Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Sinergitas 3 Pilar Atasi Deret Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan
23 Maret 2025 10:50 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ressy Nisia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada tahun 2024 sebanyak 573 kasus, meningkat 100 persen dari tahun 2023 yang tercatat sebanyak 285 kasus.
ADVERTISEMENT
Adapun jenis kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan yaitu kekerasan seksual sebanyak 42 persen, perundungan 31 persen, kekerasan fisik 10 persen, kekerasan psikis 11 persen dan kebijakan administratif 6 persen.
Tingginya kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan diperkuat data Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) yang mencatat dalam rentan waktu Januari hingga Agustus 2024 ada setidaknya 101 korban kekerasan seksual. Korbannya adalah anak laki-laki sebanyak 69 persen dan anak perempuan sebanyak 31 persen.
Deret kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan pun terus berlanjut di 2025. Dilansir dari berbagai media, kekerasan seksual guru terhadap siswa pada tahun 2025, diantaranya: guru honorer SMP di Bengkulu yang mencabuli 11 siswinya; guru SD di Lebak, Banten mencabuli 14 siswinya; guru SD di Sikka, NTT mencabuli 8 siswinya; guru SMK di Kalideres, Jakarta Barat melecehkan 40 siswinya.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, lingkungan pendidikan yang diharapkan sebagai tempat paling aman dan mulia justru jadi tempat paling tidak aman bagi putra putri bangsa akibat ulah para oknum guru yang keji.
Guruku Sayang, Guruku Menyerang
"The future of the world is shaped in the classroom."
Banyak orang mengatakan masa depan dunia dibentuk di dalam kelas. Sekolah merupakan institusi pendidikan formal pertama bagi anak untuk membentuk kepribadian serta menambah ilmu demi mengejar cita-cita mulia. Namun kemuliaan institusi pendidikan ini mendapat rapor merah akibat para oknum guru tidak terpuji. Anak-anak yang oleh orang tuanya dibesarkan dengan keringat, do'a dan harapan, dinodai dengan cara tidak terpuji oleh gurunya sendiri. Guru yang seharusnya menjadi tempat berpijak, menatap dan menetap, kini menjelma menjadi sosok monster yang ramah dengan keseharian anak-anak kita.
ADVERTISEMENT
Paparan berbagai media dengan tayangan pornoaksi dan pornografi merangsang para oknum guru berlaku keji terhadap siswa-siswinya. Namun apakah tayangan media sebagai satu-satunya faktor pendorong perbuatan keji tersebut?
Dalam hal penanganannya, kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan masih bersifat kuratif. Tidak jarang kasus hanya cukup dengan mediasi berakhir damai, tanpa ada kejelasan hukum. Rapuhnya sistem sanksi mendorong bertambahnya kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah, menumbuhkan kepercayaan diri pelaku untuk mengulangi perbuatan kejinya dan ditiru oleh sekitarnya.
Sinergitas 3 Pilar
Manusia dibekali 3 thaqah hayawiyyah (potensi kehidupan) yaitu aqliyyah (akal), gharizah (naluri) dan hajatul 'udhawiyyah (kebutuhan jasmani). Kebutuhan seksual merupakan bagian dari gharizah an-naw' (naluri melestarikan keturunan) yang dimiliki setiap manusia.
Gharizah an-naw' hanya akan bangkit jika ada rangsangan dari luar, tidak terpenuhinya naluri tidak akan menimbulkan kematian tetapi hanya menimbulkan kegelisahan dan kesedihan. Merupakan hal yang alamiah jika setiap manusia memiliki hasrat seksual, namun dalam pemenuhannya Islam mengatur bahwa pemenuhan naluri harus sesuai dengan tujuan penciptaannya. Demikian pula gharizah an-naw' pemenuhannya harus sesuai tujuan penciptaannya yaitu melestarikan keturunan. Sehingga pemenuhan hasrat seksual dalam Islam hanya diperbolehkan kepada pasangan yaitu suami atau istri dengan dorongan ketakwaan dalam rangka melestarikan keturunan.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana diejawantahkan dalam QS An-Nisa' ayat 1, "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak".
Gharizah an-naw' akan bangkit melalui fakta terindera dan pemikiran. Sehingga untuk mengendalikannya diperlukan kerja sama dari berbagai pihak agar rangsangan tersebut tidak memicu pandangan dan pikiran individu membangkitkan gharizah an-naw'.
Oleh sebab itu, Islam menggagas sekolah yang aman dari kekerasan seksual di lingkungan sekolah melalui 3 pilar berikut:
Pertama, setiap individu perlu mengkaji Islam secara kaffah. Dengan demikian setiap individu akan melandaskan setiap amal perbuatannya dengan halal-haram dan hisab.
Kedua, perlu adanya kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai Islam sebagai pengatur gerak kehidupan. Perlunya memasyarakatkan tentang an-nizham al-ijtima'i (pergaulan laki-laki dan perempuan). Menerapkan an-nizham al-ijtima'i dalam kehidupan khusus, diantaranya menghindari campur baur laki-laki dan perempuan kecuali dalam 3 hal yaitu perdagangan, pendidikan dan pengobatan. Menghindarkan laki-laki dan perempuan berkhalwat (berduaan) tanpa mahram. Lebih lanjut masyarakat didorong untuk beramar ma'ruf nahyi munkar, dengan demikian setiap individu mendapat kontrol dari masyarakat sekitarnya perihal kehidupan terpisah antara laki-laki dan perempuan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, negara sebagai raa'in (pengurus rakyat) berkewajiban berdakwah terhadap yang dipimpinnya. Dakwah tersebut meliputi penerapan aturan Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan, yang berupa muamalah dan 'uqubah.
Negara berupaya membuat dan menerapkan kebijakan berdasarkan syariah dalam sistem pendidikan dan sistem sosial. Kurikulum pendidikan dan interaksi dalam lingkungan pendidikan harus sesuai tuntunan syariah: tidak boleh adanya campur baur laki-laki dan perempuan; proses belajar mengajar harus menghasilkan kepribadian dan pemikiran Islami; dan menjadikan halal-haram sebagai ukuran setiap amal perbuatan. Negara juga mengatur pemblokiran tayangan berbagai media dari pornoaksi dan pornografi agar tidak merusak pikiran rakyatnya. Kemudian negara menerapkan sistem 'uqubah yang tegas, hukuman atas setiap tindakan asusila berupa kekerasan seksual di lingkungan pendidikan harus jawabir (penebus dosa) dan zawajir (memberi efek jera). Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual disesuaikan dengan tingkatan ringan dan berat kasusnya, dari mulai cambuk 100 kali hingga hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Sinergitas tiga pilar tersebut diharapkan mampu menjadi tindakan preventif dan kuratif bagi kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan serta mendorong terciptanya lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi siswa.
Wallahu a'lam bishawab