Hilangnya Integritas Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia

Syarifuddin
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia
Konten dari Pengguna
20 Maret 2024 13:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar korupsi/shutterstock/Atstock Productions
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar korupsi/shutterstock/Atstock Productions
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang notabene sebagai lembaga independen dalam melakukan penegakan dan penyelidikan terhadap kasus tindak pidana korupsi justru menjadi lembaga sarang koruptor. Baru-baru ini viral kasus pungutan liar yang dilakukan oleh 15 pegawai komisi pemberantasan korupsi (KPK) di rumah tahanan KPK. Hal ini menjadi residen buruk bagi lembaga anti-rasuah yang dirasa hilang independensi dan integritasnya dalam penegakan korupsi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kasus ini jelas mencoreng nama baik KPK di mata masyarakat Indonesia dan global. Pasalnya sebelum kasus pungutan liar ini, ada kasus pemerasan dan gratifikasi yang itu dilakukan oleh mantan Ketua KPK Firli Bahuri.
Pertama kali dalam sejarah, seorang ketua KPK melakukan tindak pidana korupsi yang seharusnya menjadi tugasnya dalam menindak dan melakukan penegakan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti melakukan pemerasan dan penerimaan gratifikasi dari Syahrul Yasin Limpo yang terjerat kasus tindak pidana korupsi pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang di Kementerian Pertanian RI.
Alangkah mirisnya negeri ini, lembaga yang seharusnya menjadi harapan dan kepercayaan masyarakat dalam hal penanganan dan pencegahan tindak pidana korupsi, justru menjadi lembaga yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi. Independensi dan integritas komisi pemberantasan korupsi patut dipertanyakan, ada apa dengan KPK? Apakah ada yang salah dengan proses rekrutmen dan seleksi pimpinan dan pegawai KPK? Sehingga hal ini terjadi.
ADVERTISEMENT
Publik mungkin bertanya-tanya ke mana selanjutnya masyarakat melabuhkan harapan dan kepercayaannya jika lembaga anti-rasuah sudah tidak bersih lagi dan justru menjadi sarang bagi para koruptor. Hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia pada Agustus 2023 menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap KPK terpuruk dibanding 3 tahun yang lalu. Dalam survei tersebut dijelaskan bahwa kepercayaan masyarakat tertinggi terhadap Presiden dan TNI, sementara kepercayaan terbawah tetap ditempati DPR & Partai Politik.
Bila dibandingkan dengan 2-3 tahun sebelumnya, tahun 2023 merupakan tahun terpuruk tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK, karena biasanya saingan KPK dalam hal tingkat kepercayaan masyarakat adalah Presiden dan TNI. Artinya 2-3 tahun yang lalu KPK, mampu bersaing dalam hal kepercayaan masyarakat di tingkat kepercayaan yang cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
Perlu diperhatikan bahwa survei ini dilakukan sebelum kasus tindak pidana korupsi yang di lakukan oleh mantan ketua KPK Firli Bahuri dan 15 pegawai KPK. Sementara berdasarkan laporan Transparency International, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di tahun 2023 mendapatkan skor 34 poin dari skala 0-100.
Angka tersebut stagnan dari perolehan 2022, tetapi peringkatnya justru turun. Indonesia sempat duduk di peringkat 110 pada 2022, namun pada tahun 2023 turun ke posisi 115. Perlu diketahui bahwa skor tersebut merupakan skor terendah Indonesia sejak tahun 2015.
Berdasarkan survei dan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tersebut, jelas bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah di masa akhir jabatannya ini, harus mampu memberikan langkah strategis dan praksis guna menguatkan lembaga antirasuah yang saat ini sedang goyah.
ADVERTISEMENT
Jika pimpinan dan pegawai di internal KPK saja melakukan tindak pidana korupsi, bagaimana mereka bisa fokus dalam melakukan penanganan tindak pidana korupsi yang begitu massif di tahun 2023. Tugas pencegahan dan penanganan kasus tindak pidana korupsi memang bukan hanya tugas komisi pemberantasan masyarakat (KPK) tapi juga merupakan tugas semua pihak, khususnya pemerintah yang dalam hal ini memiliki tampuk kekuasaan dan pemangku kebijakan.
Masyarakat yang dalam hal sebagai civil society tentunya juga harus ikut andil dalam proses-proses pencegahan tindak pidana korupsi, misalnya dengan cara melakukan kampanye di berbagai media tentang anti korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika hal itu dilakukan, bukan tidak mungkin komisi pemberantasan korupsi (KPK) di Indonesia akan kembali mendapatkan kepercayaan yang cukup tinggi di mata masyarakat Indonesia dan juga di kancah global.
ADVERTISEMENT