Konten dari Pengguna

Toleransi Merekah di Nusa

Intan Idaman Halawa
Mahasiswa UNPAM
2 November 2023 12:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Intan Idaman Halawa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Sejak puluhan tahun yang lalu hingga baru-baru ini, penolakan terhadap pembangunan rumah ibadah bukanlah masalah baru bagi Indonesia, sebuah negara yang kaya akan keberagaman. Hampir di setiap daerah, penolakan terhadap pembangunan dan bahkan renovasi rumah ibadah terus terjadi, seperti kasus terbaru penolakan pendirian gereja milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Cilegon, Banten.
ADVERTISEMENT
Secara prinsip, agama dapat menjadi alat pemersatu bangsa yang sangat efektif. Namun, di sisi lain, agama juga dapat digunakan sebagai senjata yang kuat untuk memecah dan merusak negeri ini dalam waktu singkat. Apakah kita menyadari bahwa saat ini banyak oknum yang dengan bebas menggunakan agama sebagai alasan?
Harus diakui bahwa di balik tindakan tersebut ada tujuan tertentu yang ingin dicapai, terutama dalam konteks persaingan politik dan bisnis saat ini. Jika situasi seperti ini terus berlanjut, maka negeri yang subur ini berisiko menjadi gersang, dan ketika terjadi percikan api kecil, bisa dengan cepat meluas dan menghanguskan semuanya.
Sebagai anak bangsa yang memiliki semangat nasionalisme dan patriotisme, seharusnya kita menyadari bahwa keberagaman ini adalah suatu kekayaan yang mungkin tidak dimiliki oleh negara lain. Jika kita telah menyadari hal ini dengan benar, bagaimana mungkin kita menyia-nyiakan atau bahkan merusak kekayaan ini hanya karena kita berbeda.
Sumber: Dokumen Pribadi
Mungkin merupakan hal yang mengherankan bagi daerah lain di Indonesia jika dalam pemerintahan, pemimpin dan jajarannya saling berbeda agama. Namun, di Nusa Tenggara Timur, itu adalah hal yang biasa. Contoh nyata adalah daerah Alor, ketua panitia adalah seorang muslim, jajarannya beragama Katolik, dan anggotanya adalah pemeluk Kristen dan Hindu.
ADVERTISEMENT
Bahkan perbedaan agama dalam sebuah rumah tangga maupun keluarga besar bukanlah persoalan bagi mereka. Setiap orang berhak memeluk keyakinannya dan wajib menghargai keyakinan orang lain. Dari sini, kita melihat betapa akrab dan solidnya mereka. Meskipun dari segi ekonomi sedikit tertinggal, namun dari segi solidaritas, mereka mencapai titik sukses. Hidup damai dan rukun adalah impian semua orang, dan mereka telah berhasil menggapainya.
Apa yang terasa asing bagi dunia, itu menjadi hal yang akrab di Kota Kasih. Pernahkah Anda menyaksikan dua tempat ibadah yang berdampingan, hanya dibatasi oleh gerbang? Atau mungkin pernahkah Anda melihat dua agama yang berbeda saling mempersilakan sesamanya untuk beribadah?
ADVERTISEMENT
Mungkin hal ini agak kurang logis bagi daerah lain, terutama daerah yang menganggap orang yang berbeda agama dengannya sebagai musuh. Namun, di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang juga dikenal sebagai Nusa Tinggi Toleransi, hal seperti ini adalah hal biasa bagi mereka.
Masyarakat di sana saling membantu dalam membangun rumah ibadah. Sebagai contoh, ketika umat Muslim ingin membangun rumah ibadah mereka, umat pemeluk agama lain, seperti Katolik, Kristen, dan Hindu, akan turut membantu baik dari segi materi, waktu, maupun tenaga. Hal yang sama berlaku sebaliknya.
"Bahkan ketika kami ingin beribadah, namun tetangga masih beribadah, maka kami akan menunggu mereka selesai supaya suara musik dan lainnya tidak bertabrakan," jelas beliau, Bapak Ketua rumah ibadah Masjid Al-Muttaqin yang berdampingan dengan Gereja HKBP di Kota Baru, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sehormat itulah mereka pada agama yang lain.
Sumber: Dokumen Pribadi
Jangan biarkan perbedaan membatasi kebahagiaanmu. Semakin kamu menutup diri terhadap perbedaan, semakin sulit hidupmu. Sendawamu akan memilih waktu, tempat, dan orangnya, sehingga senyummu sulit terwujud.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya adalah, sampai kapan kamu akan menyiksa dirimu sendiri? Ingatlah, bumi dihuni oleh makhluk hidup dalam jumlah yang tak terbatas. Mengapa kamu tidak ingin membuka mata terhadap keberadaan mereka?
Negeri ini bukan kekurangan orang-orang kuat melainkan kekurangan orang-orang sadar. Banyak yang cerdas, tangguh, dan berpotensi, namun seringkali kurang menyadari siapa lawan dan kawan. Lawan negeri ini adalah kemiskinan bukan perbedaan. Perjuangan dilakukan secara bersama-sama tanpa melihat suku, agama, warna kulit, bahasa dan segala bentuk perbedaan lainnya. Kita kuat karena bersatu, kita unik karena berbeda!
Sumber: Dokumen Pribadi