Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Hijab di Timur Tengah: Seni, Solidaritas, dan Diplomasi Budaya di Arus Global
6 April 2025 14:33 WIB
·
waktu baca 12 menitTulisan dari Inna Mutmainnah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Inna Mutmainnah, Student of Middle Eastern and Islamic Studies, School of Strategic and Global Studies, University of Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hijab Sebagai Sebuah Narasi
Hijab merupakan salah satu dari jenis pakaian yang berasal dari Timur Tengah. Muslimin & Nurwahidin (2024) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pakaian Timur Tengah pada dasarnya mengikuti apa yang sudah ada pada zaman terdahulu. Zaman Pra-Islam umumnya pakaian Kawasan Timur Tengah merupakan kain panjang yang longgar dengan beberapa bentuk tegantung daerahnya. Penggunan Hijab atau kerudung juga sudah ada di zaman pra-Islam digunakan oleh perempuan Majusi, Hindu, Yahudi, dan Kristen. Pada zaman itu kerudung digunakan sebagai pelindung perempuan ketika keluar rumah. Islam kemudian hadir membawa suatu gagasan baru dalam berpakaian. Ada standar yang jelas dalam ajaran Islam terkait berpakaian, yaitu sesuatu yang dipakai untuk menutupi aurat. Karena dalam ajaran Islam mewajibkan menutup aurat (Muslimin & Nurwahidin, 2024).
Di Timur Tengah, hijab tidak hanya melambangkan identitas yang mencerminkan spiritualitas, tetapi juga sebagai simbol dari ekspresi seni, budaya, bahkan bisa juga menjadi ekspresi perlawanan politik. Hijab hadir sebagai simbol yang hidup dalam konteks global, mulai dari seribu tahun silam hingga kini. Ia digunakan oleh perempuan muslim dari berbagai usia, dari nenek-nenek, ibu-bu, para gadis. Dari perempuan pemeran seni kontemporer di Doha, para nenek dan gadis di pedesaan Palestina yang terbentang harapan di balik reruntuhan, digunakan oleh ibu-ibu di Istambul Turki yang mengajarkan anak-anaknya untaian doa-doa, para perempuan matang yang tampil gigih di panggung politik menyuarakan perjuangan dengan penuh semangat, di panggung catwalk pragawati melangkah anggun mengenakan hijab memperagakan karya para desainer ternama. Tak kalah para seniman di Kairo mengabadikan semangat mereka dalam kanvas-kanvas protes yang menggugah nurani. Menarik untuk menelusuri kisah-kisah berhikmah ini, di mana jilbab menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
ADVERTISEMENT
Hijab dalam Seni dan Sastra Timur Tengah
Dalam sastra kontemporer hijab hadir melambangkan realitas perempuan Muslim di Timur Tengah. Hijab digambarkan sebagai simbol kompleks yang mencerminkan keterikatan dengan tradisi, namun juga dapat menjadi sumber tekanan sosial (Pereira-Ares, 2013). Hal ini dikupas dalam novel Brick Lane karya Monica Ali. Dalam karya-karya lainnya, hijab menjadi titik konflik antara individualitas dan norma komunitas.
Dalam seni visual, hijab juga dimanfaatkan sebagai elemen simbolik yang menggambarkan dinamika perempuan Muslim. Sebagai contoh, dalam seni digital dan fotografi, hijab sering dipadukan dengan elemen modernitas untuk menunjukkan perlawanan terhadap stereotip Barat yang menggambarkan hijab sebagai simbol penindasan. Influencer Muslim di media sosial turut berperan dalam mendefinisikan ulang narasi hijab, menjadikannya bagian dari mode dan pemberdayaan perempuan Muslim (Karakavak & Özbölük, 2023)
ADVERTISEMENT
Pengaruh Hijab terhadap Persepsi Sosial dan Estetika
Terkait sosial dan estetika, hijab melahirkan ragam persepsi. Hijab dinilai mempengaruhi bagaimana perempuan Muslim dinilai secara estetika dalam masyarakat yang berbeda (Sheen et al., 2023). Di Timur Tengah, hijab acapkali dihubungkan dengan dengan kesopanan dan martabat, yang dalam beberapa budaya lain, hijab dapat dianggap sebagai pembatas kebebasan individu. Hal ini menggambarkan bagaimana hijab dapat memiliki makna yang beragam tergantung pada konteks sosial dan budaya di sekitarnya.
Penelitian Sheen et.al (2023) tersebut juga memberikan kesimpulan yang menarik bahwa bagaimana hijab mempengaruhi persepsi implisit terhadap perempuan yang mengenakannya di kalangan mahasiswa Muslim di Uni Emirat Arab. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun hijab mengurangi persepsi daya tarik fisik, hijab dikaitkan dengan konotasi positif, yang dapat berkontribusi pada ketahanan psikologis perempuan Muslim.
