Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rem Darurat untuk Kereta Cepat
6 September 2021 20:27 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Insan Ridho Chairuasni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jika pembangunan kereta cepat tersandung banyak masalah, ini mungkin saat yang tepat untuk menggunakan rem darurat. Rem darurat tidak selalu berarti bahaya, tetapi menghentikan dari celaka.
ADVERTISEMENT
Sewaktu SMA, saya termasuk orang yang cekatan dalam tugas, ujian, atau proyek sekolah . Setiap pekerjaan rumah dikerjakan dengan lekas. Saya selalu menyelesaikan ujian lebih cepat dari alokasi waktu. Akan tetapi, satu kejadian seakan memenggal besar kepala saya.
ADVERTISEMENT
Guru fisika saya waktu itu mencoret pekerjaan rumah saya. Tugas saya itu hanya diberi nilai 20 dari 100. Saya yakin itu pun hanya upah menulis saja. Sambil agak geram, guru saya itu bermurah hati menjelaskan pangkal kesalahan saya.
Yang salah ternyata adalah tidak menuliskan ulang semua kondisi sebelum menjawab pertanyaan. Jawaban soal perlu berisi data awal, pertanyaan, asumsi, dan solusi. Setelahnya, saya sadar tidak semua pekerjaan harus dikerjakan asal cepat saja tetapi harus tepat juga.
Pekan lalu, isu pembengkakan biaya atau cost overrun pada proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) muncul. Proyek KCJB kini membutuhkan biaya sebesar US$8 miliar atau Rp115 triliun. Angka ini meroket dari estimasi awal sebesar US$6 miliar atau Rp87 triliun.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data tersebut, persentase kenaikan cost overrun yang terjadi sebesar 32.2% dalam kurs rupiah. Angka kenaikan ini tentu bisa berarti buruk bagi KCJB. Rataan besar cost overrun untuk proyek konstruksi adalah sekitar 25.6% sesuai studi oleh Shrestha (2013).
Di samping itu, masalah KCJB memang bukan soal cost overrun semata. Beberapa indikasi lain menjadi gambaran dari inefisiensi proyek ini. Apa isu yang menjadi ganjalan lain?
Pada Oktober 2019, ledakan pipa milik Pertamina terjadi di sekitar lokasi pembangunan KCJB di Kota Cimahi. Jaringan pipa itu bocor, kemudian terbakar sehingga menimbulkan ledakan besar. Satu orang pekerja meninggal dunia sebagai akibat dari ledakan tersebut.
Kecelakaan kerja semacam itu bukan sekadar musibah saja melainkan juga dampak dari kurangnya keselamatan kerja. Keselamatan seharusnya jadi prioritas dari aktivitas proyek. Ini jadi preseden buruk bagaimana KCJB dibangun dengan keselamatan yang minim.
ADVERTISEMENT
Selain korban jiwa, ledakan ini juga menimbulkan masalah lain bagi masyarakat. Warga sekitar lokasi ledakan mengeluhkan pencemaran sawah setelah ledakan terjadi. Tumpahan minyak dari ledakan tersebut mengotori lahan sawah milik warga.
Polutan, seperti tumpahan minyak, dapat mengontaminasi tanaman secara berbahaya. Selain meracuni tanaman, polutan semacam itu juga dapat mudah terbakar sehingga membahayakan warga. Apakah risiko ini pernah diperhitungkan dalam proyek KCJB?
Kecelakaan kerja pasti menjadi masalah besar. Namun, masalah lain pula bermunculan di tubuh proyek KCJB, yaitu soal organisasi.
Struktur organisasi dan bisnis dari PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pemilik proyek memang unik. KCIC adalah perusahaan patungan atau joint venture dari dua konsorsium. Salah satunya adalah konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
ADVERTISEMENT
Format bisnis melalui konsorsium ini tentu tidak sederhana. Masing-masing BUMN memiliki kepentingan yang berbeda. Walaupun beberapa BUMN ini saling berkelindan, isu komunikasi akan selalu ada. Ini terjadi karena peraturan dan kebiasaan internal yang berbeda.
