Konten dari Pengguna

Efek Domino PPN 12 Persen

Ressy Nisia
Kepala Unit di BIMBA AIUEO Kertasari, Ciamis Pemerhati Pendidikan dan Keluarga
22 Desember 2024 9:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ressy Nisia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pajak (Sumber : Canva.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pajak (Sumber : Canva.com)
ADVERTISEMENT
Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 1 Januari 2025 masih menuai pro dan kontra di masyarakat. Meskipun kenaikan PPN 12 persen dikatakan tidak menyasar semua barang dan jasa, hanya berlaku pada barang mewah saja. Namun, masyarakat masih mempertanyakan definisi barang mewah yang dimaksud, sebab pada akhirnya kenaikan pajak 12 persen menyasar hampir semua barang dan jasa yang kena pajak.
ADVERTISEMENT
Ekonom yang merupakan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan catatan itu maka PPN 12% masih berdampak luas bagi banyak barang yang dikonsumsi masyarakat. (CNBC, 17/12/2024)
"Bahkan deterjen dan sabun mandi apa dikategorikan juga sebagai barang orang mampu? Narasi pemerintah semakin kontradiksi dengan keberpihakan pajak," kata Bhima dikutip dari siaran pers, Selasa (17/12/2024).
Efek Domino PPN 12 Persen
Dilansir dari laman Kementrian Keuangan RiI, target pendapatan negara tahun 2025 sebesar Rp 3005,1 triliun, dengan target penerimaan pajak sebesar Rp 2.189,3 triliun atau tumbuh 13,9 persen dari outlook 2024. Pertumbuhan pajak 2025 akan ditopang oleh PPh nonmigas, serta PPN dan PPnBM.
Maka tidak heran jika kenaikan PPN menuai pro kontra di tengah masyarakat luas. Definisi mewah pada PPN 12 persen sendiri masih menjadi perbincangan, karena pengecualian hanya terbatas pada bahan pangan, pendidikan, kesehatan serta transportasi, itupun masih ada yang diluar daftar seperti pangan, pendidikan serta kesehatan premium tetap mengalami kenaikan. Di luar itu, alat mandi, cuci, tepung, bumbu, alat elektronik, transaksi elektronik dan berbagai kebutuhan lainnya mengalami kenaikan.
ADVERTISEMENT
Penerapan PPN 12 Persen ini semestinya dikaji kembali agar tidak salah sasaran dan justru menyengsarakan rakyat kecil. Pemerintah perlu mewaspadai efek spillover, dimana kenaikan harga barang mewah dapat mempengaruhi biaya barang lain yang lebih esensial, seperti logistik dan transportasi.
Efek spillover dari PPN 12 persen akan berdampak pada kelas menengah. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia tahun 2024 sebanyak 66,35 persen dari total penduduk Indonesia dengan total konsumsi 81,49 persen dari total konsumsi masyarakat. Penerapan PPN 12 persen akan berimplikasi berkurangnya daya beli masyarakat, yang selanjutnya akan membuat penurunan jumlah kelas menengah. Penurunan kelas menengah ini secara otomatis membuka lebar disparitas sosial sebagai masalah baru.
ADVERTISEMENT
Pajak dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme
Pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme merupakan sebuah keniscayaan. Lebih dari 80 persen pembiayaan negara bersumber pada pajak. Padahal jika kita kaji lebih jauh, Indonesia memiliki begitu banyak sumber daya alam (SDA) yang bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan negara yang besar.
Namun sayang, pengadopsian kapitalisme meniscayakan menyerahan pengelolaan SDA yang berlimpah pada pasar bebas (liberalisme). SDA diswastanisasi dengan istilah investasi kepada pihak swasta lokal, asing, serta aseng yang berakibat negara tidak memperoleh hasil yang besar atas pemanfaatan SDA tersebut. Sehingga negara sebagai regulator melaksanakan pembiayaan negara meminta dari rakyat melalui pajak.
Padahal telah diejawantahkan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 188, “Dan janganlah kamu makan (mengambil) harta (orang-orang) diantara kamu dengan jalan yang bathil”.
ADVERTISEMENT
Pajak dikatakan bathil karena pungutan tersebut dilakukan dengan memaksa, sebagai suatu kewajiban, tanpa melihat kemampuan orang yang dibebani pajak apakah ia mampu dan ridha. Di luar itu, pembiayaan negara seharusnya menjadi kewajiban negara sebagai pengurus. Sebagaimana Islam mengatur pembiayaan negara melalui Baitul Maal.
Baitul Maal merupakan jantung sebuah negara, dimana pendapatan dan pembelanjaan negara bersandar pada izin Allah swt melalui wewenang Khalifah. Penerimaan negara diperoleh dari kepemilikan umum berupa SDA dan berbagai harta yang tidak boleh dimiliki individu, kepemilikan negara berupa lahan dan berbagai instrumennya yang dikuasai dan dikelola negara, serta zakat dari para orang kaya atau aghniya'. Selain itu memperoleh pendapatan lain seperti kharaj, fa’i, ghanimah harta orang murtad dan berbagai pendapatan lainnya yang dibolehkan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan dan pendistribusiannya pun dengan izin Allah melalui wewenang khalifah. Sehingga Islam tidak mengenal istilah subsidi atau premium, karena semua kebutuhan primer rakyat diberikan secara gratis, berkualitas dan terjangkau. Pendapatan negara yang besar pun lebih dari mencukupi untuk membiayai pembangunan infrastruktur serta berbagai pembiayaan negara lainnya sehingga sebuah negara yang Islami tidak akan menarik pajak untuk keberlangsungan negara. Pungutan dalam Islam hanya diambil jika kondisi Baitul Maal kosong, itupun hanya dalam kondisi darurat.
Melalui penerapan Islam secara kaffah, negara akan memperoleh pendapatan yang besar dan melimpah sehingga memungkinkan negara mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memaksimalkan pembangunan negara tanpa membebani rakyat.
Wallahu a’lam bishawab.