ADVERTISEMENT
Implikasi psikologis dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa ketahanan psikologis dapat diperolah dari persepsi sosial yang positif ini. Bila seorang perempuan merasa bahwa masyarakat melihatnya sebagai pribadi yang religious dengan pemakaian hijab ini, maka hal ini akan meningkatkan penghargaan diri dan kepercayaan dirinya. Meskipun di sisi lain ia merasa bahwa daya tarik fisiknya berkurang dengan pemakaian hijab ini. Lambang spiritualitas dari pemakaian jilbab ini jsutruk menjadi sumber yang memperkuat mental bagi perempuan Muslim. Tentunya bagi mereka yang memakainya dengan penuh kesadaran tanpa adanya paksaan.
Jadi hijab bukan hanya sekedar pakaian luar, tetapi mewakili nilai-nilai ruhaniah, seperti religuisitas dan integritas yang memperkuat resliensi perempuan muslim, terutama di masyarakat Timur Tengah yang memberikan makna sosial dan spiritual pada hijab. Meskipun tantangan tetap ada berupa stereotip tentang standar estetika pagi perempuan secara universal. Ternyata konotasi positif hijab berpotensi menjadi benteng psikologis yang dapat menghadapi tekanan sosial atau diskriminasi.
ADVERTISEMENT
Hijab di Persimpangan Globalisasi dan Modernitas
Di Timur Tengah, globalisasi telah mengubah persepsi masyarakat dunia dalam melihat hijab. Modifikasi gaya hijab modern telah banyak diadaptasi oleh perempuan Muslim, tanpa harus kehilangan nilai-nilai tradisional mereka. Lewis (2021) dalam penelitannya menyebutkan bahwa beberapa tahun belakangan ini, banyak merek fashion besar mulai memasukkan hijab dalam koleksi mereka. Hal ini menjelaskan adanya pengakuan terhadap keberagaman budaya Muslim di dunia mode global terkait hijab. Sayangnya, trend ini melahirkan debat public tentang komersialisasi hijab dan sejauhmana hijab masih mempertahankan makna spiritual dan sosialnya (Nachabe Taan & Lewis, 2021; Poulis et al., 2024).
Lewis (2021) menjelaskan bagaimana globalisasi dan arus media mengubah cara dunia memandang hijab. Ia bukan lagi hanya sebagai simbol religious, tetapi juga telah menjadi bagian dari identitas budaya dan ekspresi fashion. Merek-merek besar dunia seperti Nike, Dolce & Gabbana, dan H&M telah mengadopsi hijab dalam lini produk mereka, sebagai bentuk pengakuan terhadap keragaman budaya dan konsumen Muslim. Makna hijab kini hadir sebagai simbol budaya global.
ADVERTISEMENT
Sementara penelitian senada melihat bahwa upaya modifikasi hijab, meski terkesan progresif ternyata adopsi hijab oleh industri fashion global inimenimbulkan debat publik. Apakah hijab masih menjadi simbol kesalehan dan nilai spiritual, atau kini hanya menjadi tren pasar? Para pengkritik menilai ada komersialisasi identitas Muslimah yang menggeser makna religius menjadi konsumtif dan estetika semata. Namun di sisi lain, sebagian pihak melihat hal ini sebagai strategi resistensi kultural, di mana perempuan Muslim bisa tetap menunjukkan identitas mereka di tengah arus global. Disini terlihat bahwa makna hijab berada di tengah tarik-menarik antara pengakuan identitas dan konsumerisme, spiritualitas dan kapitalisme, serta nilai lokal dan pengaruh global (Nachabe Taan & Lewis, 2021 dan juga Poulis et al., 2024)
ADVERTISEMENT
Hijab sebagai Alat Diplomasi Budaya
Di Timur Tengah dan dunia Barat, hijab memainkan peranan penting dalam diplomasi budaya. Karier perempuan Muslim di berbagai ranah bidang, seperti politik, akademisi, dan media, menunjukan bahwa semakin banyak perempuan Muslim yang mempertahankan penggunaan hijabnya sebagai bagian dari identitas mereka. Mereka menjadi simbol keberagaman dan inklusivitas di dunia panggung global. Hal ini membuktikan bahwa hijab bukan penghalang bagi partisipasi aktif perempuan Muslim dalam masyarakat internasional.
