Konten dari Pengguna

6 Kumpulan Puisi tentang Pahlawan Karya Penyair Terkenal di Indonesia

Inspirasi Kata
Menyajikan artikel berisi kata-kata, kutipan, dan kalimat yang menginspirasi pembaca.
29 April 2022 19:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inspirasi Kata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
puisi tentang pahlawan. sumber foto: unsplash/jadilah super
zoom-in-whitePerbesar
puisi tentang pahlawan. sumber foto: unsplash/jadilah super
ADVERTISEMENT
Hari pahlawan nasional diperingati setiap 10 November. Setiap diksi dan bait dalam puisi ditujukan untuk mengenang jasa mereka. Simak kumpulan puisi tentang pahlawan ditulis oleh penyair terkenal di Indonesia dalam artikel ini.
ADVERTISEMENT
Dalam buku Bung Tomo dan Mulyono yang berjudul Pertempuran 10 November 1945 (2008), disebutkan terjadi pertempuran di Surabaya pada tanggal tersebut, antara pasukan Inggris dengan tentara Indonesia.
Enam puisi tentang pahlawan ini ditulis penyair yang namanya sudah tidak asing kita dengar. Ada WS Rendra, Chairil Anwar dan lainnya.

6 Puisi Hari Pahlawan

hari pahlawan 10 november. sumber foto: unsplash/perayaan hari pahlawan nasional

Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang Oleh WS Rendra

Tuhanku, WajahMu membayang di kota terbakar Dan firmanMu terguris di atas ribuan Kuburan yang dangkal Anak menangis kehilangan bapa Tanah sepi kehilangan lelakinya Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini Tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia Apabila malam turun nanti Sempurnalah sudah warna dosa Dan mesiu kembali lagi bicara
ADVERTISEMENT
Waktu itu, Tuhanku, Perkenankan aku membunuh Perkenankan aku menusukkan sangkurku Malam dan wajahku Adalah satu warna Dosa dan nafasku Adalah satu udara Tak ada lagi pilihan Kecuali menyadari -biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan Oleh bibirku yang terjajah? Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai Mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku, Erat-erat kugenggam senapanku Perkenankan aku membunuh Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Karawang – Bekasi Oleh Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang – Bekasi Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami Terbayang kami maju dan berdegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda Yang tinggal tulang diliputi sepi
ADVERTISEMENT
Kenang, kenanglah kami Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa Kami sudah beri kami punya jiwa Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami Cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan Atau tidak untuk apa-apa Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Bung Sjahrir Kami sekarang mayat Berilah kami arti
ADVERTISEMENT
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang-kenanglah kami Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Karawang – Bekasi

Lagu Dari Pasukan Terakhir Oleh Asrul Sani

Pada tapal terakhir sampai ke Jogja Bimbang telah datang pada nyala Langit telah tergantung suram
Kata-kata berantukan pada arti sendiri Bimbang telah datang pada nyala Dan cinta tanah air akan berupa Peluru dalam darah Serta nilai yang bertebaran sepanjang masa Bertanya akan kesudahan ujian Mati atau tiada mati-matinya
O Jenderal, bapa, bapa, Tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali Ataukah suatu kehilangan keyakinan Hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna Dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara Akan hilang ditiup angin, karena Ia berdiam di pasir kering
ADVERTISEMENT
O Jenderal, kami yang kini akan mati Tiada lagi dapat melihat kelabu Laut renangan Indonesia
O Jenderal, kami yang kini akan jadi Tanah, pasir, batu dan air Kami cinta kepada bumi ini
Ah, mengapa pada hari-hari sekarang, matahari Sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya Yang akan dikirim ke bumi
Jenderal, mari Jenderal Mari jalan di muka Mari kita hilangkan sengketa ucapan Dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan Engkau bersama kami, engkau bersama kami
Mari kita tinggalkan ibu kita Mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa Mari Jenderal mari Sekali ini derajat orang pencari dalam bahaya Mari Jenderal mari Jenderal mari, mari
ADVERTISEMENT

Maju Tak Gentar Oleh Mustofa Bisri

Maju tak gentar Membela yang mungkar. Maju tak gentar Hak orang diserang. Maju tak gentar Pasti kita menang!

Sebuah Jaket Berlumur Darah Oleh Taufiq Ismail

Sebuah jaket berlumur darah Kami semua telah menatapmu Telah pergi duka yang agung Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita Di bawah terik matahari Jakarta Antara kebebasan dan penindasan Berlapis senjata dan sangkur baja Akan mundurkah kita sekarang Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’ Berikrar setia kepada tirani Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu Kami semua telah menatapmu Dan di atas bangunan-bangunan Menunduk bendera setengah tiang. Pesan itu telah sampai kemana-mana Melalui kendaraan yang melintas Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
ADVERTISEMENT
Prosesi jenazah ke pemakaman Mereka berkata Semuanya berkata Lanjutkan Perjuangan!

Pahlawan Tidak Dikenal Oleh Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah lubang peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang Kedua lengannya memeluk senapan Dia tidak tahu untuk siapa dia datang Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang Wajah sunyi setengah tengadah Menangkap sepi padang senja Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun Orang-orang ingin kembali memandangnya Sambil merangkai karangan bunga Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.
ADVERTISEMENT
Semoga kumpulan puisi tentang pahlawan ini dapat mengingatkanmu tentang hari-hari mereka berjuang untuk Indonesia.
SELAMAT HARI PAHLAWAN NASIONAL.(Fiqa)