6 Puisi Kritik Sosial yang Mewakili Suara Rakyat

Inspirasi Kata
Menyajikan artikel berisi kata-kata, kutipan, dan kalimat yang menginspirasi pembaca.
Konten dari Pengguna
29 Mei 2022 21:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inspirasi Kata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Puisi Kritik Sosial Sumber Foto : Unsplash/Clark Young
zoom-in-whitePerbesar
Puisi Kritik Sosial Sumber Foto : Unsplash/Clark Young
ADVERTISEMENT
Kritik merupakan komunikasi berupa tanggapan terhadap suatu hal, dalam politik, sosial maupun ekonomi, kritik juga bisa ditandai adanya kecaman, dan adanya pertimbangan baik atau buruk suatu perkara, kritik bisa disampaikan langsung, maupun tidak langsung, contoh halnya penyampaian tidak langsung seperti puisi kritik sosial.
ADVERTISEMENT
Kritik yang sering disampaikan melalui puisi, salah satunya adalah mengenai masalah sosial, yaitu hubungan masyarakat dengan pemerintah.

6 Puisi Kritik Sosial yang Mewakili Suara Rakyat

Penyampaian kritik, bisa berlandaskan karena ketidakpuasan masyarakat, terhadap kinerja pemerintah yang kurang baik, dalam mengatur keadilan sosial.
Oleh karena itu, banyak para penyair dan ulama, yang mengkritik keadaan sosial yang terjadi melalui puisi.
Berikut beberapa puisi kritik sosial yang dikutip dari buku Antologi Puisi Kutitip Rindu Lewat Angin. (2016). (n.p.): Muklis Puna. Dan dari beberapa tokoh nasional.
Puisi 1
Anak Muda dan pesta Kemerdekaan
Nyalang matanya menatap gedung penuh warna lampu,
Iklan menyala, dan kekaburan cerita dalam buku-buku,
Dihapus dari kejujuran kata,
ADVERTISEMENT
Sejarah sebuah bangsa yang dibikin amnesia
Ah, apa yang harus aku katakan tentang kemerdekaan ?
Mengingat proklamasi soekarno-hatta.
Atau ledakan meriam 10 november 1945.
Atau menghitung gedung-gedung mewah
Yang menggusur perkampungan kumuh!
Sementara televisi menawarkan bahasa baru. Menawarkan
Mimpi-mimpi baru : dunia adalah perkampungan besar
Anak muda menatap hidup penuh kabut:
“adakah arti kemerdekaan bagiku, yang tak pernah merasa merdeka.
Dari belitan sejarah. Dan cengkeraman kehidupan yang semakin sulit.”
Puisi 2
Traffic light yang menyala di kotamu
Udara panas sesakkan dada, pun petikan gitar para pengamen
Yang turun naik bis kota, membikin puisi wajah kota ini, juga wajah
Pada potret keluarga yang pecah berhamburan.
Kota ini saudara, rindu akan gurat hati nurani dan kejujuran kata-kata (yang tercoret pada Tembok-tembok kota, tong sampah dan juga pada traffic light yang berubah-ubah warna)
ADVERTISEMENT
Nyanyi kenisbian cinta, sambil mengunyah kacang goreng, dada, dan paha fried chicken dan seteguk soft drink, sambil terus tertawakan sebuah kesetiaan, juga pada matahari yang tak peduli pada siapa saja yang berjalan di bawah selangkangannya
Puisi 3
menghunus cepat menebas ilalang tak berakar
mata pedangmu menukik tajam walau kadang tiarap di balik lembaran
retorika membusur gesit menerkam kancil dalam jeratan
dada busung mengayun lengan dan telunjuk
penyamun kelas teri menyepi di keramaian
menggigit besi di balik jeruji karen alapa menatap batas
di kursi persakitan kau tikam di dengan pasal berlapis baja
peradilan berlangsung laksana kilat menyambar
mata pedangmu berlipat tak bergeming
ketika pemilik tanah memberangus ilalang di lahn gembur
suara parau menyerang raga
ADVERTISEMENT
kau merunduk tak bernyali
