Konten dari Pengguna

Tokoh Pelestari Budaya Jawa Melalui Radio

Inna Widya Astuti
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
20 November 2022 11:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inna Widya Astuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Siswanto (Foto: Dokumen Pribadi Siswanto)
zoom-in-whitePerbesar
Siswanto (Foto: Dokumen Pribadi Siswanto)
ADVERTISEMENT
Siswanto, pelestari budaya Jawa melalui radio. Meskipun menghadapi tantangan yang tidak mudah, Siswanto tetap konsisten.
ADVERTISEMENT
“Kebudayaan yang semakin menipis di kalangan masyarakat itu ingin kita lestarikan. Oleh karenanya, kami dalam menjalankan radio ini dengan visi dan misi melestarikan budaya Jawa,” ungkap Siswanto pada Minggu (13/11).
Pada tahun 2004, Siswanto bersama beberapa rekannya mendirikan radio di Jogja bernama Radio Swara Kenanga Jogja. Radio yang berlokasi di Jalan Panti Wredha no. 5 Giwangan, Kota Yogyakarta ini disiarkan dengan sinyal AM dan menggunakan 80% bahasa Jawa.
Tampak Depan Radio Swara Kenanga Jogja (Foto: Pribadi)
“Saya menggemari radio sejak tahun 1971. Karena suka, saya bergabung menjadi anggota di Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) di tahun yang sama,” jelas Siswanto.
Setahun kemudian Siswanto sempat mendirikan radio pertamanya yang bernama Mataram Bwana Swara. Hingga pada 1991, Siswanto memutuskan keluar dari radio tersebut. Pada tahun 1999, Siswanto membeli radio di Purworejo yakni Radio PTDI Purworejo yang kemudian berganti nama menjadi Radio Swara Kenanga PTDI Purworejo. Radio tersebut telah dibeli oleh Universitas Muhammadiyah Purworejo pada 2020. Perjalanan ini merupakan bukti dari kecintaan Siswanto terhadap radio.
ADVERTISEMENT
Seluruh siaran di Radio Swara Kenanga Jogja menampilkan unsur kebudayaan Jawa seperti ketoprak, uyon-uyon, dagelan mataram, orkes keroncong, macapat, campursari, dan lain-lain. Pendengar dan pengisi siarannya didominasi kelompok usia 40 tahun keatas.
Meskipun begitu, Radio Swara Kenanga Jogja tetap memberikan kesempatan bagi anak muda untuk bergabung dalam siaran mereka yakni melalui orkes keroncong dan ketoprak mataram.
“Tujuannya agar dapat dilestarikan oleh mereka. Terutama keroncong dan ketoprak mataram,” ujar Siswanto.
Menurut Siswanto untuk menarik lebih banyak pendengar, radio harus mempunyai suatu program yang dikemas dalam suatu paket khusus dan masing-masing harus mempunyai tagline yang harus dikembangkan. Adapun upaya-upaya Radio Swara Kenanga Jogja untuk mendukung hal tersebut dengan menghimpun pendengar dalam satu paguyuban serta membuat himpunan bagi para seniman-seniman Jawa terkhususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti himpunan kelompok seni keroncong dan grup macapat. Adapun sanggar yang dimiliki Radio Swara Kenanga Jogja juga sudah mendapatkan Nomor Induk Kebudayaan (NIK) dari dinas kebudayaan terkait. Sanggar tersebut merupakan sanggar ketoprak dan keroncong.
ADVERTISEMENT
Tantangan yang harus dihadapi Radio Swara Kenanga Jogja ialah dalam dukungan finansial, yang mana untuk mendapatkan sponsor diperlukan kerja keras lebih untuk bersaing dengan berbagai macam radio lainnya. Namun, menurut Siswanto dibalik tantangan tersebut radio ini akan tetap bertahan di industri radio Indonesia
“Tantangan perlu dijawab dengan usaha konkret. Siapa lagi yang akan melestarikan budaya Jawa kalau bukan kita,” jelas Siswanto.
Kekonsistenan Siswanto dalam melestarikan budaya Jawa ini membuatnya memperoleh penghargaan dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Siswanto diberi penghargaan Kategori Tokoh Penggiat Budaya Radio Berbahasa Jawa pada 2018 lalu.