Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kecamatan Bayan: Antara Kekeringan Ekstrem dan Kebangkitan Pascagempa
5 Desember 2018 10:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
Tulisan dari Inisiatif Zakat Indonesia IZI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perhitungan jarak tempuh dari SMA Negeri 1 Bayan menuju posko IZI di Dangiang Timur, Desa Dangiang, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, sekitar 17 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Setidaknya, itu yang diinformasikan oleh Google Maps.
ADVERTISEMENT
Kami bergerak menuju posko pada pukul 11.00 WITA dari penginapan Puri Ayu. Seorang pegawai berjilbab mengantarkan kami menuju pintu keluar, lalu mengucapkan kalimat perpisahan dan berharap suatu hari nanti kami dapat berkunjung lagi.
Jalanan aspal sepanjang Kecamatan Bayan saat itu masih panas dan berdebu. Warna-warna seperti hijau dan kuning mengisi sisi-sisi jalan. Hal itu menandakan Kecamatan Bayan ikut merasakan keringnya musim kemarau Lombok Utara.
Setiap kali melewati jembatan penghubung, setiap itu juga kami menyadari bahwa sungai-sungai tak lagi dialiri air. Jejak aliran sungai itu dipenuhi debu dan rerumputan. Kekeringan yang terjadi sangat ekstrem. Maka tidak salah, jika resepsionis Puri Ayu meminta maaf atas pelayanan mereka, terutama mengenai ketersediaan air di penginapan.
Melalui pelayanan yang baik dari pihak penginapan Puri Ayu tersebut, tim IZI menyadari satu hal kecil yang penting: kehadiran kemarau yang berkepanjangan tidak memupus harapan warga Lombok Utara untuk bangkit; mencari nafkah. Apalagi, Lombok baru-baru saja dilanda gempa berkekuatan 7,0 magnitudo pada tanggal 5 Agustus kemarin.
ADVERTISEMENT
Di pinggiran sepanjang Jalan Raya Bayan, cukup semarak toko, warung, dan penjaja Pertamini. Padahal, jalan raya tersebut terlihat sangat sedikit pengendara. Kurangnya peminat terkesan barang dagangan mereka tidak menarik pada hari ini, tetapi bukan berarti di lain hari tidak memiliki harapan. Roda ekonomi berjalan seiring nafas manusia masih berhembus. Begitu pun, membangun kehidupan memerlukan waktu yang panjang.
Perjalanan beberapa menit seakan berjam-jam di sepanjang Jalan Raya Bayan ini. Pemandangan indah bercampur aduk dengan sisa tragedi dan semangat untuk bangkit. Pasir pantai, retakan aspal, pepohonan rindang nan hijau, dan fondasi-fondasi bangunan yang ditinggalkan.
Para lelaki yang mengonstruksi kembali rumahnya. Mereka menyatu dalam satu kuasan momentum yang menarik dan bernilai, sehingga kami tak kuasa untuk berlama-lama di pinggir Jalan Raya Bayan.
ADVERTISEMENT
Keluar dari gapura Desa Akar-Akar, tim IZI meminggirkan sepeda motor demi mencari makan siang. Tak terasa, satu jam perjalanan telah dipenuh.
Seorang ibu tampak berteduh di bawah tenda dagangan. Tampak jelas dari kejauhan yang dijual olehnya adalah beraneka macam makanan. Tenda yang menaunginya tampak kecil, sehingga sang ibu menaruh segala perlengkapan masak dan dagangannya dengan seadanya.
Nama ibu tersebut Siti Khadijah. Ia dan suaminya bermigrasi dari Lombok Tengah ke Lombok Utara ini sekitar dua tahun yang lalu. Saat bangunan rumah barunya sedang dalam proses pengecatan akhir, gempa melanda dan menghancurkannya hingga tersisa fondasinya saja.
Bukan saja tempat tinggal, mata pencaharian mereka ikut rusak. Siti Khadijah yang sering menjaga toko milik suaminya ikutan roboh.
ADVERTISEMENT
Kini, suami Khadijah menjaja cilok dari desa ke desa. Wanita itu juga ikut jualan di pinggir jalan, bernaung di bawah tenda pemberian Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.
Semua itu untuk menafkahi diri dan keluarganya pascabencana gempa melanda.
Dzul Ikhsan Relawan untuk Lombok