Konten dari Pengguna

Dedikasi Tenaga Kesehatan dalam Memerangi Stunting dan Masalah Gizi di Indonesia

Intan Nirina Ismail
Siswa di SMAN 1 Wonosobo.
3 November 2024 12:12 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Intan Nirina Ismail tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 12 November, Indonesia merayakan Hari Kesehatan Nasional. Momen ini bukan hanya sekadar perayaan, namun sekaligus waktu untuk merefleksikan peran tenaga kesehatan di seluruh negeri. Di tengah berbagai tantangan kesehatan yang dihadapi, salah satu isu yang terus menjadi sorotan adalah stunting dan gizi buruk. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Di tahun 2023 mengalami penurunan sebesar 0,1% dari tahun sebelumnya. Hasil survei menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada tahun 2023 adalah 21,5%. Meskipun ada penurunan, angka ini masih jauh dari target nasional sebesar 14% pada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Memahami Stunting dan Dampaknya
Tenaga Kesehatan Mengukur Tinggi Badan Seorang Anak (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu akibat kekurangan gizi kronis serta infeksi yang berulang, yang ditandai dengan tinggi atau panjang badan yang berada di bawah standar. Lebih lanjut, pada tahun 2020 WHO menyatakan bahwa stunting diartikan sebagai kondisi anak yang memiliki tinggi atau panjang badan di bawah -2 standar deviasi (SD) berdasarkan usia pada grafik pertumbuhan WHO. Hal ini disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi yang memadai dan/atau infeksi yang berulang atau kronis selama periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Faktor penyebab lainnya adalah sanitasi dan akses air bersih yang buruk, serta kemiskinan dan keterbatasan ekonomi. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi fisik anak, tetapi juga dapat berdampak pada kemampuan belajar serta meningkatkan risiko penyakit kronis di masa mendatang. Anak-anak yang mengalami stunting berisiko mengalami keterlambatan perkembangan otak, yang dapat berdampak pada prestasi akademik mereka di sekolah.
ADVERTISEMENT
Peran Tenaga Kesehatan
Dalam menghadapi tantangan ini, tenaga kesehatan, mulai dari dokter, bidan, hingga ahli gizi, berperan penting dalam memberikan edukasi dan perawatan kepada masyarakat. Mereka menjadi garda terdepan dalam upaya menanggulangi masalah stunting dan gizi buruk.
Program Pemberian Makanan Tambahan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Di berbagai daerah ahli gizi berperan penting dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) bagi anak-anak balita yang mengalami gizi buruk. Salah satunya di Kalimantan Utara. Mereka melakukan penyuluhan dari rumah ke rumah, membawa timbangan dan alat pengukur tinggi badan untuk memantau pertumbuhan anak-anak. Namun, tantangan dalam distribusi suplemen gizi sering kali muncul, di mana keterlambatan pengiriman menjadi masalah signifikan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk logistik yang kurang efisien dan kurangnya koordinasi antara pusat dan daerah.
ADVERTISEMENT
Tantangan dalam Distribusi dan Akses
Kondisi ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan. Keterlambatan dalam pengiriman suplemen gizi dapat menghambat intervensi yang diperlukan untuk meningkatkan status gizi anak-anak. Meskipun demikian, para ahli gizi tetap berkomitmen untuk mencari solusi alternatif dengan memanfaatkan bahan pangan lokal yang tersedia.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi tenaga kesehatan adalah minimnya fasilitas kesehatan di daerah terpencil. Data menunjukkan bahwa rasio dokter dan perawat di wilayah Indonesia Timur masih jauh dari ideal. Oleh karena itu, kehadiran tenaga kesehatan yang memadai perlu diutamakan untuk memastikan pemeriksaan rutin terhadap ibu hamil dan bayi.
Di beberapa daerah terpencil, akses menuju layanan kesehatan sangat terbatas. Banyak desa yang terisolasi secara geografis sehingga sulit dijangkau oleh tenaga kesehatan. Dalam situasi seperti ini, dedikasi mereka diuji. Para tenaga kesehatan sering kali harus menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan untuk menjangkau keluarga-keluarga yang membutuhkan bantuan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, masalah komunikasi juga menjadi kendala. Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami pentingnya gizi seimbang dan dampak stunting. Oleh karena itu, tenaga kesehatan tidak hanya bertugas memberikan informasi tetapi juga membangun hubungan kepercayaan dengan masyarakat setempat agar pesan-pesan kesehatan dapat diterima dengan baik.
