Konten dari Pengguna

Mencermati Implikasi Kudeta Bashar Al-Assad bagi Masa Depan Negara Suriah

Ressy Nisia
Kepala Unit di BIMBA AIUEO Kertasari, Ciamis Pemerhati Pendidikan dan Keluarga
15 Desember 2024 1:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ressy Nisia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Bashar al-Assad (Sumber : Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Bashar al-Assad (Sumber : Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Oposisi Suriah mengumumkan pada hari Ahad bahwa mereka telah membebaskan Damaskus dan menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad, yang berlangsung selama 24 tahun. Pernyataan oposisi di televisi pemerintah berbunyi: “Berkat karunia Allah, kota Damaskus telah dibebaskan dan tiran Basyar al-Assad telah digulingkan”. Pihak oposisi menambahkan bahwa semua tahanan telah dibebaskan”. (Asy-Syarqu al-Awsath, 7/12/2024).
ADVERTISEMENT
Runtuhnya tiran Bashar al-Assad oleh Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) membawa angin segar bagi warga Suriah, setelah sebelumnya terintimidasi sejak kepemimpinan Presiden Hafez Al-Assad pada tahun 1971. HTS mengkudeta Bashar dalam 11 hari dengan menguasai kota perbatasan Turki, Aleppo, Hama, Homs dan Damaskus.
Berbagai reaksi warga Suriah atas tumbangnya tiran al-Assad bermunculan, dari yang merayakan di jalan raya, menjarah rumah al-Bassad hingga membakar Istana Negara.
Tiran Al-Assad
Rezim Al-Assad menciptakan agama dengan haknya sendiri, semua retorika resmi dipenuhi dengan unsur-unsur transendental dan metafisik yang menyangkut pengkultusan kepribadian Presiden.
Profesor Studi Timur Tengah di Bonn International Centre, Dr. Esther Meininghaus menulis, “Dengan mengacu pada agama, rezim Assad berhasil berupaya untuk mempromosikan sistem nilai yang pada akhirnya berakar pada visi Ba'thist untuk masyarakat Suriah”.
ADVERTISEMENT
Selama masa pemerintahannya, keluarga Assad mengkultuskan kepemimpinan presiden dengan sebutan “Presiden Abadi”. Bahkan baru-baru ini ada slogan “Bashar, Alloh, Suriyya wa bas” (Bashar, Alloh, dan Suriah itu saja).
Para akademisi dan analis menilai kepresidenan Bashar merupakan kediktatoran yang sangat personalis, menjadikan Suriah sebagai negara polisi totaliter dengan banyak penggaran HAM dan penindasan yang kejam.
Konflik Multifaset di Suriah
Sejak Maret 2010, terjadi gelombang revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di Arab atas penindasan rezim, orang barat menyebut fenomena ini sebagai Arab Springs. Sejak saat itulah Suriah terlibat perang multifaset dengan sejumlah negara di dalam dan di luar kawasan.
Akibatnya, muncul sejumlah entitas politik yang memproklamirkan diri di wilayah Suriah, diantaranya Oposisi Suriah, Rojava, Tahrir al-Sham dan kelompok Negara Islam (ISIS).
ADVERTISEMENT
Konflik multifaset membuat Suriah terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok rezim Al-Assad (di bawah dukungan Rusia, Iran dan Hizbullah), kelompok Syiria National Army (di bawah dukungan Turki, Qatar, Saudi), kelompok Kurdi (di bawah dukungan Amerika) dan sisanya ISIS.
Kekejaman perang saudara di Suriah, menjadikan Suriah menduduki peringkat terakhir pada Indeks Perdamaian Global dari 2016 hingga 2018, menjadikannya negara paling kejam di dunia karena perang.
Menurut UNHCR, Juli 2015, konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 570.000 orang, menyebabkan 7,6 juta pengungsi internal.
Benarkan Suriah Telah Merdeka?
Dilansir BBC (28/11/2024), faksi yang ikut serta dalam penyerangan adalah “Ruang Operasi Al-Fath Al-Mubin” yang dipimpin oleh Hay'at Tahrir Al-Sham dan termasuk Front Pembebasan Nasional yang didukung Turki, dan kelompok Jaysh Al-Izza, serta Tentara Nasional Suriah (Syria National Army-SNA), yang mewakili aliansi faksi oposisi yang didukung Turki dan tidak terlibat dalam ruang operasi Al-Fath Al-Mubin.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, faksi-faksi yang berpartisipasi dalam serangan tersebut berafiliasi dan setia kepada Turki. SNA adalah bentukan Turki, HTS juga dibawah pengawasan dan kendali Turki.
