Konten dari Pengguna

Makan Bergizi Gratis Rp 10.000,- Apakah Relevan dengan Kebutuhan Gizi Rakyat?

Ressy Nisia
Kepala Unit di BIMBA AIUEO Kertasari, Ciamis Pemerhati Pendidikan dan Keluarga
4 Desember 2024 12:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ressy Nisia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Makanan Bergizi (Sumber : Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Makanan Bergizi (Sumber : Pixabay)
ADVERTISEMENT
Presiden Prabowo Subiyanto telah menetapkan anggaran Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang semula Rp 15.000,- menjadi Rp 10.000,- . Dengan pertimbangan tidak mencukupi anggaran, Prabowo meyakini alokasi tersebut cukup untuk di daerah-daerah mengingat MBG merupakan program kesejahteraan tambahan bagi rakyat.
ADVERTISEMENT
“Kita ingin Rp 15.000,- tapi kondisi anggaran mungkin Rp 10.000,- . Kita hitung itu untuk daerah-daerah cukup, cukup bermutu dan bergizi.” kata Prabowo, Jumat, 29 November 2024 (Tempo.co, 1/12/2024)
Pihak Istana Negara mengungkapkan, MBG senilai Rp 10.000,- per porsi sudah diuji selama hampir satu tahun di berbagai daerah. Dengan anggaran Rp 10.000,- per porsi, program MBG dianggap layak karena telah memenuhi ketercukupan 600-700 kalori.
Lebih lanjut Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyatakan dengan anggaran Rp 10.000,- program ini diharapkan mampu menyasar 82,89 juta jiwa pada 2027.
"Target kami tahun 2027 mencakup 82,9 juta jiwa. Bulan Desember 2024 kita mulai pilot project dari Sabang sampai Merauke, Januari 2025 kita akan melakukan program (MBG) secara masif, mulai dari 923 titik," katanya, pada 25 November 2024.
ADVERTISEMENT
Urgensi MBG
Kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan primer setiap individu, terpenuhinya kebutuhan akan makanan individu bukan hanya terkait jumlah konsumsi makanan, tetapi harus mampu memenuhi standar kebutuhan gizi bagi tubuh.
Sebagai mana peribahasa, “mensana in corpore sano”, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Untuk menumbuhkan bibit peradaban yang baik, harus disokong dengan keterpenuhan kebutuhan gizi individunya. Agar kelak, generasi yang dihasilkan merupakan generasi yang kuat secara fisik sehingga maksimal dalam beraksi, berdaya dan berkarya untuk bangsa.
Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pangan, negara wajib memastikan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang aman, bergizi dan bermutu.
Atas dasar inilah makanan bergizi merupakan hak warga negara yang wajib dipenuhi oleh negara. Sangat disayangkan jika basic needs akan makanan bergizi saat ini masih terbatas sebagai program kesejahteraan rakyat tambahan saja. Apalagi objek konten program dibatasi pada siswa dari SD sampai SMA dan ibu hamil, yang pelaksanaanya terbatas pada makan siang.
ADVERTISEMENT
Tantangan MBG
Dengan alokasi anggaran Rp 10.000,- per porsi, banyak yang menilai hal ini akan menjadi tantangan program MBG, mengingat setiap daerah tidak memiliki harga pangan yang sama. Wilayah pulau Jawa yang memiliki banyak petani sayur, peternak dan pasar memungkinkan dengan alokasi harga yang ditetapkan mampu mencukupi standar gizi. Namun bagaimana dengan Kalimantan, Papua atau daerah lainnya yang terbatas dengan petani sayur, peternak dan jauh dari lokasi pasar, pendistribusiannya akan mempengaruhi harga sayur, daging dan buah lebih mahal dari di Jawa. Cukupkah alokasi anggaran yang ditetapkan memenuhi standar gizi?
Selain itu, tingginya inflasi dan fluktuasi harga pangan bisa menghambat terpenuhinya makanan bergizi dengan alokasi anggaran yang telah ditetapkan. Siapa yang bisa mejamin stabilitas harga dalam 6 bulan atau 1 tahun ke depan akan tetap sama? Jika anggaran yang ditetapkan masih sama sementara ada ketidakpastian pasar dalam menentukan harga, akankah program tersebut memenuhi standar gizi? Ataukah ada penurunan komposisi dan nilai gizi di dalamnya?
