Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Mengapa Orang Indonesia Masih Banyak yang Memercayai Santet di Era Saat Ini?
5 Maret 2025 13:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Iqbal Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Diskursus mengenai eksistensi dukun kembali menguat dan menjadi perbincangan hangat di jagat maya. Ini bermula saat Ferry Irwandi, konten kreator Indonesia, melalui akun X pribadinya, menantang para dukun untuk melakukan santet terhadapnya beberapa waktu lalu. Ia pun mengatakan siap memberikan potongan rambut, foto dirinya, atau persyaratan lainnya jika dibutuhkan. Apabila aksi santet ini berhasil, Ferry menjanjikan sebuah mobil super mewah jenis Alphard sebagai hadiah.
ADVERTISEMENT
Melihat hal ini, kemudian muncul seseorang asal Yogyakarta yang mengaku sebagai dukun mengiyakan tantangannya. Aksi santet ini pun sepakat mereka laksanakan pada beberapa waktu lalu. Di hari pelaksanaan santet itu, alih-alih merasa takut, Ferry malah melakukan siaran langsung di kanal Youtube pribadinya, menunggu dirinya terkena santet sembari menikmati Mie G*coan. Dan, tentu saja pada akhirnya tidak terjadi apa-apa.
Sontak video nyeleneh ini seketika meraup ribuan penonton, lalu trending, dan dibicarakan dimana-mana. Ferry mengatakan motif dari melakukan aksi yang terbilang nekat ini bukan untuk meraih engagement belaka, melainkan sebagai upaya menyadarkan masyarakat−−yang belum meninggalkan kepercayaan terhadap praktek kuno ini.
Pembuktian yang dipertontonkan secara telanjang ke khalayak umum ini belum cukup membuat kaum pro terhadap dukun santet menjadi insaf. Kepercayaan kuno ini seakan tidak pernah habis dilahap oleh modernisasi. Malahan isu ini kembali muncul di permukaan dan mendapat panggung di jagat maya.
ADVERTISEMENT
Lantas, fenomena ini membuat saya merenung tentang, mengapa kepercayaan terhadap santet ini masih ada pemeluknya hingga sekarang di Indonesia? Di kala orang-orang di belahan negara lain sibuk mengurusi meningkatkan sarana serba digital dan berlomba-lomba mengeluarkan teknologi yang super canggih, mengapa kita disini masih berdebat santet ini ada atau tidak ada?
Bagi saya, fenomena ini seyongyanya dilihat bukan terkait benar atau salahnya santet ini, melainkan perlu dipahami faktor-faktor yang mendasari kepercayaan ini tetap kokoh. Sehingga hal ini menjadi sebuah diskursus yang serius dan menarik untuk ditelusuri secara mendalam.
Kepercayaan Warisan Nenek Moyang
Alasan pertama, eksistensi kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap santet tidak terlepas dari jejak sejarah panjang masyarakat Indonesia dengan agama animisme.
ADVERTISEMENT
Bila mengacu pada teori evolusi agama versi E. B. Taylor, Antropolog asal Inggris, animisme merupakan kepercayaan pertama masyarakat primitif, yang memandang kehadiran makhluk supranatural, seperti jiwa, roh, atau makhluk tak kasatmata, berperan dalam kehidupan manusia. Seirama dengan perkembangan kepercayaan ini, bentuk-bentuk praktik, ritus, maupun seremonial-seremonial lainnya yang berkaitan erat dengan supranatural pun mulai tumbuh, tak terkecuali kepercayaan terhadap santet.
Ratusan tahun berlalu, agama animisme tetap eksis dan masih dipraktekkan hingga saat ini oleh masyarakat Indonesia. Namun, bedanya kini kepercayaan animisme terekstrak menjadi sebuah kebudayaan masyarakat lokal sebab negara tidak mengakui keberadaannya. Makanya, agar kepercayaan ini tetap eksis, sebagian besarnya menyelinap dan berakulturasi dengan agama-agama besar−Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Sehingga, hal ini tidak mengherankan apabila pemeluk kepercayaan terhadap santet ini masih dijumpai sekarang, bahkan hadir di sekitar kita.
ADVERTISEMENT
Hadir karena Kegagalan Pengetahuan dan Teknologi
Alasan kedua, kepercayaan terhadap santet akan selalu hadir dalam masyarakat karena akses terhadap pengetahuan dan teknologi yang dimiliki gagal menjelaskan rentetan tragedi yang dihadapi. Sementara, kepercayaan terhadap santet ini mampu menjelaskan semua kejadian secara kebetulan yang menimpa manusia. Ketika nalar logis manusia tidak mampu menjawab suatu penyakit, maka nalar terhadap hal magi atau gaib adalah jalan terakhir pemecahannya.
Sebagai ilustrasi, secara umum kita mengenal dua jenis penyakit yang diderita manusia: jenis penyakit yang sebab musababnya dapat diidentifikasi dan disembuhkan dengan penanganan dari dokter yang terdidik. Sedangkan, ada juga penyakit yang tidak bisa dilacak asal muasalnya secara medis. Jenis penyakit yang kedua inilah sekiranya peluang dukun masuk menunjukkan eksistensinya, dikala orang-orang menyerah dan pasrah terhadap suatu penyakit yang diderita. Pada kondisi ini, dukun diliat sebagai satu-satunya harapan atas penyakit yang tidak dapat dijawab.
ADVERTISEMENT
Terkena santet atau guna-guna seolah-olah menjadi sebuah ‘konsep’ yang bertanggungjawab atas semua penyakit, kemalangan, dan musibah yang dialami. Lazimnya para dukun ini menerawang penyakit ini disebabkan oleh adanya aktivitas dari agen-agen (perantara) yang bermain di baliknya. Entah makhluk ini dapat berwujud makhluk manusia, makhluk bukan manusia (hantu, roh), ataupun makhluk supranatural (makhluk gaib, dewa).
Orang yang mengalami sakit ini akibat santet ini acap kali karena motif penggunaannya yang berkelindan dengan faktor-faktor anti-sosial, misalnya: dikirimkan santet karena dendam kesumat, iri terhadap pencapaian, dengki, dan sebagainya. Sehingga, alih-alih mendapatkan pengobatan, penderita malah akan disuruh melakukan pengorbanan-pengorbanan dan sajian-sajian, yang dimaksudkan untuk berdamai dengan makhluk tak kasat mata yang bermain di belakang. Akhirnya, si penderita mengamini segala cara yang diperintah agar terlepas dari penyakit santet ini.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Falikhah, Nur. (2012). "Santet dan Antropologi Agama". Al-Adharah: Jurnal Ilmu Dakwah. 11(22).
KumparanNews. (2024). "Memahami Fenomena Santet dari Sudut Pandang Ilmu Sosial-Humaniora". https://kumparan.com/kumparannews/memahami-fenomena-santet-dari-sudut-pandang-ilmu-sosial-humaniora-22vCaHCWuMM
Mojok. (2021). "Antropologi dan Magi Melihat Santet yang Diduga Menyasar Seorang Bapak". https://mojok.co/liputan/antropologi-dan-magi-melihat-santet-yang-diduga-menyasar-seorang-bapak/
Thabrani, M. A. (2015). "Korban Santet dalam Perspektif Antropologi Kesehatan dan Hukum Islam di Kabupaten Pamekasan". Jurnal Al-Ihkam: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial. 9(1).