Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Perut Kenyang Hati Senang, Apakah Benar?
6 Desember 2020 21:53 WIB
Tulisan dari Bandoro Raden Ajeng Intan Guritno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
“Laughter is brighter in the place where the food is.” Irish Proverb
ADVERTISEMENT
Mungkin sebagian dari kita menganggap bahwa quotes tersebut benar. Berkumpul bersama teman dan keluarga untuk membicarakan sesuatu, atau hanya bersantai mengisi waktu di akhir pekan akan kurang seru jika tidak ada makanan. Oleh karena itu, kita sering berkumpul di restoran atau kafe yang menjadi “gudang” makanan. Tidak hanya itu, dalam perayaan acara yang membahagiakan seperti ulang tahun misalnya, kita akan lebih sering mentraktir orang terdekat dengan makan-makan. Seseorang yang baru pulang dari berlibur juga akan membawa makanan khas daerah yang ia kunjungi untuk dijadikan oleh-oleh. Jika kita amati, maka makan tidak lagi menjadi kebutuhan, namun juga menjadi gaya hidup.
Makan juga menjadi ukuran kelas sosial hidup seseorang. Ada yang harus selalu makan di restoran mahal dan ada yang hanya mampu makan di warteg atau makanan pinggir jalan. Bahkan banyak makanan yang harganya sangat fantastis karena komposisi yang dipakai, seperti memakai emas dan taburan berlian.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya sebagai gaya hidup dan alat ukur kelas sosial, makan juga sudah dijadikan profesi bagi sebagian orang. Di zaman sekarang, kita sudah tidak asing lagi dengan profesi food vlogger. Alih-alih membayar setelah makan, tidak jarang mereka justru dibayar setelah me-review suatu makanan. Hal ini membuat banyak orang tertarik mencoba suatu makanan yang sedang viral. Sebagian orang pun mulai tertarik dengan profesi chef yang biasanya memiliki bayaran tinggi, apalagi jika sudah terkenal. Bahkan sampai ada pertandingan memasak yang cukup seru untuk diikuti dan disaksikan.
Sudah menjadi gaya hidup dan sebuah profesi yang menjanjikan hanya dari makan dan membuat orang lain makan enak. Sehingga, banyak orang yang menganggap bahwa ada kepuasan tersendiri saat kita bisa makan makanan tertentu dan melihat orang lain memakan masakan kita dengan lahap. Dengan begitu, kegiatan makan dan makanan itu sendiri bisa menjadi suatu kebahagiaan dan mood booster bagi banyak orang. Lalu apakah makan selalu membuat bahagia?
ADVERTISEMENT
Mungkin kita sering mendengar “kalau mood jelek, makan coklat aja biar moodmu bagus lagi” atau seseorang yang memberikan makanan favorit agar kita tidak bersedih. Beberapa orang juga menganggap bahwa banyak makan membuat kita bahagia. Sehingga, tidak jarang kita akan makan melebihi kapasitas perut kita. Hal ini juga menyebabkan orang-orang yang sedang stres, banyak pikiran, dan marah akan melampiaskan perasaan tersebut terhadap makanan.
Lalu apakah kebanyakan orang akan bahagia? Ada yang bahagia, namun kebanyakan akan menyesali perbuatannya. Kesenangan dan kebahagiaan tersebut hanya bersifat sementara. Seharusnya, makan banyak tidak akan menyebabkan penyesalan jika dilakukan sekali-sekali. Namun jika kita sering merasakan hal tersebut, lalu mengulanginya lagi, maka bisa jadi kita mengidap binge eating disorder (BED).
ADVERTISEMENT
Sebelum membahas lebih jauh lagi, kita perlu membahas beberapa hal yang berhubungan dengan binge eating disorder (BED). BED memiliki kaitan yang erat dengan stres. Stres adalah reaksi yang diberikan tubuh ketika seseorang menghadapi tekanan, ancaman, perubahan, dan tuntutan. Hal ini dirasa sangat berat dan lebih besar dari kemampuannya, sehingga seseorang yang mengalami stres menganggap bahwa tuntutan tersebut tidak bisa dilakukan. BED bisa muncul setelah mengalami stres ataupun sebaliknya.
