Konten dari Pengguna

Pembuktian Kasus Pembuangan Anak dalam Bidang Forensik di Era Pandemi

Intan Sari Nuraini
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Forensik, Universitas Airlangga, Surabaya
4 November 2021 20:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Intan Sari Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengambilan Sampel Kasus Tindak Kejahatan. Sumber doc.pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pengambilan Sampel Kasus Tindak Kejahatan. Sumber doc.pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini perkembangan Ilmu Forensik berkembang sangat pesat. Banyak orang awam yang bukan dari bidang kesehatan pun sedikit banyak mengetahui mengenai Ilmu Forensik. 'Ilmu yang belajar tentang mayat' begitu kata orang-orang. ilmu forensik sangat kental dengan penyelidikan kasus kejahatan karna turun ikut penyelidiki, mengumpulkan bukti hingga menganalisis kasus kejahatan tertentu.
ADVERTISEMENT
Cabang ilmu forensik mempunyai banyak cabang, salah satunya Biologi Forensik. Kajian Biologi Forensik, menyangkut analisis anatomi makroskopik, mikroskopik, ataupun biologi molekuler seperti pemeriksaan DNA, herediter, dan lain-lain. Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan dengan pengungkapan kasus tindak kejahatan. Ilmu forensik mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana yang terjadi.
Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral dalam kehidupan manusia. Di Indonesia perkawinan semua harus tercatat dalam akta perkawinan. Ketentuan yang mengatur segala hal terkait perkawinan tersebut diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 / Tahun 1974 tentang perkawinan (Lembaran Negara No 55 / 1974). Terdapat 3 (tiga) instrumen hukum yang memuat sanksi pidana pembuangan bayi atau anak yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pembuangan bayi hingga menyebabkan mati dapat pula dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 341 dan 342 KUHP.
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini marak di bicarakan tentang kasus pembuangan anak, Kejahatan pembuangan bayi bukan hanya merusak nilai-nilai asas manusia, tetapi telah merendahkan derajat manusia, karena masalah moralitas agama melekat pada seorang manusia juga tidak kalah memegang peranan penting dalam terjadinya tindak pidana pembuangan bayi. Beberapa faktor yang menyebabkan orang tua tega membuang bayinya hingga membunuhnya, salah satunya soal mental orang tua yang belum siap mempunyai anak, hubungan terlarang, pergaulan bebas dan hasil dari pemerkosaan. Dalam pengungkapan kasus Infatisida ini yang dibicarakan adalah tentang status dari si korban pembunuhan atau identikasi dari korban serta identikasi dari seorang anak yang diragukan statusnya dengan melalui tes atau pemeriksaan Deoksiribo nucleid acid (DNA). Dari tes DNA ini bisa mengungkap banyak kasus kriminal, seperti pembunuhan, perkosaan dan penelusuran anak kandung. Bahkan, hampir 40% kasus di Lab DNA terkait penelusuran informasi anak kandung atau bukan.
ADVERTISEMENT
Setiap anak akan menerima setengah pasang kromosom dari ayah dan setengah pasang kromosom lainnya dari ibu sehingga setiap individu membawa sifat yang diturunkan baik dari ibu maupun ayah. Sedangkan DNA yang berada pada mitokondria hanya diturunkan dari ibu kepada anak-anaknya. Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA mitokondria dapat digunakan sebagai marka untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal. Dengan perkembangan teknologi, pemeriksaan DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan individu yang satu dengan individu yang lain. Ketika seseorang dengan alasan yang sangat beragam dan pribadi ingin tahu akan identitasnya, maka salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah identifikasi DNA (Deoxyribose Nucleic Acid). Pengembangan teknik yang digunakan melalui penelitian biologi molekuler, termasuk pengembangan bidang biologi molekuler forensik atau DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) forensik. Identifikasi DNA dapat dimanfaatkan untuk mengetahui hubungan biologis antar individu dalam sebuah keluarga dengan cara membandingkan pola DNA individu-individu tersebut.
ADVERTISEMENT
Meskipun uji DNA terbuki secara efektif membantu pengungkapan kasus oleh aparat kepolisian, namun metode ini pun memiliki kerentanan tersendiri. DNA dapat mengalami kerusakan akibat adanya kontaminasi, pembusukan dan degradasi. Kontaminasi DNA bisa terjadi antara lain akibat masuknya DNA asing kesalahan petugas yang tidak steril maupun meninggalkan sampah. Oleh karena itu, untuk mencegah kontaminasi di TKP perlu penggunaan sarung tangan, masker maupun penutup kepala, demikian pula saat pengujian DNA. Degradasi sendiri disebabkan endoenzim, mikroorganisme, organisme, lingkungan dan kimiawi. Proses ini bisa dihentikan dengan pengeringan, pendinginan, dan pengawetan.
Intan Sari Nuraini, S.Si
Mahasiswa Magister Ilmu Forensik
Universitas Airlangga