Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
6 Kumpulan Puisi tentang Pahlawan Karya Penyair Terkenal di Indonesia
29 April 2022 19:10 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Inspirasi Kata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam buku Bung Tomo dan Mulyono yang berjudul Pertempuran 10 November 1945 (2008), disebutkan terjadi pertempuran di Surabaya pada tanggal tersebut, antara pasukan Inggris dengan tentara Indonesia.
Enam puisi tentang pahlawan ini ditulis penyair yang namanya sudah tidak asing kita dengar. Ada WS Rendra, Chairil Anwar dan lainnya.
6 Puisi Hari Pahlawan
Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang Oleh WS Rendra
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
Dan firmanMu terguris di atas ribuan
Kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
Tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
Sempurnalah sudah warna dosa
Dan mesiu kembali lagi bicara
ADVERTISEMENT
Waktu itu, Tuhanku,
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
Adalah satu warna
Dosa dan nafasku
Adalah satu udara
Tak ada lagi pilihan
Kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
Oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
Mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku,
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Karawang – Bekasi Oleh Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang – Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda
Yang tinggal tulang diliputi sepi
ADVERTISEMENT
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami Cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan,
kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
ADVERTISEMENT
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang – Bekasi
Lagu Dari Pasukan Terakhir Oleh Asrul Sani
Pada tapal terakhir sampai ke Jogja
Bimbang telah datang pada nyala
Langit telah tergantung suram
Kata-kata berantukan pada arti sendiri
Bimbang telah datang pada nyala
Dan cinta tanah air akan berupa
Peluru dalam darah
Serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
Bertanya akan kesudahan ujian
Mati atau tiada mati-matinya
O Jenderal, bapa, bapa,
Tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali
Ataukah suatu kehilangan keyakinan
Hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
Dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
Akan hilang ditiup angin, karena
Ia berdiam di pasir kering
ADVERTISEMENT
O Jenderal, kami yang kini akan mati
Tiada lagi dapat melihat kelabu
Laut renangan Indonesia
O Jenderal, kami yang kini akan jadi
Tanah, pasir, batu dan air
Kami cinta kepada bumi ini
Ah, mengapa pada hari-hari sekarang, matahari
Sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
Yang akan dikirim ke bumi
Jenderal, mari Jenderal
Mari jalan di muka
Mari kita hilangkan sengketa ucapan
Dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan
Engkau bersama kami, engkau bersama kami
Mari kita tinggalkan ibu kita
Mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
Mari Jenderal mari
Sekali ini derajat orang pencari dalam bahaya
Mari Jenderal mari Jenderal mari, mari
ADVERTISEMENT
Maju Tak Gentar Oleh Mustofa Bisri
Maju tak gentar
Membela yang mungkar.
Maju tak gentar
Hak orang diserang.
Maju tak gentar
Pasti kita menang!
Sebuah Jaket Berlumur Darah Oleh Taufiq Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
ADVERTISEMENT
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!
Pahlawan Tidak Dikenal Oleh Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.
ADVERTISEMENT
Semoga kumpulan puisi tentang pahlawan ini dapat mengingatkanmu tentang hari-hari mereka berjuang untuk Indonesia.
SELAMAT HARI PAHLAWAN NASIONAL.(Fiqa)