Peristiwa ini dilatari keinginan solusi politik Turki dengan Bashar melalui perundingan damai, sama seperti "fase baru" yang Amerika inginkan. Namun Bashar mengira memperoleh keuntungan dengan tidak memberikan tanggapan secara cepat, sehingga menunda-nunda jawabannya.
Erdogan yang kesal dengan hal ini, dengan restu Amerika, memberi pelajaran kepada Bashar. Ia mendorong faksi oposisi untuk menyerang, dengan memberi dukungan senjata dan informasi intelijen yang diperlukan.
Di sisi lain Iran dan Rusia yang terafiliasi dengan rezim al-Assad, keduanya terkejut atas kudeta tersebut. Rusia langsung mengamankan Pangkalan Udara Hmeimim dan Pangkalan Laut Tartous kemudian mengadakan diskusi antara Mentri Luar Negeri Iran, Araqchi, dengan timpalannya dari Rusia, Lavrov. (Anatolia, 30/11/2024)
ADVERTISEMENT
Entitas Yahudi pun ikut panik, karena pasukan Assad di Suriah utara diserang faksi-faksi terkoordinir. Seperti dilansir Al Jazeera net (1/12/2024), tentara Israel mencegah pesawat Iran mendarat di Suriah karena dicurigai membawa senjata unutk Hizbullah, Libanon.
Kudeta atas Bashar tidak lantas membuat masyarakat Suriah merdeka, mereka saat ini layaknya makanan di atas meja yang siap diperebutkan mangkuk-mangkuk kekuasaan. Berakhir dari satu rezim, dinanti oleh rezim lainnya.
Suriah menjadi menarik untuk diperebutkan karena merupakan bagian dari Levant, wilayah yang menghubungkan Mediterania dan pedalaman Arab, yang kaya akan SDA, budaya serta nilai startegis sebagai rute perdagangan dan kampanye militer.
Pembentukan Negara Shahih
Merespon tumbangnya Bashar oleh HTS, Pengamat Hubungan Internasional dari Geopolitical Institute Hasbi Aswar, Ph.D. dalam interview di Rayah TV menyatakan, “Hanya melakukan perjuangan bersenjata itu bukanlah tolak ukur yang benar untuk mendirikan negara yang benar”.
ADVERTISEMENT
Hasbi menilai, mendirikan negara butuh pemikiran yang disebarkan, dipahami dan diterima oleh masyarakat sehingga menghasilkan pemikiran yang shahih (benar). Sebuah kelompok politik akan mencapai perubahan yang benar apabila memiliki fikrah yang benar juga metode yang benar dalam menjalankan fikrahnya.
Dalam hal ini HTS sebagai pemenang perang melawan rezim Bashar perlu menyandarkan fikrahnya berdasarkan hukum Islam dan turunannya, sehingga mampu mengajak faksi-faksi lain atau kelompok-kelompok pejuang lain menerapkan ideologi Islam yang bebas dari kepentingan dan solusi-solusi sekuler yang merusak.
Fokus perjuangan pemikiran diarahkan untuk menciptakan kesadaran umum serta kesadaran politik berdasarkan kesadaran Islam, agar pengorbanan pembebasan dari tiran Bashar tidak sia-sia atau hanya menjadi euforia semata. Dengan metode ini, Suriah diharapkan merdeka secara hakiki di atas tanahnya sendiri, merdeka dari penjajahan, konflik kepentingan dan konfrontasi pihak manapun.
ADVERTISEMENT
Sungguh, apa yang telah dan sedang terjadi pada Suriah saat ini sangat menyayat hati. Darah yang bergelimangan, rumah-rumah yang rusak, keluarga yang tercerai berai menyeru seluruh rakyat, kelompok para pejuang dan para tokoh masyarakat untuk menegakan negara yang Islami. Sebuah negara yang menyandarkan fikrah dan metode penerapan fikrahnya pada kesadaran akan Islam. Sebuah negara yang menjamin kesejahteraan, kemananan dan persatuan umat, yang merdeka dari tekanan dan tunggangan kepentingan pihak asing.
“Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman” (TQS Ash-Shaff : 13)
Wallahu a’lam bishawab.