Konten dari Pengguna

Suara Generasi Muda, Suara Tuhan

Syarifuddin
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia
3 Desember 2023 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemilih muda memasukan kertas suara. alfawardana/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemilih muda memasukan kertas suara. alfawardana/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mungkin sebagian besar dari kita sudah tidak asing lagi dengan ungkapan "Vox Populi, Vox Dei" atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan "suara rakyat, suara tuhan". Ungkapan ini sangat relevan dengan jumlah generasi muda di pemilu saat ini, dimana suara generasi millenial dan generasi z merupakan suara penentu di pemilu 2024 ini. Data komisi pemilihan umum menjelaskan bahwa daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2024, yaitu sebanyak 204.807.222 pemilih. Dari data tersebut didapatkan bahwa jumlah daftar pemilih tetap generasi muda sebesar 113.622.550 atau 56,45% dari total keseluruhan daftar pemilih tetap pemilu 2024. Artinya separuh lebih daftar pemilih tetap berada pada generasi milenial dan generasi z.
ADVERTISEMENT
Inilah yang kemudian disebut sebagai suara anak muda adalah suara tuhan, karena bagaimanapun suara anak muda ini akan sangat menentukan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2024. Oleh karena itu, peran dan kontribusi generasi muda dalam mengawal dan mensukseskan pemilihan umum ini sangat dibutuhkan. Kesadaran anak muda untuk memilih dan menentukan pemimpin menjadi salah satu langkah nyata dalam menggerakkan roda demokrasi di negara ini. Anak muda harus ikut aktif bersuara dan memberikan masukan terhadap situasi dan kondisi bangsa saat ini, jangan sampai apatis atau bahkan anti politik.
Dibeberapa kalangan muda mungkin politik masih dianggap sebagai suatu hal yang kotor, yang hanya memperebutkan kekuasaan dan lain sebagainya. Namun hal yang perlu diperhatikan oleh para generasi muda adalah bahwa segala bentuk kebijakan dan keputusan dalam negara ini merupakan produk atau hasil dari politik. Jika anak muda sudah apatis dan tidak peduli terhadap penentuan pemimpin dan perwakilan rakyat yang akan mewakili aspirasinya di parlemen maka yang akan terjadi adalah kekuasaan itu akan disalahgunakan oleh tangan-tangan penguasa yang dzalim dan tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu anak muda harus cerdas dan jeli dalam memilih dan menentukan pemimpin yang akan memimpin Indonesia lima tahun yang akan datang. Anak muda harus ikut andil dan jangan sampai terjebak pada praktik-praktik politik uang, politik identitas, dan politik yang saling menjatuhkan satu sama lain. Karena praktik-praktik tersebut akan mencoreng tatanan demokrasi yang ada di Indonesia. Selain itu, anak muda juga harus didorong untuk terlibat aktif dalam proses demokrasi, baik dalam hal pengambilan kebijakan maupun dalam menyampaikan asirasinya terhadap pemerintahan.
Ilustrasi sosialisasi pemilihan umum. Antarafoto/Arif Firmansyah
Anak muda yang memiliki karakter adaftif dan responsive terhadap isu-isu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan menuntut agar proses pengambilan keputusan dilakukan secara inklusif, transparan dan mampu mendengarkan aspirasi masyarakat. Artinya anak muda bukan hanya komoditas yang dapat dijadikan alat untuk mendulang suara, anak muda harus dianggap sebagai subjek yang sama dalam hal pengambilan kebijakan di dalam suatu pemerintahan. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah angka pemilih golongan putih (golput) di pemilu 2024. Pasalhnya dari hasil survei litbang kompas dijelaskan bahwa sekitar 2,9 persen generasi muda berniat untuk tidak memilih atau golput pada pemilu 2024 nanti.
ADVERTISEMENT
Kecenderungan ini harus segera diantisipasi oleh pemerintah, jika hal ini dibiarkan begitu saja maka akan berpotensi mempengaruhi para pemilih muda lainnya untuk tidak ikut andil dalam proses pemilihan umum 2024. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh UMN Consulting dijelaskan bahwa alasan generasi z golput pada pemilu 2019 lebih didominasi oleh faktor teknis, seperti tidak hadir di hari pemilihan karena alasan pribadi, tidak memperoleh kartu pemilih dan tidak hadir karena berada di daerah luar daftar pemilih tetap (DPT). Selain itu, alasan politis juga menjadi faktor generasi muda golput pada pemilu 2019, seperti tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan atau perbaikan serta alasan visi dan misi kandidat tidak sesuai dengan ideologi.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, komisi pemilihan umum (KPU) yang dalam hal ini sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum harus senantiasa memberikan edukasi dan penyadaran kepada para pemilih muda agar menggunakan hak pilihnya pada pemilu mendatang, karena suara generasi muda sangat menentukan pada pemilu 2024 ini. Selain itu, para elit dan aktor politik juga harus ambil peran dalam memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya di pemilu nanti. Sosialisasi dan edukasi yang dilakukan dikemas semenarik mungkin dan dapat diterima dengan mudah di kalangan anak muda.