Konten dari Pengguna

Fenomena Fast Beauty: Gara-Gara Affiliator dan Influencer?

Intan Rahmawati
Mahasiswi S1 Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya
14 Oktober 2024 11:32 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Intan Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beauty content creator yang tengah melakukan perekaman video di kamar dengan banyak produk (https://www.freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Beauty content creator yang tengah melakukan perekaman video di kamar dengan banyak produk (https://www.freepik.com)
ADVERTISEMENT
Jika diperhatikan, setiap akhir bulan atau mendekati tanggal gajian, ada saja produk-produk kosmetik baru yang dirilis, seperti makeup, skincare, haircare, fragrance dan personal hygiene. Satu merek bisa merilis lebih dari satu produk baru dan pastinya diikuti dengan berbagai promo menarik di e-commerce, mulai dari gratis ongkos kirim, potongan harga, hingga cashback.
ADVERTISEMENT
Industri kecantikan bak berada pada masa jayanya. Merek-merek produk kecantikan merajai pasar dengan sederet inovasi yang tiada henti. Tidak hanya brand internasional semata yang membanjiri pasar kosmetik Indonesia, tetapi produk lokal sendiri pun tak henti-hentinya menunjukkan kekuatan mereka dengan pembaruan terus-menerus.
Dikutip dari situs resmi BPOM (pom.go.id), selama lima tahun terakhir, lebih dari 50% produk terdaftar di BPOM adalah kosmetik. Lebih rincinya, tidak kurang dari 510.000. Plt. Kepala BPOM menjelaskan pada 2023, kosmetik ternotifikasi didominasi oleh produk lokal sebesar 68,78%.
Saat ini, tren kecantikan di Indonesia memang selalu mengalami pembaruan. Seperti misalnya, jika suatu brand meluncurkan produk dengan kandungan tertentu yang kemudian booming serta mendapatkan respons positif dari konsumen, maka banyak merek lainnya dalam waktu berdekatan juga akan merilis produk baru yang mengandung bahan yang sama. Fenomena inilah yang disebut fast beauty.
ADVERTISEMENT
Fast beauty sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan produk kosmetik yang diproduksi dan didistribusikan dengan cepat karena mengikuti tren yang berubah-ubah. Hal ini sangat berbeda dengan industri kecantikan terdahulu, yang membutuhkan waktu lama untuk memformulasikan produk sebelum meluncurkannya ke pasar.
Secara esensi, fast beauty sama seperti fast fashion. Banyak brand berkompetisi untuk mengikuti tren pasar dengan memproduksi dan menjual berbagai macam produk baru dalam waktu yang singkat dengan harga terjangkau.
Pertumbuhan brand-brand lokal ini telah menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kreativitas industri dalam menciptakan produk yang sesuai dengan karakteristik kulit masyarakat Indonesia. Namun, meski terlihat seperti sebuah kemajuan bagi ekonomi, ada hal mengkhawatirkan di balik fenomena fast beauty.
ADVERTISEMENT
Dengan banyak produk baru dalam waktu yang kelewat singkat, tren ini meningkatkan perilaku konsumtif di masyarakat. Selain itu, produksi massal dari beauty product juga menghasilkan limbah yang signifikan dan belum lagi sulit terurai sehingga berdampak buruk terhadap lingkungan.

Pengaruh Media Sosial Terhadap Fast Beauty

Salah satu faktor utama yang membentuk fenomena fast beauty adalah pesatnya perkembangan media sosial seperti Instagram, TikTok, ataupun X. Sebab, dari sanalah tren tersebut datang sehingga mendorong konsumen agar selalu merasa “membutuhkan produk baru”.
Hal tersebut juga dipengaruhi oleh munculnya beauty vloggers, content creator, influencers, dan sejenisnya. Beauty influencer adalah seleb media sosial di bidang kecantikan yang dapat memengaruhi para pengikutnya melalui konten-kontennya, misalnya video endorse, haul, atau review terhadap produk kosmetik yang sering kali membuat audiens merasa Fear of Missing Out (FOMO). Sebab, influencer memiliki pengaruh yang kuat pada audiensnya, khususnya anak muda, dalam membentuk penampilan ideal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, affiliate sebagai trik baru dalam dunia digital marketing tidak dapat diabaikan, yaitu strategi peningkatan penjualan di mana seseorang mempromosikan produk dari beauty brand tertentu di media sosial dan akan mendapatkan komisi setiap kali ada yang membeli dari tautan yang mereka bagikan. Demikian mereka akan sekreatif mungkin untuk menarik pembeli.
Misalnya, dengan video before-after, yang terkadang juga bisa menyesatkan dengan fake review yang memang dirancang untuk menarik perhatian konsumen yang mudah terpengaruh oleh konten yang menampilkan perubahan wajah dalam waktu singkat.

So, what can we do about it?

Sebagai konsumen, kita memiliki peran penting dalam menentukan arah gerak industri kecantikan baik lokal ataupun global. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjadi konsumen yang mindful dan ikut andil membangun beauty routine yang sustainable, dengan tidak fomo dan terbawa arus fast beauty. Sebelum belanja, coba pikir-pikir lagi, “Apakah saya benar-benar membutuhkan produk ini?”
ADVERTISEMENT