Konten dari Pengguna

Antisipasi Pembodohan Politik Jelang 2024

Intan Putriani
Penulis di Info Dompu - Partner 1001 Media Kumparan
22 Agustus 2022 9:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Intan Putriani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Doc pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Doc pribadi.
ADVERTISEMENT
Dinding Facebook saya mulai nyampah. Platform biru ini sudah ambil start: ngasih panggung buat para politisi Indonesia dengan sejuta dagangan politiknya. Sungguh sampah!
ADVERTISEMENT
Jelang 2024 mungkin mereka harus mulai aktifin akun dan fan page lagi, yang selama ini MATI karena salah satu skenario kabur-kaburan tiap rakyat berkunjung ke kantornya setelah terpilih. Ada wajah-wajah lama yang memuakkan dan juga ada wajah-wajah baru yang ikutan strategi iklan, yang tak kalah bikin mau muntah.
Sebagai negara dengan rakyat paling konsumtif, termasuk untuk teknologi informasi khususnya dalam bermedia sosial, Pak Mark dan kawan-kawannya nih paling paham dagangan apa aja yang perlu diiklankan jelang momen-momen paling fanatik. Ketika agama saja diperjual-belikan dengan gamblang. Bisa banyak politisi yang tiba-tiba berpeci dan berkerudungan. Untuk merangkul simpatisan kolot yang hanya menilai baik seseorang dari penampilan.
Atau jualan lain: sayang anak, sayang keluarga. Bahkan menggandeng tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan seolah-olah darah mereka adalah titisan yang paling bertanggung jawab dalam menuntaskan perang. Jualannya prestasi orang lain, padahal diri sendiri hanya mampu bernalar fomo. Ikut-ikutan.
doc pribadi.
Ya karena saya selalu percaya, orang yang punya prestasi mana mau ikut-ikutan? Bersaing inovasi dong. Eh tapi masyarakat yang suka nanyain dia siapa? Kan langsung luluh hatinya kalau tahu si politisi A itu anak dari atau keluarga dari si anu. Memang feodal.
ADVERTISEMENT
Selain ingin mengucek politisinya, saya juga ketawa melihat masih banyak orang yang emang mempertahankan kebobrokan macam ini bahkan tak sedikit yang sarjana atau S2 dan S3. Perihal dibodohi ini, tentunya bukan sereceh persoalan money politic --yang sebenarnya bisa tuntas kalau wilayah pemilihan tak mampu dijangkau oleh jaringan perjudian ketika ingin menyebarkan uang-uang tersebut.
Faktanya pemilihan kandidat legislator/kepala daerah di tingkat Provinsi dan Nasional tidak cukup efektif dengan membagikan uang (saja). Sebab wilayahnya lebih luas, yang artinya audiensnya lebih banyak.
Memang berapa uang bapak kau? Sehingga mampu membeli semua suara orang untuk milih kau buat jadi orang nomor satu di NTB ini? Maka pemain-pemain itu memodifikasi dengan sedikit bumbu misalnya pengabdian real kepada masyarakat. Alias menyasar komunitas-komunitas besar atau spesifik dengan hanya membayar tetua atau dalangnya saja. Atau jualan proyek. Asik. Mereka lah yang bisa menghidupkan antusisme pemilih nantinya. Busuknya sama aja sih.
ADVERTISEMENT
Pembagian wilayah pemilihan dengan dapil, oh itu sungguh sebuah sistem yang bisa sangat-sangat memudahkan money politic. Toh buat menang tidak perlu semua orang harus mencoblos kamu. Tapi cukup dengan meraih beberapa persen target. Ya tadi, kuasai medan dan jadi bestie pemegang kekuasaan di kampung yang paling arogan. Kira-kira yang bisa menindas atau seenak jidatnya memblokir jalan kalau lagi bete.
doc pribadi.
Sistem politik uang sebenarnya sudah dimulai sejak harus membayar mahar masuk ke partai politik. Tidak pernah ada ruang yang cukup untukmu menjual tampangmu saja tanpa kau punya uang.
Memangnya otakmu emas yang bisa jadi aset partai? Otakmu bedanya mungkin harus lebih picik saja memainkan ke-belutan-mu dalam meng-anu-kan orang-orang partai. Karir politikmu kalau tidak punya keluarga atau kenalan penting, minimal harus dimulai dengan membabu. Kamu harus siap diinjak-injak harga dirinya. Hingga kamu mampu tampil di puncak klasemen.
ADVERTISEMENT
Kok lancar amat ngomongin politik padahal lagi sebel sama Facebook. Begini-begini kan gak mungkin blokir jalan saya. Bahkan Facebook nih punya alogaritma pintar banget sekarang: tidak akan mempopulerkan tulisan yang membuat masyarakat pintar. Memang sukanya menjual hal-hal bodoh karena memang diminati oleh udang-udang di bakwan.
Jika kamu ingin mencerdaskan bangsa. Jangan pake aplikasi yang ada. Bikin aplikasi sendiri yang membuat audience-mu secara organik mengikutimu tanpa dibodoh-bodohi lebih dulu.
Menuntaskan ini seperti menuntaskan bisnis bodoh jualan 'persandoan' alias perdukunan (sihir/santet/cari jodoh cepat) atau pesugihan atau hoaks/berita kontroversi. Kenapa bisnis ini bakal terus berjalan? Ya karena hukum pasar. Ada supply (pasokan) karena ada demand (tuntutan). Sistemnya seperti sudah tertata rapi dalam circular yang makin canggih tapi tetap bodoh. Entah up to bottom atau sebaliknya. Atau juga teknik pemasaran berbagai arah: ya online, ya off-line.
doc pribadi.
Kenapa orang bisa percaya?
ADVERTISEMENT
Dari jutaan informasi yang beredar, otak cenderung menerima atau percaya dengan informasi yang cocok atau sesuai, terjangkau dan murah, atau pun yang lagi dibutuhkan atau sedang disenangin.
Sesuai genetik otak kita yang malas dan bodoh itu cenderung mencocokan sesuatu sesuai dengn yang kita inginkan. Make it simple. Asal jadi. Kaya anak-anak sarjana sekarang yang penting tugas kuliah asal jadi, jos jadi politisi.
Jadinya radikal dan sotoy. Merasa dirinya dan kelompoknya paling masuk surga alias paling berkuasa. Kaya geng-geng panah di Dompu itu.
Ketika jiwa miskinku menggelora aku ingin segala sesuatu yang murah. Contoh lainnya saat ada dagangan teman, aku ingin tawar sampe ludes modalnya. Pokoknya aku mau yang murah dan gampang aja. Aku pengen dapat jodoh weslah aku ke dukun aja. Murah.
ADVERTISEMENT
-
Intan, bacod kalau bete