Konten dari Pengguna

Catatan Belajaraya 2024: Masukkan Untuk Perayaan Pendidikan yang Lebih Baik

Gianluigi Fahrezi
Mahasiswa kesehatan masyarakat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Suka dan berminat pada dunia literasi, terutama dunia bacaan dan penulisan
8 Agustus 2024 12:47 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gianluigi Fahrezi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Poster kegiatan Belajaraya yang menghadirkan beragam narasumber serta musisi untuk merayakan pendidikan. Sumber: Instagram @belajaraya.smsg
zoom-in-whitePerbesar
Poster kegiatan Belajaraya yang menghadirkan beragam narasumber serta musisi untuk merayakan pendidikan. Sumber: Instagram @belajaraya.smsg
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Festival Belajaraya yang digagas oleh Jaringan Semua Murid Semua Guru telah dilaksanakan pada Minggu, (4/8) di Posbloc Jakarta. Acara yang mengambil tagar slogan #havefun sambil #viralin isu pendidikan di Indonesia ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari para penggiat pendidikan, musisi, serta pejabat setingkat Kementerian. Rangkaian acara berlangsung semarak dengan berbagai penampilan musik dan diskusi di panggung utama. Tidak hanya itu, terdapat hampir 50 Kelas Belajar dengan tema-tema variatif dan menarik seputar pendidikan. Masing-masing kelas diampu oleh beragam organisasi yang memiliki perhatian dalam berbagai isu pendidikan, kepemudaan, serta kesehatan. Acara ini pun laku keras. Berdasarkan beberapa unggahan di media sosial, terungkap ribuan orang yang memadati Posbloc dalam Belajaraya tahun ini.
ADVERTISEMENT
Saya pun menjadi salah satu orang yang menikmati semaraknya Belajaraya tahun ini. Akan tetapi, pelaksanaan Belajaraya penuh dengan ingar bingar kemeriahannya juga menyisakan beberapa catatan. Tulisan ini bermaksud untuk mengevaluasi secara konstruktif beberapa masalah yang berhasil saya identifikasi selama mengunjungi Belajaraya tahun ini. Tentunya, saya berharap tiap tahun acara-acara pendidikan seperti ini dapat terus dilaksanakan dengan skala yang lebih masif dan melibatkan lebih banyak orang. Ada total empat hal yang ingin saya coba ulas dalam pelaksanaan Belajaraya kemarin.

Catatan Pertama: Tempat yang Kurang Luas

Pengunjung Belajaraya memadati area panggung utama tempat para musisi akan tampil. Sumber: Instagram @kampusgurucikal
Pada tahun ini, Belajaraya kembali diadakan di Posbloc Jakarta, sama seperti tahun sebelumnya. Gedung yang semula berfungsi sebagai kantor pos zaman kolonial ini dipilih karena menawarkan berbagai tenant dan tempat atau resto makanan yang disulap menjadi kelas-kelas belajar. Ruang tengah Posbloc juga dipakai sebagai panggung utama tempat tajuk “Ngobrol Publik” bersama pegiat pendidikan, musisi, serta pejabat diselenggarakan. Di samping kelebihannya, menurut saya dengan jumlah audiens yang terus meningkat, Posbloc menjadi tempat yang kurang efektif bagi pelaksanaan Belajaraya.
ADVERTISEMENT
Alasan pertama adalah sifat Belajaraya yang mengharuskan pengunjung untuk berpindah. Ditinjau dari susunan kegiatannya, bisa terdapat tiga kegiatan yang berlangsung secara bersamaan: Ngobrol Publik di panggung utama, Kelas Belajar di beberapa titik, serta pameran. Pengunjung yang ingin berpindah, semisal dari panggung utama ke salah satu titik Kelas Belajar harus bersiap-siap bertempur dengan kerumunan massa yang memadati area utama. Selain itu, pada jam-jam sibuk seperti tengah hari, area pameran hampir tidak bisa disinggahi lantaran terlalu padat dengan audiens yang ingin menyaksikan penampilan di panggung. Alhasil sulit untuk menikmati pameran yang disajikan di booth kawasan panggung utama.
Area panggung utama menyisakan beberapa persoalan, terlebih ketika musisi yang didapuk menjadi headline dalam acara ini tampil di sore hari. Pada penampilan RAN dan Tulus, hampir seluruh perhatian tertuju kepada panggung utama. Tidak ada ruang mobilitas yang cukup bagi penonton untuk bisa leluasa berpindah atau sekadar menikmati konser dengan nyaman. Massa yang memadat di area tengah bisa menciptakan kondisi yang pengap sehingga berpotensi membuat penonton pingsan. Meskipun dalam beberapa unggahan di media sosial pihak panitia mengklaim bahwa dari total 12.000 peserta Belajaraya yang hadir tidak ada satu pun yang pingsan, klaim tersebut lantas tidak mematahkan kewajiban panitia untuk tetap memberikan fasilitas dan kemudahan bagi pengunjung.
ADVERTISEMENT
Terlebih, tahun ini panitia mengutip harga tiket yang jauh lebih mahal ketimbang tahun sebelumnya. Tiket masuk Belajaraya dibanderol sebesar 150 ribu rupiah, sudah termasuk tiket konser dan akses masuk kelas-kelas belajar. Nominal tersebut naik dari harga tiket termurah Belajaraya tahun lalu, yaitu 95 ribu rupiah. Dengan kenaikan tersebut, sudah sepatutnya pengunjung mendapatkan akses yang dapat memberikan kenyamanan lebih baik dari pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya.
Saya menyarankan agar pelaksanaan Belajaraya tahun-tahun berikutnya dipindah ke tempat yang lebih luas, seperti di Jakarta Convention Center (JCC) atau Indonesia Conference Exhibition (ICE) BSD. Mengadakan pameran di ruang terbuka seperti Hutan Kota Jakarta/Kebun Raya juga dapat menjadi opsi yang menarik. Apalagi, dari tahun ke tahun animo publik terhadap Belajaraya cenderung meningkat dan organisasi yang berpartisipasi dalam kegiatan ini pun semakin banyak. Dengan tempat yang lebih luas, pengunjung bisa dimobilisasi dengan lebih mudah. Panitia pun dapat mengutip tiket dan mengundang lebih banyak pengunjung jika tempat yang disediakan lebih luas.
ADVERTISEMENT