Penelitian Tiffany Reed (2011) dalam Modern Middle Eastern Women and Their Rising Impact on Society, melihat peran politik, sosial, dan ekonomi perempuan di Timur Tengah yang berkembang. Ia meneliti faktor-faktor apa yang telah menciptakan representasi perempuan saat ini/masa lalu dan bagaimana peran ini berubah melalui upaya internasional, tetapi yang lebih penting melalui keterlibatan akar rumput (Reed, 2011)
ADVERTISEMENT
Dari penelitian ini kita dapat melihat bahwa peran perempuan muslim di Timur Tengah sedang mengalami transformasi. Dimana mereka dengan hijabnya sebagai identitas, tidak lagi hanya sebagai objek dalam system sosial politik, tetapi mulai menjadi subjek yang memainkan peran aktif dan berdampak dalam meningkatkan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi.
Hijab sebagai Simbol Perjuangan, Solidaritas, dan Ketahanan
Rohbari (2021) dalam penelitiannya melihat fenomena Hari Hijab Sedunia sebagai sebuah kampanye yang menunjukkan solidaritas dengan perempuan Muslim dengan mendorong perempuan non-Muslim untuk mengenakan jilbab sementara. Ia mengeksplorasi sentralitas jilbab sebagai simbol pemersatu. Informasi global yang mudah diakses secara online terhadap aksi-aksi solidaritas di dunia. Hasilnya antara lain refleksi tentang representasi kemusliman perempuan, jilbab dan peran gender dalam kampanye dan wawasan tentang implikasi dan kemungkinan solidaritas digital transnasional. Ia juga membahas nilai-nilai dan batasan aktivisme solidaritas yang didasarkan pada gagasan atau simbol kesamaan atau kesamaan dan peran dunia maya dalam jangkauan transnasional kampanye, dan dalam menciptakan kedekatan online. (Rahbari, 2021)
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Dr. Naved Bakali (2021) dalam Hijab, Gendered Islamophobia, and the Lived Experiences of Muslim Women mengeksplorasi pengalaman perempuan Muslim yang mengenakan hijab dalam konteks Islamofobia. Ia menyebutkan bahwa meningkatnya insiden serangan Islamofobia terhadap perempuan Muslim yang mengenakan jilbab menggarisbawahi persimpangan rasisme dan seksisme ini. Narasi sejarah seputar wanita bercadar, seperti yang dijelaskan oleh Frantz Fanon mengenai sikap penjajah Prancis terhadap wanita Aljazair, terus bergema di masyarakat Barat kontemporer.
Ia juga menyebutkan bahwa narasi perempuan Muslim yang mengenakan jilbab mengungkapkan bagaimana jilbab terjerat dengan konstruksi ras, seksual, budaya, dan nasional, berkontribusi pada pemahaman beragam tentang Islamofobia. Kisah-kisah mereka menggarisbawahi perlunya analisis bernuansa dan kritis terhadap wacana sejarah dan masyarakat saat ini yang membentuk realitas hidup perempuan Muslim di Barat. Melalui pengalaman hidup ini, ia memberikan penekaan akan penghargaan yang dalam terhadap para perempuan muslim berhijab dalam menghadapi tantangan. Hal ini menumbuhkan empati, pengertian, dan rasa hormat untuk semua, seperti yang ditekankan dalam ajaran Islam.
ADVERTISEMENT
Hijab dalam Identitas dan Solidaritas Perempuan Muslim
Dalam konteks Timur Tengah, hijab tidak hanya menegaskan identitas pribadi, tetapi juga berfungsi sebagai alat solidaritas sosial, terutama dalam menghadapi tekanan eksternal dan stereotip negatif. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Alayan & Shehadeh (2021), mereka melakukan wwancara secara mendalam di wilayah Palestina. Untuk mendapatkan Gambaran motivasi untuk mengenakan jilbab dalam konteks kolonial dan membandingkan pembenaran yang diberikan perempuan untuk mengenakan jilbab di bawah dua jenis penaklukan politik yang berbeda. Perempuan Muslim Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sering memberikan pembenaran politik untuk mengenakan jilbab. Di Tepi Barat, di mana interaksi dengan penjajah terbatas pada pertemuan tegang dengan tentara, mereka menggunakan jilbab sebagai simbol menantang terhadap pendudukan Israel. Di Yerusalem Timur, perempuan Palestina menggunakan jilbab sebagai representasi yang terlihat dari identitas dan ketahanan mereka, tetapi pada saat yang sama mereka lebih berhati-hati dan mempertimbangkan cara jilbab mungkin dipandang oleh warga sipil Yahudi-Israel, yang mereka temui setiap hari (Alayan & Shehadeh, 2021).
Khususnya di Barat, beberapa organisasi dan gerakan internasional juga telah memperjuangkan hak perempuan Muslim untuk mengenakan hijab di negara-negara yang melarangnya. Seperti Amnesty International, organisasi ini secara konsisten menentang larangan hijab, khususnya di Prancis. Bagi mereka, larangan tersebut melanggar hak asasi manusia yang secara khusus menargetkan perempuan dan anak perempuan Muslim dalam penggunaan hijabnya.
