Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Tax Treaty Katanya Digunakan untuk Keadilan Pajak Internasional?
12 Mei 2025 11:41 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Intan Fitria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam era globalisasi ekonomi, kerja sama antarnegara dalam hal perpajakan menjadi semakin penting. Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah perjanjian penghindaran pajak berganda atau tax treaty. Perjanjian ini bertujuan untuk mencegah dikenakannya pajak berganda atas penghasilan yang sama oleh dua negara yang berbeda, serta mendorong pertukaran informasi dan kepastian hukum bagi pelaku usaha lintas negara.
ADVERTISEMENT
Secara prinsip, tax treaty memberikan perlindungan bagi wajib pajak dari kemungkinan dipajaki dua kali atas satu sumber pendapatan. Namun, dalam praktiknya, banyak perjanjian ini yang disalahgunakan oleh perusahaan multinasional untuk menghindari pajak secara agresif. Salah satu modus yang paling umum adalah treaty shopping, di mana perusahaan mendirikan entitas di negara dengan perjanjian pajak yang menguntungkan hanya untuk mendapatkan keringanan pajak, tanpa aktivitas ekonomi yang nyata.
Negara-negara berkembang sering kali menjadi pihak yang dirugikan dalam struktur perjanjian yang tidak seimbang. Banyak tax treaty lama dibuat ketika negara berkembang berada dalam posisi tawar yang lemah dan menerima klausul yang tidak menguntungkan, seperti pembagian hak pemajakan yang terlalu kecil atau akses informasi yang terbatas. Akibatnya, potensi penerimaan pajak dari aktivitas ekonomi di wilayahnya menjadi sangat minim.
ADVERTISEMENT
Sebagai respons atas ketimpangan ini, berbagai negara mulai meninjau ulang perjanjian-perjanjian pajaknya. Organisasi seperti OECD mendorong implementasi standar baru melalui Multilateral Instrument (MLI) yang memungkinkan negara menyesuaikan isi tax treaty secara serempak untuk menghindari penyalahgunaan. Meski demikian, keberhasilan instrumen ini sangat tergantung pada kemauan politik dan kesiapan teknis dari masing-masing negara.
Indonesia sendiri telah memiliki puluhan tax treaty dengan berbagai negara. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan langkah proaktif dengan menandatangani MLI dan melakukan renegosiasi beberapa perjanjian pajak. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa renegosiasi ini benar-benar mencerminkan kepentingan nasional dan memberikan ruang yang lebih besar bagi otoritas pajak domestik untuk memajaki keuntungan yang dihasilkan di dalam negeri.
Lebih jauh, perjanjian pajak seharusnya tidak hanya mengatur pembagian hak pemajakan, tetapi juga menjadi sarana untuk memperkuat kerja sama dalam pertukaran informasi, penegakan hukum pajak, dan pencegahan penghindaran pajak internasional. Tax treaty yang modern harus mencerminkan prinsip keadilan, transparansi, dan saling menguntungkan, bukan sekadar fasilitas untuk investor asing.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, tax treaty bukanlah sekadar dokumen hukum bilateral, melainkan instrumen strategis dalam menjaga kedaulatan fiskal negara. Negara-negara, khususnya yang sedang berkembang, perlu membangun kapasitas negosiasi yang kuat dan mengevaluasi efektivitas setiap perjanjian pajak yang telah dibuat. Hanya dengan begitu, kerja sama perpajakan internasional dapat menjadi sarana yang adil dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
-intan fitria-