tandukmu lumpuh digerus waktu
alasan bodong kau gotong ke pasar pasar murah
iming iming kertas bercorak pahlawan
lalang melintang pukang merayu syahwat
pasal demi pasal kau sungsang balikan
peradilan kau arak di kotak kotak ajaib
wajah polosmu berperangai bak serigala menempel di kaca maya
perlahan kau giring harimau pemangsa hukum ke hutan tanpa belukar
orang orang bodoh mengagumi gaya lidahmu bersilat
popularitas dan identitas kau gantungkan di leher maling
bersertifikat
nyamuk nyamuk pengganggu lelap, kau tepuk dengan telapak hukum berpasal
karier menguap sampai ke rawa hingga tak berhabitat
kau pikul banjir ke sungai,kau timbun tanah ke bukit.
Puisi 4
Setelah abad kau merangkak di atas bola dunia
ADVERTISEMENT
Susah payah buyutku merebutmu dari pelukan penjajah
Darah merah para syuhada hitam mengental menyatu dengan tembikar
Juniormu sudah melesat laksana kilat
Kau masih terlatih nomor buncit mengayuh dan meraba dalam kelam
Setengah abad lebih kau pasakan kakimu di atas khatulistiwa
Kemana lengkingan suara mu yang menggetarkan jagat
Kenapa garuda di dadamu tampak lusuh lesu
Kenapa bintang mu tak lagi merina menerangi bumi persada
Mengapa pohon beringin nan rindang, seolah kerontang
Tak mampu meneduhkan jiwa di kala sengatan hari menyengat
Mengapa rantai baja pada bidang dadamu memuai di tengah pencari keadilan
Mengapa bentengmu tak mampu menanduk para penyamun asing menguras isi negeri
Mengapa padi dan kapas di hamparan sawahmu tak
ADVERTISEMENT
Menghijaukan keadilan para jelata pencari rasa
Setengah abad lebih kau mencengkeram bumi
Kau laksana bulan separuh
Cahayamu redup di bawah mendung menggulung awan
Bangkitlah indonesiaku !!
Tunjukan maung mu pada jagat membahana
Keluarkan kuku di kaki garuda mu
Cengkram dunia sampai ke kutub
Halau musuh musuh negeri dengan lengkingan mu
Setengah abad lebih sudah berlalu
Jangan biarkan pendahulumu merunduk di bawah gundukan
Dua Ratus juta lebih jiwa menggantung di kakimu
Mereka rela nafasnya di jadikan tiang penyangga negeri…
Merdeka.
Puisi 5
Di bawah langit yang sama
Manusia macam dua : yang di perah
Dan setiap saat mesti rela mengorbankan nyawa,bagai kerbau
Yang sudah tidak bisa dipekerjakan, dihalau ke pembantaian
Tak boleh kendati menguak, atau cemeti kan mendera;
ADVERTISEMENT
Dibedakan dari pada dewa
Malaikat pencabut nyawa, yang bertuhan
Pada kemewahan dan nafsu
Yang bagai lautan : Tak tentu dalam luasnya menderu dan gelombang
Sepanjang masa.
Puisi 6
Di negeri amplop
Gus Mus
Aladin menyembunyikan lampu wasiatnya, malu
Samson tersipu-sipu, rambut keramatnya ditutupi topi rapi-rapi
David Copperfield dan Houdini bersembunyi rendah diri
Entah andaikata Nabi Musa bersedia datang membawa tongkatnya
Amplop-amplop di negeri amplop
mengatur dengan teratur
hal-hal yang tak teratur menjadi teratur
hal-hal yang teratur menjadi tak teratur
memutuskan putusan yang tak putus
membatalkan putusan yang sudah putus
Amplop-amplop menguasai penguasa
dan mengendalikan orang-orang biasa
Amplop-amplop membeberkan dan menyembunyikan
mencairkan dan membekukan
mengganjal dan melicinkan
Orang bicara bisa bisu
ADVERTISEMENT
Orang mendengar bisa tuli
Orang alim bisa nafsu.
Orang sakti bisa mati
Di negeri amplop
amplop-amplop mengamplopi
apa saja dan siapa saja
Itulah 6 Puisi Kritik Sosial yang Mewakili Suara Rakyat yang bisa menjadi bahan penghayatan bagi kita semua.(Idan)