Hal senada juga diperjuangkan oleh Human Rights Watch, mereka mendesak Komite Olimpiade Internasional untuk meminta otoritas olahraga di Prancis mencabut semua larangan terhadap atlet yang mengenakan hijab, terutama menjelang Olimpiade Paris 2024. Begitupun Sports & Rights Alliance, aliensi yang terdiri dari LSM dan serikat pekerja global dan juga Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia yang terdiri dari para ahli yang tergabung di OHCHR, menuntut pembatalan langkah-langkah diskriminatif dan dan meminta perubahan segera dalam mendukung atlet Muslimah yang dilarang mengenakan hijab dalam kompetisi olahraga di Prancis.
ADVERTISEMENT
Di beberapa negara Eropa, adanya kontroversi seputar larangan pengunaan hijab telah memicu diskusi tentang kebebasan beragama dan hak perempuan Muslim untuk mengekspresikan identitas mereka untuk dapat berkiprah seluwesnya tanpa adanya diskriminasi karena stigma yang tidak beralasan.
Kesimpulan
Dari kajian literasi dan jurnal ini terlihat bahwa hijab bukan hanya sekedar kain yang menutupi kepala dan aurat perempuan muslim, tetapi juga simbol yang sarat makna dalam budaya, seni, dan politik di Timur Tengah. Dari sastra hingga media sosial, hijab menjadi alat ekspresi yang mencerminkan identitas, solidaritas, dan ketahanan perempuan Muslim. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa hijab dapat menjadi sumber kesejahteraan psikologis, alat perlawanan terhadap objektifikasi, serta bagian dari perjuangan identitas kolektif. Dengan terus berkembangnya peran hijab dalam budaya dan seni, narasi seputarnya pun akan terus berubah, membentuk pemahaman yang lebih luas tentang peran perempuan Muslim di dunia modern. Dalam konteks global, simbol jilbab tidak hanya bernarasi keagamaan tetapi juga dalam fenomena global ia memainkan peran penting dalam politik, mode, diplomasi.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, hijab telah berkembang dari simbol keagamaan menjadi fenomena global yang berperan dalam politik, mode, dan diplomasi. Dalam konteks Timur Tengah yang terus mengalami perubahan sosial dan politik, hijab tetap menjadi pusat perdebatan dan ekspresi identitas yang beragam.
Daftar Pustaka
Alayan, S., & Shehadeh, L. (2021). Religious symbolism and politics: Hijab and resistance in Palestine. Ethnic and Racial Studies, 44(6), 1051–1067. https://doi.org/10.1080/01419870.2021.1883699
Bakali, N., & Soubani, N. (2021). Hijab, gendered Islamophobia, and the lived experiences of Muslim women. Yaqeen Institute for Islamic Research.
ADVERTISEMENT
Karakavak, Z., & Özbölük, T. (2023). When modesty meets fashion: How social media and influencers change the meaning of hijab. Journal of Islamic Marketing, 14(11), 2907–2927. https://doi.org/10.1108/JIMA-05-2021-0152
Muslimin, M. I., & Nurwahidin, N. (2024). Keistimewaan Kebudayaan Arab dan Islam di Kawasan Timur Tengah (Pakaian, Kerudung, Gelar-Gelar, Tradisi Perayaan Umum dan Sastra). Jurnal Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 12(2). https://doi.org/10.24235/tamaddun.v12i2.10338
Nachabe Taan, Y., & Lewis, R. (2021). Fashioning the Modern Middle East.
Pereira-Ares, N. (2013). The politics of hijab in Monica Ali’s Brick Lane. The Journal of Commonwealth Literature, 48(2), 201–220. https://doi.org/10.1177/0021989412474852
Poulis, A., Farache, F., Elbayouk, O., & Nikas, I. A. (2024). Branding Muslim hijabi fashion: Exploring influencer trends and impact. Corporate Communications: An International Journal.
ADVERTISEMENT
Rahbari, L. (2021). In her shoes: Transnational digital solidarity with Muslim women, or the hijab? Tijdschrift Voor Economische En Sociale Geografie, 112(2), 107–120.
Reed, T. D. (2011). Modern Middle Eastern women and their rising impact on society. 15–18.
Sheen, M., Yekani, H. A. K., & Jordan, T. R. (2023). The Good, the Bad and the Hijab: A Study of Implicit Associations Made by Practicing Muslims in Their Native Muslim Country. Psychological Reports, 126(6), 2886–2903. https://doi.org/10.1177/00332941221103532