Konsorsium lain dari Tiongkok juga bisa berdampak pada inefisiensi kerja. Pola komunikasi konsorsium antar BUMN saja bisa sangat berbeda apalagi konsorsium luar negeri. Permasalahan komunikasi bisa berimbas buruk pada efisiensi termasuk biaya proyek.
Sebagai imbas dari kompleksitas organisasi, tenaga kerja juga turut terdampak. Komposisi sumber daya manusia dalam KCJB terdiri atas tenaga lokal dan nonlokal. Tenaga lokal umumnya berasal dari Tiongkok sesuai asal negara dari konsorsium kedua.
Apabila kita melihat struktur manajemen KCIC saat ini, sejumlah posisi direksi diduduki oleh profesional dari Tiongkok. Posisi tersebut adalah direktur HSR dan direktur keuangan. Fakta ini juga menggambarkan campuran pekerja asal dua negara.
ADVERTISEMENT
Tingginya presentase pekerja lokal memang tidak menjamin produktivitas. Tingkat pekerja nonlokal pun demikian. Akan tetapi, campuran pekerja lokal dan nonlokal berpotensi menjadi celah besar efektivitas dan efisiensi. Miskomunikasi bisa jadi penghalang kinerja.
Latar belakang dari keterlibatan pekerja dari dua negara tentu bermula dari asal pendanaan. Pendanaan yang sebagian besar dari Tiongkok mengharuskan keberadaan tenaga kerja dari negara yang sama. Hal ini terjadi diberbagai tingkat pekerja di tubuh KCIC.
Buntut dari seluruh persoalan KCJB, selain biaya, adalah waktu penyelesaian proyek. Peletakan batu pertama proyek KCJB dilakukan pada Januari 2016. Setelah lima tahun, proyek tersebut tidak kunjung usai bahkan tersandung banyak kerikil masalah.
Sesuai target awal, proyek KCJB seharusnya selesai pada Januari 2019. Kehadiran pandemi COVID-19 tentu tidak bisa dijadikan alasan utama keterlambatan proyek. Gejala-gejala kemacetan proyek sudah muncul jauh-jauh hari sebelum tergambar jelas sekarang.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, jika semua sengkarut yang ada dalam proyek kereta cepat disadari, seluruh pemegang kepentingan harus mengambil keputusan vital. Sebuah langkah krusial perlu dipertimbangkan: penghentian sementara.
Keputusan penghentian sementara mungkin terdengar di luar nalar. Durasi proyek akan makin panjang. Beban hutang akan makin menggunung. Akan tetapi, pembangunan yang kurang strategis lebih menyengsarakan alih-alih menguntungkan semua pihak.
Penghentian sementara memang bukan solusi ideal melainkan solusi yang dibutuhkan saat ini. Waktu rehat ini bisa dimanfaatkan sebagai momen evaluasi menyeluruh. Semua aspek dalam proyek KCJB harus ditinjau kembali secara detil bagi seluruh pemangku kepentingan.
Proses pembangunan proyek KCJB lalu bisa berlanjut jika seluruh pembenahan sudah direncanakan dengan baik. Rencana ini dilakukan ketika semua aktivitas berhenti total sejenak. Tidak ada lagi langkah yang salah rencana. Setelahnya, proyek bisa dimulai kembali.
ADVERTISEMENT
Saya berharap KCIC tidak mengulangi kesalahan saya waktu SMA. Peninjauan ulang kondisi terkini diperlukan dengan berhenti sejenak. Menarik rem darurat tidak selalu berarti keniscayaan akan bahaya. Rem darurat bisa menyelamatkan dari petaka yang lebih mematikan.
Apakah menarik rem darurat akan menyelesaikan masalah? Tentu tidak. Rem darurat malah akan mengagetkan banyak pihak. Namun, ini cara untuk mengetahui posisi dan keadaan saat ini. Akhirnya, KCIC perlu mengamini adagium lama: biar lambat asal selamat.