news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Sekolah Rakyat: Solusi atau Masalah Baru Pendidikan Nasional

Syarifuddin
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia
8 Maret 2025 18:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar dari www.shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar dari www.shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Wacana pendirian sekolah rakyat menimbulkan perdebatan terkait efektivitas dan dampaknya terhadap sistem pendidikan yang sudah ada. Meskipun tujuan utamanya adalah memberikan akses pendidikan bagi masyarakat miskin dan kurang mampu, keberadaan sekolah rakyat berpotensi tumpang tindih dengan sekolah formal, khususnya sekolah negeri yang sudah lebih dulu beroperasi. Ironisnya, di beberapa daerah, sekolah negeri justru mengalami penurunan jumlah penerimaan siswa. Hal ini menandakan adanya persoalan dalam distribusi peserta didik serta kurang optimalnya pemanfaatan fasilitas pendidikan yang telah tersedia.
ADVERTISEMENT
Jika sekolah rakyat didirikan tanpa kajian mendalam, sistem pendidikan nasional bisa menjadi semakin terfragmentasi. Keberadaan sekolah negeri yang sudah memiliki standar kurikulum, tenaga pengajar, serta fasilitas yang lebih stabil seharusnya menjadi fokus utama pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sayangnya, banyak sekolah negeri di berbagai daerah jusetru mengalami kesulitan dalam mempertahankan jumlah peserta didiknya. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kebijakan zonasi yang membatasi pilihan siswa, perpindahan masyarakat ke pendidikan alternatif, atau bahkan kurangnya daya tarik sekolah negeri akibat fasilitas yang kurang memadai.
Ilustrasi gambar dari www.shutterstock.com
Alih-alih membangun sekolah rakyat sebagai solusi instan, pemerintah seharusnya lebih fokus pada revitalisasi sekolah negeri yang sudah ada. Dengan jumlah sekolah negeri yang cukup banyak, seharusnya tidak perlu ada lagi sekolah baru yang dikelola dengan konsep berbeda. Jika tujuannya adalah memberikan akses pendidikan bagi masyarakat miskin, maka solusi terbaik bukanlah mendirikan sekolah baru, melainkan memastikan bahwa sekolah negeri yang sudah ada mampu menerima, mendidik, dan membina siswa dari latar belakang ekonomi yang beragam dengan kualitas yang baik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, program bantuan pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Bantuan Operasional Sekolah harus dioptimalkan agar benar-benar tepat sasaran. Saat ini, masih banyak keluhan bahwa distribusi KIP tidak merata dan sering kali justru diterima oleh keluarga yang tidak tergolong miskin. Masalah pendataan dan validasi penerima manfaat menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan program ini. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat mekanisme verifikasi agar KIP benar-benar diberikan kepada siswa yang membutuhkan. Jika program KIP dapat berjalan lebih efektif, maka anak-anak dari keluarga kurang mampu tetap dapat bersekolah di sekolah negeri tanpa perlu bergantung pada sekolah rakyat yang belum tentu memiliki keberlanjutan dalam jangka panjang.
Ilustrasi gambar dari www.shutterstock.com
Pendirian sekolah rakyat juga bisa berdampak pada fragmentasi kualitas pendidikan di Indonesia. Sekolah rakyat kemungkinan besar tidak akan memiliki standar yang sama dengan sekolah negeri dalam hal kurikulum, tenaga pendidik, serta sarana dan prasarana. Jika sekolah rakyat tidak dikelola dengan standar yang jelas, maka dikhawatirkan kualitas lulusannya akan berbeda jauh dengan lulusan sekolah negeri. Akibatnya, lulusan sekolah rakyat bisa menghadapi kesulitan dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bersaing di dunia kerja. Hal ini justru berpotensi menciptakan ketimpangan sosial baru antara lulusan sekolah rakyat dan sekolah formal.
ADVERTISEMENT
Masalah lain yang muncul adalah terkait dengan sumber daya manusia dan pendanaan. Jika sekolah rakyat memerlukan tenaga pengajar baru, dari mana mereka akan direkrut? Apakah guru yang mengajar di sekolah rakyat akan memiliki kualifikasi yang sama dengan guru di sekolah negeri? Jika tidak, bagaimana memastikan bahwa siswa di sekolah rakyat tetap mendapatkan pendidikan yang berkualitas? Selain itu, dari segi pendanaan, apakah sekolah rakyat akan bergantung pada dana pemerintah atau donasi dari masyarakat? Jika pendanaannya tidak stabil, maka sekolah rakyat berisiko mengalami kesulitan operasional, yang pada akhirnya akan berdampak pada keberlangsungan pendidikan bagi siswa yang bersekolah di sana.
Ilustrasi gambar dari www.shutterstock.com
Daripada membangun sekolah rakyat sebagai solusi instan, pemerintah seharusnya lebih berfokus pada peningkatan kualitas sekolah negeri dan memastikan bahwa program seperti KIP benar-benar tepat sasaran. Perbaikan dalam sistem pendidikan yang sudah ada jauh lebih masuk akal dibandingkan dengan menciptakan sistem baru yang belum tentu efektif dalam jangka panjang. Jika sekolah negeri diperkuat dengan fasilitas yang lebih baik, tenaga pengajar yang lebih berkualitas, serta akses pendidikan yang lebih inklusif bagi masyarakat miskin, maka tidak perlu ada wacana sekolah rakyat yang berpotensi hanya menjadi solusi jangka pendek.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, solusi pendidikan bagi masyarakat miskin dan kurang mampu haruslah berkelanjutan dan berbasis pada sistem yang sudah terbukti efektif. Sekolah rakyat mungkin terdengar sebagai ide yang baik, tetapi tanpa perencanaan yang matang, justru bisa menambah permasalahan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan yang lebih bijak adalah dengan memperkuat sekolah negeri dan memastikan bahwa bantuan pendidikan seperti KIP benar-benar diterima oleh mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, akses pendidikan yang berkualitas dan merata bisa lebih terjamin tanpa harus menciptakan sistem baru yang berpotensi menimbulkan lebih banyak masalah di masa depan.