Catatan Kedua: Alur Keluar-Masuk yang Tidak Tertata

Alur masuk pengunjung Belajaraya 2024 dibatasi hanya boleh lewat pintu utara yang berada di samping Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Tamu-tamu khusus seperti lansia dan penyandang disabilitas diberi akses untuk masuk lewat pintu utara yang langsung menuju pameran utama. Akan tetapi, pengaturan ini memiliki satu kesalahan fatal: Posbloc sejatinya adalah gedung terbuka yang memiliki banyak pintu masuk dan pintu keluar.
Alhasil, antrean mengular panjang di pintu masuk timur bahkan sampai ke GKJ. Pada puncak siang hari, sengat terik matahari membuat pengunjung kepanasan lantaran tidak tersedian tenda yang memayungi pengunjung. Ruang gerak menjadi terbatas dan kerumunan massa juga menimbulkan suasana engap. Meskipun sudah mengantre, saya memperhatikan beberapa pengunjung bisa dengan senonoh masuk tanpa mengantre di pintu timur karena mereka masuk lewat toko/pintu lain. Tentunya hal ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengunjung yang harus menunggu 30 menit lebih untuk masuk ke area utama. Proses menunggu yang lama juga kerap membuat pengunjung melewatkan acara seperti Kelas Belajar yang pembicaranya sudah dinanti-nanti.
ADVERTISEMENT
Terlebih, beberapa sarana seperti toilet dan masjid juga berada di luar area utama Posbloc sehingga pengunjung perlu keluar untuk sekadar membuang hajat. Pada jam-jam sibuk, pengunjung yang kurang beruntung harus mengantre lagi agar bisa masuk ke area kelas dan pentas, tentunya dengan jumlah pengunjung lain yang membludak dan berpanas-panasan dengan teriknya Jakarta. Proses mengantre ini tentunya menghambat pengunjung yang ingin mengikuti Kelas Belajar spesifik, terlebih kuota masing-masing kelas juga terbatas. Alhasil sudah berpanas-panas, tidak dapat kelas.
Masalah ini sejatinya dapat diselesaikan apabila tempat yang disediakan lebih memadai. Selama kegiatan, beberapa toilet yang ada di dalam area Posbloc ternyata tidak berfungsi. Malfungsi seperti ini seharusnya diminimalisasi. Selain itu, perluasan area serta rekayasa pengunjung yang lebih rigid memungkinkan agar antrean tidak begitu mengular. Pada akhirnya, saya tetap teguh pada pendirian bahwa di tahun depan, tempat pelaksanaan Belajaraya harus diganti.
ADVERTISEMENT

