakan literasi di bantaran sungai Kahayan tepatnya di Kelurahan Ketimpun, Kota Palangka Raya dengan nama perahu buku.
"Tahun 2016, kami menerima bantuan CSR dari Bank Indonesia. Kebetulan waktu itu saya di akhir 2016 sudah mau selesai magang di pelangi school, dana ada, calon pustakawan ada, maka jadilah perahu buku," ujar Liliana, Kamis (4/6).
Anak-anak pinggiran sungai saat membaca buku.(FOTO: Perahu Buku untuk InfoPBUN)
Sejak berdirinya perahu buku, visi misi taman baca ini tidak lagi hanya terpusat di Kelurahan Katimpun yang hanya memiliki jalan darat, tetapi menjangkau beberapa Desa di pinggiran sungai daerah Kota Palangka Raya dan juga Kabupaten Pulang Pisau yang harus menggunakan perahu.
ADVERTISEMENT
"Dulu masih petuk katimpun saja komunitas bantaran sungai yang bisa dijangkau karena masih ada akses darat. Sementara visi dan misi kami ingin menjangkau semua anak-anak bantaran sungai, tapi kendalanya kami belum punya kendaraan operasional yang bisa menjangkau desa-desa yang tidak ada akses daratnya," kisah wanita lulusan Bahasa Inggris ini.
Sejak tahun 2016 hingga saat ini, wanita lulusan universitas Palangka Raya tersebut mengakui bahwa antusias anak-anak bantaran sungai di sejumlah desa sangat luar biasa. Tanpa perlu diperintah dan diajak, mereka dengan sukarela dan senang hati berkumpul disalah satu tempat menanti datangnya perahu buku.
Perahu buku saat mengangkut sejumlah rombongan yang mendukung gerakan literasi di pinggiran sungai.FOTO: Perahu Buku untuk InfoPBUN)
"Antusias anak-anak dalam kemauan membaca jadi meningkat setiap tahun. Setiap ada jadwal saya datang mereka sudah berbondong-bondong berkumpul untuk mulai aktivitas membaca," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Setiap desa dan kelurahan minimal 20 orang anak nelayan yang bergabung dan berkemauan untuk membaca buku. Setiap ada jadwal perahu buku tidak semua datang karena masih ada yang membantu orang tua mencari sayur atau ikan di hutan," tambahnya.
Sejumlah Desa dan Kelurahan di pinggiran Sungai Kahayan yang dikelilingi oleh Liliana bersama perahu buku dalam kegiatan literasi yakni Kelurahan Tumbang Rungan, Kelurahan Marang, Desa Tanjung Sangalang dan
Desa Penda Barania. Ke-4 wilayah tersebut berada di wilayah Kota Palangka Raya dan juga Kabupaten Pulang Pisau.
"Semuanya mendapat dukungan dari Kepala Desa dan Lurah," terangnya.
Liliana saat membaca bersama anak-anak pinggir sungai.(FOTO: Perahu Buku untuk InfoPBUN)
Selain menumbuhkan minat baca para anak nelayan yang notabene memiliki keterbatasan akses teknologi dan juga literatur, wanita yang tengah hamil ini juga melakukan promosi kepada sejumlah pihak agar bisa mendapatkan berbagai bahan bacaan.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2018 kami dapat donasi dari MedyArte Inggris jadi bisa bangun perpustakaan baru di salah satu desa. Sehingga sisa 2 Desa dan 1 Kelurahan yang masih belum memiliki perpustakaan," ujarnya.
Usai mendapat bantuan dari Inggris, semangat untuk menghidupkan budaya literasi terus bergelora. Bahkan Liliana berkeinginan untuk mengelilingi semua Desa yang ada di bantaran sungai Kahayan.
"Ya maunya sih semakin banyak Desa di pinggiran sungai kita tumbuhkan minat baca buku ke anak-anak tetapi apa daya perahu buku selalu mengalami kendala teknis dan mogok. Sehingga selalu kita batasi untuk beberapa desa saja," ujarnya.
Anak pinggiran sungai saat membaca buku.(FOTO: Perahu Buku untuk InfoPBUN)
Selain kendala teknis perahu yang sering mogok, kondisi Desa yang susah signal serta kendala dana membuat gerakan literasi perahu buku ini belum maksimal menjangkau semua Desa lainnya di bantaran sungai.
ADVERTISEMENT
"Ya kalau susah signal atau perahu mogok kita mau hubungi Kepala Desa juga susah. Kadang anak-anak sudah tau jadwalnya mereka menunggu sampai malam. Mereka tidak tahu kalau perahu mogok dan hujan serta banjir yang buat kita ngga bisa menjangkau mereka. Ini sering terjadi mas," kisah wanita yang berprofesi sebagai pustakawati tersebut.
Terhadap sejumlah kendala yang dialami, harapan Liliana bersama perahu bukunya untuk terus melebarkan sayap ke semua Desa pinggiran sungai tidak pernah pupus. Tantangan dan kendala apapun akan dia hadapi demi generasi Kalteng yang cerdas.
"Ya progresnya kedepan ya semakin banyak Desa yang kita kunjungi dan menghidupkan gerakan literasi di sana. Setelah itu setiap Desa minimal harus punya perpustakaan sendiri," harapnya.
Anak-anak bantaran sungai saat mengekpresikan karya seni melalui seni tari giring-giring.(FOTO: Perahu Buku untuk InfoPBUN)
Selain menghidupkan gerakan literasi, Liliana juga bekerja sama dengan beberapa teman yang bergerak di dunia seni tari. Hal ini dimaksudlan agar para anak-anak pinggiran sungai juga memiliki kemampuan untuk menghidupkan budaya dan tarian masyarakat Dayak.
ADVERTISEMENT
Salah satu tarian yang sudah sering dipertontonkan oleh anak-anak bantaran sungai di Petuk Katimpun tersebut ialah seni tari giring-giring. Bahkan tarian ini khas Dayak biasa dipentaskan saat menerima tamu dari luar daerah yang datang berkunjung melihat semangat gerakan literasi di bantaran Sungai.