Konten dari Pengguna

Tradisi Panjang Jimat sebagai Misi Dakwah dan Pembentuk Solidaritas Sosial

Inggriana Sahara Bintang
Inggriana Sahara Bintang, lahir di Cirebon, dan sedang menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
16 Januari 2021 16:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inggriana Sahara Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ritual Panjang Jimat (Sumber foto: Alif.id)
zoom-in-whitePerbesar
Ritual Panjang Jimat (Sumber foto: Alif.id)
Setiap daerah memiliki keanekaragaman budaya yang berbeda-beda. Budaya adalah simbol dari konsep-konsep abstrak yang tercipta dalam masyarakat. Artinya, budaya yang ada dalam masyarakat mencerminkan cara berpikir dan perilaku dari masyarakat itu sendiri. Selain itu, budaya juga berfungsi memberikan pedoman arah kehidupan bagi warganya.
ADVERTISEMENT
Keragaman budaya Indonesia salah satunya berada di Cirebon. Cirebon adalah salah satu daerah yang merupakan bagian dari Jawa Barat. Letak geografis Cirebon berbatasan dengan Jawa Tengah dan Kabupaten Kuningan, membuat Cirebon memiliki banyak sekali keragaman budaya, seperti keragaman dalam berbahasa dan bermasyarakat. Tidak kalah unik, Cirebon juga memiliki ritual Upacara Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan. Keraton ini terletak di Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, berdiri pada tahun 1430 Masehi oleh Pangeran Cakrabuana yang merupakan putra dari Prabu Siliwangi. Keraton Kasepuhan dinilai menjadi salah satu keraton yang masih terjaga keaslian tradisinya.
Tradisi keraton yang masih dijunjung tinggi hingga saat ini yaitu Tradisi Mauludan setiap tanggal 12 Rabiul Awal untuk memperingati kelahiran kanjeng Nabi Muhammad SAW. Dalam tradisi ini, terdapat ritual Upacara Panjang Jimat, yang mengkonsep Maulud dengan prosesi-prosesi berurutan dan disimbolkan melalui benda-benda tertentu yang memiliki makna tersendiri. Tujuannya agar masyarakat Muslim -khususnya di Cirebon-, selalu menjadikan Nabi Muhammad SAW. sebagai suri tauladan. Tradisi Panjang Jimat juga masih dilaksanakan di daerah-daerah lain seperti Yogyakarta dan Solo, tetapi dengan penyebutan istilah yang berbeda dan disesuaikan dengan kultur adat setempat. Warga Yogyakarta dan Solo menyebutnya sebagai “sekaten”.
ADVERTISEMENT
Tradisi panjang jimat membuat warga sekitar dan abdi ndalem keraton berkumpul menjadi satu. Sosiolog Emile Durkheim, pernah mengatakan bahwa sistem ritual akan membentuk sebuah komunitas, dari komunitas tersebut akan tercipta solidaritas sosial antar masyarakat. Masyarakat yang setiap harinya memiliki kesibukan masing-masing, akan saling bertemu dan berkumpul untuk ikut berpartisipasi dalam prosesi upacara Panjang Jimat.
Sebelum hari pelaksanaan panjang jimat tiba, keluarga keraton sudah menyiapkan segala peralatan yang akan dipakai. Selain itu, keluarga keraton juga menyiapkan tempat untuk para tamu undangan dan masyarakat yang ingin ikut menyaksikan.
Upacara Panjang Jimat diawali dengan pembacaan sholawat nabi dari ba’da maghrib sampai pukul 21.00 WIB. Ritualnya dibagi menjadi sembilan bagian yang mempunyai peranannya masing-masing. Selain itu, tradisi panjang jimat memiliki urutan-urutan tertentu yang menggambarkan proses kelahiran Nabi Muhammad SAW. dengan dilambangkan simbol-simbol tertentu yang sarat akan makna filosofi dan nilai-nilai luhur.
ADVERTISEMENT
Prosesi upacara Panjang Jimat merupakan puncak dari tradisi Muludan. Kata “Panjang” bermakna tanpa batas seumur manusia, serta “Jimat: yang merupakan singkatan bahasa Jawa Cirebon yaitu “Ji” yang artinya siji atau satu, dan “mat” yang artinya dirumat atau selalu dijaga (Elis, dkk: 2018). Dapat diartikan, yang dimaksud panjang jimat adalah syahadat yang harus selalu dijaga. Artinya, sebagai seorang Muslim, harus selalu mengingat Allah SWT. sebagai Tuhan dengan mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Tradisi Panjang Jimat sudah ada sejak zaman wali songo memimpin di tanah Jawa, yakni sekitar tahun 1430 Masehi. Tradisi Panjang Jimat mengalami perubahan dari masa ke masa. Perbedaannya ada pada partisipan. Jika zaman dahulu, upacara Panjang Jimat hanya boleh dilakukan oleh keluarga dan karabat Sultan saja, tetapi saat ini bisa disaksikan oleh masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Perkembangan selanjutnya dari prosesi Panjang Jimat dilatarbelakangi oleh budaya yang ada di masyarakat, yang lambat laun mulai terkikis. Maka pihak keraton berinisiatif untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat agar menyediakan hiburan pasar malam di area keraton, tentunya dengan tidak mengurangi kekhusyukan ritual. Tujuannya adalah membuat masyarakat tertarik menghadiri prosesi ritual Panjang Jimat, dan mempelajari serta melestarikan budaya tersebut. Tidak hanya itu, hiburan pasar malam ini juga efektif untuk menaikkan sumber penghasilan masyarakat setempat dan pendapatan bagi daerah.
Akibat perkembangan zaman dan globalisasi, masyarakat saat ini mulai menampilkan sikap acuh terhadap kebudayaan-kebudayaan lokal, mereka lebih tertarik untuk mengonsumsi budaya asing yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai dan budaya bangsa. Sehingga, keunikan dan kekhasan tradisi keraton dianggap tidak istimewa lagi. Faktor ini menyebabkan banyak generasi muda enggan untuk mempelajari dan melestarikan budaya setempat.
ADVERTISEMENT
Padahal, banyak sekali tradisi-tradisi yang di dalamnya terkandung makna-makna istimewa. Seperti tradisi Panjang Jimat, yang mengandung banyak makna seperti makna religius untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. dan menjadikannya suri tauladan, makna solidaritas sosial karena mempersiapkan upacara dengan saling gotong-royong, dan juga makna historis karena berkaitan dengan budaya yang ada sejak zaman dahulu.
Perlu dilakukan edukasi dan promosi pada masyarakat agar menyadari bahwa pentingnya menjaga kebudayaan-kebudayaan lokal yang ada, jangan sampai budaya kita diakui negara lain, karena itu sangatlah menyakitkan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang banyak memiliki seni dan budaya.