Catatan Ketiga: Kuota Kelas Belajar yang Sangat Sedikit

Contoh materi dalam Kelas Belajar yang ada dalam Belajaraya 2024. Sumber: Instagram @belajaraya.smsg
Selama kegiatan, panitia secara total menyediakan tujuh resto/tempat nongkrong yang disulap menjadi Kelas Belajar dengan materi-materi yang menarik. Beberapa kelas berbicara tentang inklusivitas, peran guru dan masyarakat dalam pemajuan pendidikan, sampai demokrasi dan peran pemuda dalam ruang publik yang lebih luas. Akan tetapi, manfaat yang diterima dari penyampaian materi tersebut hanya bisa diakses oleh sekitar 25 orang pada masing-masing kelasnya.
Pembatasan ini, lagi-lagi tentu disebabkan oleh kapasitas tempat yang terbatas. Pada salah satu area belajar, misal di Rumah Makan Karimbi, pengunjung hanya bisa menempati setengah bagian rumah makan sebab setengah lainnya tetap difungsikan untuk area makan pengunjung di luar peserta Belajaraya. Kursi yang disediakan pun terbatas sehingga beberapa penonton terpaksa berdiri menyimak materi dari belakang.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya tempatnya yang terbatas, beberapa Kelas Belajar bagi saya pun terasa kurang nyaman. Pada area kumpul Filosofi Kopi, misalnya, panitia memanfaatkan area tertutup di bagian samping kedai yang dibatas oleh dinding kaca. Ruangan ini tidak dilengkapi oleh pendingin ruangan apa pun sehingga menimbulkan hawa gerah yang sangat. Mengikuti kelas rasanya seperti menghangatkan badan di sauna sebab tangan menjadi sibuk untuk mengipas-ngipas baju dan muka. Beberapa kelas juga terpantau tidak dilengkapi dengan pelantang suara sehingga penyampaian materi dari narasumber menjadi kurang jelas.
Sebagai salah satu daya tarik utama dari Belajaraya, fungsi dan akses ke Kelas Belajar tentu harus dimaksimalkan. Perluasan kapasitas kelas dapat memungkinkan pengunjung yang ingin belajar masuk lebih banyak. Dengan begitu, lebih banyak pengunjung yang dapat memetik manfaat dari diskusi bersama komunitas pendidikan yang dilakukan di ruang yang lebih besar. Dengan kapasitas yang ada, tidak adil rasanya kalau perbandingan pengunjung yang mengikuti Kelas Belajar jauh lebih kecil ketimbang pengunjung yang menghadiri konser dan dialog publik di panggung utama. Panitia juga harus lebih tanggap dalam memastikan ketersediaan peralatan yang menunjang pelaksanaan kelas. Peralatan seperti proyektor dan pelantang menjadi barang dasar yang harus ada agar penyampaian materi di kalangan khalayak ramai dapat lebih efektif.
ADVERTISEMENT

Catatan Keempat: Pengaturan Waktu Kegiatan yang Bertabrakan

Menurut susunan acara, memang Belajaraya diatur sedemikian rupa supaya dalam satu waktu bisa berlangsung dua—tiga kegiatan sekaligus. Akan tetapi, pengaturan seperti ini mempunyai kelemahan: pengunjung cenderung terkonsentrasi pada jam-jam tertentu, terlebih ketika muncul penampilan dari musisi terkenal seperti Tulus dan RAN di sore hari.
Penampilan mereka bentrok dengan pelaksanaan sesi terakhir Kelas Belajar yang masih berlangsung. Dilansir dari susunan acara yang dibagikan lewat media sosial, pada pukul 17.00—17.45 masih terdapat 7 organisasi yang mengadakan Kelas Belajar, satu di antaranya adalah Asosiasi Ibu Menyusui (AIMI). Jadwal ini berbarengan dengan penampilan Tulus yang dijadwalkan pukul 17.35—17.55. Walhasil, kelas sepi sebab penonton jelas-jelas lebih memilih untuk mendengar musisi terkenal itu.
ADVERTISEMENT
Seharusnya pengaturan dapat berjalan dengan lebih efektif. Kelas dibuat agar memungkinkan lebih banyak orang untuk bergabung dan semestinya diadakan pemberitahuan berkala kelas mana yang sedang berlangsung. Senada dengan saran mengenai penambahan kapasitas, pengaturan waktu juga menjadi krusial agar para pegiat pendidikan yang sudah rela menyiapkan paparan dan tenaganya bisa mendapatkan apresiasi yang layak dari khalayak.

Refleksi Belajaraya Tahun Ini

Tiap tahun, momentum yang timbul dalam penyelenggaraan Belajaraya memang begitu masif. Lewat acara ini, tercipta ruang interaksi aktif yang memungkinkan partisipan untuk berkenalan dengan rekan-rekan progresif yang bergerak di bidang pendidikan. Saya pun bergabung dengan salah satu organisasi yang kini saya lakoni lantaran berkenalan dalam Belajaraya tahun lalu. Selain itu, Belajaraya juga memberikan ruang bagi para insan muda kreatif untuk menyuarakan keresahannya, suara-suara atas isu yang barangkali jarang didengar. Untuk mendukung niat baik tersebut dan agar upaya-upaya kebaikan dapat terus lestari, maka sudah sepantasnyalah kita berharap bahwa pelaksanaan Belajaraya dapat terus dievaluasi agar menjadi lebih baik dari tahun ke tahun. Menjadi lebih meriah tanpa lupa memperlakukan pengunjung dengan layak.
ADVERTISEMENT