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kebutuhan akan makanan bergizi ini seharusnya tidak hanya menyasar ibu hamil dan anak sekolah saja, tapi rakyat Indonesia secara keseluruhan. Pemenuhan kebutuhan makanan bergizi diharapkan tidak terbatas pada pengadaan makan siang saja, pemerintah sebagai pembuat kebijakan diharapkan mampu memastikan semua makanan yang dikonsumsi oleh rakyat bergizi.
Di sisi lain, keterbatasan anggaran tidak mampu menambah lagi alokasi anggaran untuk makanan bergizi gratis. Pendapatan negara yang sebagian besar mengandalkan pajak dan utang luar negeri, tidak memungkinkan mengcover kebutuhan pangan rakyat secara keseluruhan.
Ini membingungkan, pendapatan negara yang lebih dari 48 persen berasal dari pajak rakyat, dialokasikan untuk makan rakyat lagi. Dengan kata lain, rakyat harus membayar makan bergizi dari uang rakyat itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Untuk mensukseskan program MBG, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengatakan dalam waktu dekat pihaknya berencana membuka kemitraan program MBG melalui website. Program MBG ini terbuka pada bentuk dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) maupun komersil dengan menjual produk. (CNN, 3/12/2024)
Sangat disayangkan, kebutuhan makanan bergizi yang merupakan amanah konstitusi dikapitalisasi pada pihak swasta akibat kurangnya anggaran. Padahal Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam (SDA) yang bisa dijadikan sebagai salah satu pendapatan utama negara. Namun sistem ekonomi kapitalisme menihilkan kepemilikan umum. Akhirnya, SDA di swastansasi kepada swasta lokal, asing dan aseng, sehingga negara sebagai regulator tidak mendapatkan hasil pengelolaan SDA secara utuh.
Rencana kapitalisasi atas program MBG dengan pihak swasta, sekilas terlihat baik untuk pemenuhan kebutuhan rakyat. Namun di sisi lain, kapitalisasi mega proyek ini dikhawatirkan berujung bisnis terhadap rakyat yang menguntungkan para kapitalis (pemilik modal).
ADVERTISEMENT
Pemenuhan Gizi Rakyat adalah Amanah
Secara de jure, negara memiliki kewenangan absolut dalam kepengurusan rakyat. Namun, pemenuhannya bukan hanya terbatas pada qimah insaniyah (nilai kemanusiaan) saja, tapi sebagai qimah ruhiyah (nilai ibadah) yang akan Allah mintai pertanggung jawaban.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya”.
Dengan energi ruhiyah tersebut, negara akan bersungguh-sungguh menjadi raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyat. Termasuk dalam pemenuhan gizi rakyat, Islam menjadikan standar kesejahteraan pada kesejahteraan individu, bukan berdasar pendapatan rata-rata pada rakyat seperti saat ini.
Islam mendorong negara untuk memastikan kebutuhan primer individu (pangan, sandang, papan) terpenuhi. Kebijakan pemenuhan kebutuhan individu tidak dibatasi pada objeknya, kebijakan pemenuhan gizi menyasar rakyat secara luas, tidak dibatasi oleh profesi, usia dan tingkat ekonomi. Setiap warga negara dalam Islam wajib terjamin kebutuhan gizinya.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan primer individu dan kebutuhan primer kolektif (pendidikan, kesehatan, keamanan), Islam mewajibkan negara untuk menerapkan sistem ekonomi Islam. Negara dalam Islam memiliki Baitul Maal dengan 3 sumber pendapatan; kepemilikan umum (SDA), fai dan Kharaj, serta zakat.
Dengan sumber pendapatan yang banyak tersebut, Islam mampu meriayah rakyat termasuk dalam pemenuhan gizi rakyat secara halal, gratis dan thayyib. Di samping terpenuhinya kebutuhan gizi individu, Islam memiliki program makanan bergizi gratis Daarun ad Daaqiq (rumah tepung untuk para musafir) pada masa Khalifah Umar bin Khattab, Daar ad Dhiyafah (hotel yang menyediakan makanan dan minuman gratis bagi fakir miskin dan para musafir), Imarat (dapur umum) berbasis wakaf.
Pemenuhan gizi rakyat bukan hanya untuk kebutuhan materi saja, tetapi wujud ketaatan pada Allah swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang diriwayatkan Tirmidzi dan Ibnu Majah, “Barangsiapa pada pagi dalam kondisi aman jiwanya, sehat badannya dan punya bahan makanan cukup pada hari itu, seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya”.
ADVERTISEMENT
Wallahu a’lam bishawab.