Beberapa penyebab stres adalah seseorang berada di bawah tekanan, dituntut untuk beradaptasi dengan suatu hal yang besar, adanya perasaan khawatir, dan tidak mampu mengatasi situasi tersebut. Pada umumnya, seseorang yang mengalami stres akan berusaha mencari kesenangan agar dapat melupakan sejenak permasalahannya atau mendapatkan solusi yang tepat. Ada yang menambah kesibukan, atau pergi ke seorang ahli untuk mendapat solusi. Dengan hal ini, maka seseorang dapat menyembuhkan stresnya, tetapi jika melakukan perilaku yang salah maka akan menambah masalah baru. Salah satunya adalah binge eating disorder.
ADVERTISEMENT
Kata binge sendiri memiliki arti melakukan sesuatu secara berlebihan. BED merupakan gangguan makan yang menyebabkan perubahan pola makan. Perubahan tersebut ditandai dengan porsi makan yang besar pada satu waktu, dan akan melakukan hal yang sama dalam jangka waktu yang relatif dekat serta dalam keadaan perut yang sebenarya masih kenyang. Orang yang mengidap BED akan berusaha mencari tempat yang sepi atau menikmati makanannya sendiri karena malu dengan porsi makannya. Hal inilah yang menyebabkan muncul rasa menyesal, bahkan ada yang merasa jijik dengan dirinya sendiri. Inilah alasan binge eating disorder memiliki keterkaitan dengan stres.
Selain tanda-tanda perilaku saat makan, terdapat beberapa tanda-tanda emosi yang timbul, yaitu:
1. Merasa stres dan tertekan, namun hanya berpikir bahwa solusi untuk menghilangkan perasaan tersebut adalah makan.
ADVERTISEMENT
2. Merasa malu setelah makan karena porsi yang berlebihan.
3. Tidak pernah merasa puas dengan porsi yang sudah dimakan dan tidak memiliki waktu makan.
4. Pasrah dengan keadaan sehingga sulit untuk mengontrol berat badan dan mengubah kebiasaan makan.
Metode yang dilakukan untuk mengobati BED adalah :
1. Konseling. Kegiatan ini dapat mengatasi perasaan yang muncul setelah melakukan perilaku seorang BED.
2. Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Metode ini dilakukan agar pengidap BED dapat memahami pemikiran serta memberi pendekatan baru untuk menyelesaikan masalah, sehingga akan timbul perilaku yang lebih baik.
3. Psikoterapi Interpersonal (IPT) yang berfokus pada konflik yang terjadi dalam diri seseorang yang memicu munculnya BED.
4. Terapi Perilaku Dialetik. Terapi ini bertujuan agar pengidap BED dapat merespon emosi yang muncul dengan baik.
ADVERTISEMENT
5. Pemberian obat-obatan. Hal ini akan diberikan sebagai jalan terakhir untuk mengatasi BED. Karena, bagaimanapun juga obat-obatan memiliki efek samping. Obat yang akan diberikan adalah antidepresan, antikonvulsan, anti ADHD, dan lisdexamfetamine dimesylate.
Self diagnose sangat tidak dianjurkan. Sehingga, jika merasakan tanda-tanda yang sudah dijelaskan, maka sebaiknya segera mengunjungi tenaga ahli seperti psikolog atau psikiater. Agar mendapat tindakan yang tepat dan tidak menimbulkan masalah baru.
Daftar Pustaka :
Audreylia, V. (2015). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kecenderungan Binge Eating Disorder Pada Wanita Penderita Obesitas. https://psychology.binus.ac.id/2015/09/01/hubungan-tingkat-stres-dengan-kecenderungan-binge-eating-disorder-pada-wanita-penderita-obesitas/
Shabrina, A. (2018). Kesehatan Mental > Gangguan Makan : 5 Pilihan Terapi Pengobatan Untuk Mengatasi Binge Eating Disorder. https://hellosehat.com/mental/gangguan-makan/cara-mengatasi-binge-eating-disorder/#gref