Konten Media Partner

Petani Sawit dan PBS Menderita, Terancam Gulung Tikar Akibat Prahara CPO

26 Juni 2022 9:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Bambang Purwanto. (FOTO: Dok. DPR RI)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Bambang Purwanto. (FOTO: Dok. DPR RI)
ADVERTISEMENT
InfoPBUN, JAKARTA - Anggota DPR RI Komisi IV Dapil Kalimantan Tengah (Kalteng), Bambang Purwanto kembali angkat bicara mengenai dampak pasca larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) terhadap petani sawit dan Perusahaan Besar Swasta (PBS).
ADVERTISEMENT
"Larangan ekspor CPO dan turunannya berdampak luas hingga saat ini, sekalipun ekspor sudah dibuka, masih lambat, korbankan penerimaan negara untuk mengurai persoalan CPO," ujar Bambang, Minggu (26/6) kepada InfoPBUN.
Menurut Bambang, lambatnya ekspor karena banyaknya produsen CPO sementara yang memiliki izin ekspor sedikit. Tentu perlu proses lama dan tarik ulurnya pungutan penerimaan negara. Hal ini berakibat lambatnya menyerap CPO yang ada di produsen, kemudian menyebabkan produsen CPO tidak bisa menyerap Tandan Buah Segar (TBS) milik rakyat karena tangki CPO rata-rata sudah penuh.
"Jangankan beli sawit rakyat, sawit sendiripun belum di proses akibat tangki penuh," ungkap mantan Bupati Kotawaringin Barat ini.
Bambang menambahkan, manakala penyerapan CPO lambat tentu dapat berakibat muncul masalah baru antara lain, penyimpanan CPO yang lama perlu perawatan dengan biaya yang mahal, makanya sudah banyak produsen CPO tutup sementara.
ADVERTISEMENT
"CPO yang disimpan lama sekalipun dengan perawatan terancam rusak bila kelamaan disimpan," tutur politisi Partai Demokrat ini.
Bambang melanjutkan, sawit sudah menjadi tumpuan hidup petani, pasti akan kesulitan mempertahankan kehidupannya, cukup besar jumlah tenaga kerja kehilangan pekerjaan. Kebun sawit tentu telantar dan mengembalikan ke posisi semula perlu waktu juga biaya mahal.
Selain itu, tambah Bambang, sawit rakyat tidak dibeli produsen CPO, sampai saat ini harga sudah terjun bebas, bahkan sudah banyak yang menawarkan untuk panen gratis bahkan dibakar. Petani memaksa produsen CPO untuk membeli sawit akibat kesulitan menghidupi keluarga.
"Daya beli masyarakat turun tentu mengakibatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersendat. Munculnya benturan di bawah juga kriminalitas menjadi penyebab kondisi tidak stabil padahal menjelang pesta demokrasi," tukasnya.
ADVERTISEMENT
Bambang menegaskan, mencermati persoalan sawit yang makin rumit, bahwa petani dan produsen CPO terancam gulung tikar dan antisipasi munculnya masalah baru yang akan semakin rumit, harus menjadi perhatian khusus atau kondisi yang mendesak pemerintah mengambil langkah cepat dengan memberikan kemudahan juga jaminan kepastian.
"Poinnya adalah pemerintah harus korbankan kepentingan dengan menurunkan penerimaan negara. Agar ekspor berjalan cepat sehingga dapat mengurai stok CPO, sehingga dapat menyelesaikan masalah sampai tingkat petani," pungkasnya.