Kesehatan Mental dan Stunting
Isu kesehatan mental juga semakin diperhatikan dalam konteks stunting. Ibu hamil berisiko mengalami berbagai masalah psikologis, termasuk kecemasan, stres, insomnia, depresi, dan gangguan stres pascatrauma. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada janin, menyebabkan pertumbuhan terhambat, kelahiran prematur, atau berat badan lahir rendah (BBLR). Pernyataan tersebut didukung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, yang menyatakan bahwa kesehatan mental dan fisik ibu merupakan faktor penting dalam mencegah stunting pada anak. Ibu-ibu yang memiliki anak dengan stunting sering kali merasa tertekan dan cemas akan masa depan anak-anak mereka. Di sinilah peran psikolog dan konselor kesehatan menjadi sangat penting. Di berbagai puskesmas, mereka memberikan pendampingan psikologis agar para ibu bisa menghadapi tekanan mental dengan lebih baik serta menjaga semangat untuk terus merawat anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Program-program konseling di puskesmas telah menunjukkan hasil positif dalam membantu ibu-ibu mengatasi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan mereka tentang gizi anak. Dalam beberapa kasus, dukungan emosional ini terbukti sama pentingnya dengan intervensi fisik dalam menangani masalah stunting.
Strategi Nasional Cegah Stunting
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (Stranas) dengan harapan menurunkan prevalensi stunting hingga 14% pada tahun 2024. Strategi ini melibatkan berbagai sektor untuk bekerja sama dalam menciptakan perubahan nyata.
Tenaga Kesehatan Mengedukasi Masyarakat (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Salah satu ide yang berhasil adalah pelaksanaan program edukasi berbasis komunitas yang melibatkan tokoh masyarakat setempat. Dengan pendekatan yang menghargai kearifan lokal, program-program ini berhasil meyakinkan para orang tua tentang pentingnya memberikan makanan bergizi bagi anak-anak mereka sambil tetap mempertahankan tradisi yang ada.
ADVERTISEMENT
Misalnya, di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur, para bidan desa bekerja sama dengan tokoh adat setempat untuk menjalankan program edukasi gizi berbasis budaya lokal. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi tetapi juga memperkuat ikatan sosial dalam komunitas.
Salah satu contoh sukses datang dari Kabupaten Malinau di Kalimantan Utara, di mana tim tenaga kesehatan berhasil menurunkan angka stunting melalui program intervensi gizi terpadu. Dengan melibatkan masyarakat setempat dan menggunakan pendekatan berbasis bukti, mereka mampu meningkatkan pengetahuan orang tua tentang pemberian makanan bergizi serta pentingnya pemeriksaan rutin bagi anak-anak.
Kegiatan penyuluhan dilakukan secara berkala di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Di berbagai daerah, Posyandu melaksanakan program-program yang ditujukan untuk mendukung kesehatan ibu dan anak. Melalui kegiatan rutin seperti pemantauan pertumbuhan balita, edukasi mengenai pentingnya ASI eksklusif, serta pemberian makanan pendamping ASI yang bergizi, Posyandu membantu memastikan bahwa anak-anak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh dan berkembang optimal. Selain itu, kader Posyandu dilatih untuk melakukan deteksi dini terhadap kasus gizi buruk dan stunting, sehingga dapat segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi jika diperlukan.
ADVERTISEMENT
Kegiatan Posyandu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Kesimpulan
Melalui pengabdian tanpa kenal lelah ini, tenaga kesehatan di seluruh Indonesia membuktikan bahwa mereka adalah pilar penting dalam upaya memerangi masalah gizi dan stunting. Mereka bekerja tidak hanya dengan ilmu pengetahuan tetapi juga dengan hati penuh keikhlasan. Hari Kesehatan Nasional ke-60 menjadi momen untuk merayakan dedikasi mereka yang berharga serta mengingatkan kita bahwa menjaga kesehatan bukanlah tugas satu pihak saja, melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat.
Dengan semangat kolaborasi ini, diharapkan dapat mewujudkan generasi Indonesia yang sehat, kuat, dan bebas dari stunting. Melalui kerja keras dan ketulusan hati para tenaga kesehatan serta dukungan semua pihak, cita-cita ini bukan hal mustahil untuk dicapai.
"Every child deserves a chance to grow healthy and strong. It is the tireless efforts of healthcare professionals that turn this vision into reality."
ADVERTISEMENT