Konten dari Pengguna

Memprioritaskan Investasi Pertahanan demi Kemajuan Ekonomi

Iqbal Bagus Alfiansyah
Research Analyst di PT Semar Sentinel Indonesia
15 Januari 2025 14:26 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iqbal Bagus Alfiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Investasi pertahanan dapat mendukung kemajuan ekonomi nasional. Foto: Shutterstock/gopixa
zoom-in-whitePerbesar
Investasi pertahanan dapat mendukung kemajuan ekonomi nasional. Foto: Shutterstock/gopixa
ADVERTISEMENT
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia terus melakukan upaya modernisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui program akuisisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern dan terbaru. Selain penting untuk menghadapi situasi keamanan global dan regional yang terus berevolusi, modernisasi tersebut juga faktanya dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2023, Presiden Indonesia saat itu, Joko Widodo, menekankan kebutuhan untuk menyesuaikan kebijakan pengadaan pertahanan menjadi investasi pertahanan. Dengan kata lain, jika anggaran dan pinjaman terkait digunakan untuk membeli peralatan dan sistem senjata baru, maka pembelian tersebut juga idealnya harus dapat memberikan keuntungan bagi perekonomian nasional. Target tersebut dapat dicapai, dan dalam proses pemenuhannya dapat turut membantu pemerintah Indonesia mencapai visi perekonomian dan pembangunan.
ADVERTISEMENT
Ketika membahas pengadaan dan investasi pertahanan, perhatian utama umumnya tertuju pada defence and technology industrial base (DITB) Indonesia, dan lebih khusus lagi, pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pertahanan sebagai aktor utama, yakni PT Len Industri, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT Dahana, dan PT PAL Indonesia. Sebagian besar perusahaan tersebut mencatat penjualan dengan memasok end-users di sektor pertahanan dan keamanan domestik atau melalui program dwifungsi/dwiguna (dual-use) yang dapat ditujukan bagi sektor sipil. Namun, hal ini nampaknya belum cukup untuk menjadikan BUMN-BUMN tersebut mencatat keuntungan yang signifikan atau mampu berinvestasi dalam proyek besar demi mempelajari teknologi atau kapasitas baru, yang mana kegagalan untuk mencapai tujuan tersebut dapat menghambat perkembangan perusahaan. Oleh karena itu, konsep investasi pertahanan idealnya diarahkan dengan jelas untuk memastikan bahwa setiap pengadaan alutsista kedepannya dapat memberikan manfaat bagi industri pertahanan domestik tidak hanya dalam jangka pendek, namun juga dengan memperhatikan dampak jangka panjangnya. Selain itu, investasi pertahanan dapat turut memperkenalkan kapasitas dan kapabilitas industri baru, dengan demikian membuat industri pertahanan domestik mampu mengembangkan produk-produk baru tidak hanya bagi pemangku kepentingan domestik di sektor pertahanan keamanan, namun juga pasar-pasar mancanegara atau entitas di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Inilah sebab mengapa pemerintah Indonesia harus memprioritaskan proyek atau kontrak pengadaan alutsista yang menguntungkan industri domestik tidak hanya dalam hal peningkatan kapasitas, namun juga apa yang proyek yang mampu memberikan apa yang dapat dianggap sebagai return on investment. Sebagian besar dari kontrak tersebut memberikan value kembali bagi perekonomian Indonesia dengan menawarkan keuntungan ekonomi yang nyata sekaligus memperkuat kapasitas industri pertahanan nasional. Proyek-proyek pertahanan serupa juga menjadi hal yang perlu direalisasikan mengingat dampak positifnya dalam mengembangkan DITB Indonesia, yang pada prosesnya juga dapat berperan mempertahankan kedaulatan Indonesia dengan menawarkan keunggulan dalam salah satu sektor industri strategis nasional.
Menariknya, manfaat ekonomi dari proyek-proyek pengadaan alutsista tidak hanya terbatas pada peningkatan kapasitas DITB Indonesia, namun juga dapat mendukung penciptaan lapangan pekerjaan. Penting untuk diingat bahwa Presiden Prabowo Subianto berjanji menciptakan 19 juta lapangan pekerjaan baru. Untuk mewujudkan janji tersebut, pemerintah berfokus untuk memberdayakan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menyumbang tidak kurang dari 60,5% produk domestik bruto/gross domestic product (GDP) Indonesia dan menyerap sebagian besar tenaga kerja Indonesia. Pemerintah juga menargetkan untuk menurunkan tingkat pengangguran dari 5% pada 2023 menjadi 2,5% pada 2030 dengan mendorong investasi asing dan domestik, mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur, serta menguatkan UMKM. Dalam konteks inilah proyek pengadaan alutsista dapat memainkan peran penting. Berbagai proyek yang sedang berjalan atau yang akan datang berpotensi menciptakan ribuan lapangan pekerjaan langsung maupun tidak langsung dalam sektor DITB Indonesia dan pada gilirannya membantu Indonesia mencapai target menurunkan pengangguran pada 2025. Berdasarkan data yang tersedia secara terbuka, proyek pembangunan kapal selam Scorpene Evolved akan menciptakan setidaknya 350 lapangan pekerjaan di PT PAL Indonesia dan jutaan jam kerja bagi supplier terkait, yang mana banyak di antaranya adalah UMKM yang menjadi fokus Presiden Prabowo demi mewujudkan penciptaan lapangan kerja baru dan pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, meskipun pertumbuhan ekonomi diproyeksikan hanya mencapai 5,1% pada 2025, Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan 8% pada 2029. Dalam mencapai target yang cukup “optimistis” tersebut, Indonesia diperkirakan akan menghadapi berbagai tantangan dalam bulan-bulan mendatang, terutama karena faktor eksternal seperti kebijakan tarif yang diwacanakan Donald Trump, dampak invasi Rusia terhadap Ukraina, serta disrupsi terhadap freedom of navigation di Laut Merah yang memengaruhi harga dan keamanan energi serta pangan. Inilah sebab mengapa proyek-proyek strategis pertahanan yang berkontribusi mengembangkan DITB Indonesia dan menciptakan lapangan kerja baru dapat turut mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun demikian, hingga akhir 2024, tidak kurang dari 51 proyek pengadaan alutsista senilai Rp 152 triliun yang didanai pinjaman luar negeri (PLN) belum direalisasikan. Untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi serta membantu mencapai target yang telah dicanangkan pemerintah, maka Indonesia perlu mempercepat eksekusi kontrak-kontrak pengadaan alutsista yang esensial tersebut. Selain itu, para pembuat kebijakan juga harus memprioritaskan kontrak yang memberikan manfaat langsung secara jangka panjang bagi perekonomian domestik—seperti penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kapasitas industri—serta pada akhirnya mampu memperkuat postur pertahanan Indonesia.
ADVERTISEMENT