Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ketimpangan Sosial Antara Si Emas dan Si Lusuh
31 Oktober 2024 15:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Zahra Sya'bani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta – Dunia yang telah mengalami kemajuan pada teknologi dan informasi, menciptakan ketimpangan antara si emas – mereka yang terlahir kaya, dan si lusuh – mereka yang terlahir miskin. Dunia serba modern seolah memberi kemudahan untuk semua. Tapi pada kenyataannya, hanya mereka yang punya akses dan modal untuk menikmati dan memanfaatkan peluang tersebut. Si emas dengan nyaman melangkah, sementara si lusuh terseok-seok berjalan, tertinggal dan tertahan oleh beban hidup yang begitu berat.
ADVERTISEMENT
Berbagai pertanyaan terbesit dalam pikiran si lusuh tentang mudahnya si emas meraih mimpi, “Sampai kapan aku harus berjuang begitu keras sendirian, sementara si emas dengan mudah memetik buah yang tak mereka tanam?”. Dengan adanya modal yang lebih dari cukup, kekuasaan yang dimiliki, si emas dapat mengakses segala program pendidikan dan mendapatkan pekerjaan tanpa harus bersaing dengan keras. Sementara si lusuh, sering kali terkalahkan oleh koneksi dan uang si emas. Si lusuh harus bersusah payah, mengorbankan waktu dan tenaga demi peluang yang tak seberapa.
Teknologi yang diciptakan dengan tujuan mendekatkan yang jauh dan mempermudah kehidupan, sayangnya, menciptakan jurang antara si emas dan si lusuh. Akses internet, kursus belajar daring yang berkualitas, dan platform networking menjadi milik mereka yang mempunyai dana. Prinsip utilitarianisme yang memberikan manfaat pada perkembangan teknologi informasi, justru pada kenyataannya menjadi teknologi yang menciptakan ‘kasta’, di mana yang mampu dan mempunyai modal serta kekuasaan akan mendapatkan manfaat yang besar.
ADVERTISEMENT
Lalu, apakah teknologi hanya melayani si emas? Bagaimana dengan si lusuh yang juga ingin mendapatkan manfaat yang sama? Si lusuh mungkin akan terus bertanya-tanya “Apakah aku hanya menjadi penonton di kehidupan ini”. Bagaimana menjawab pertanyaan ini? Lalu bagaimana dengan ekonomi? Ekonomi juga menambah beban si lusuh. Mengingat hari ini, esok, dan seterusnya, kebutuhan hidup yang serba mahal dan terbatas, sulitnya lapangan pekerjaan yang ingin diraih, memperkecil peluang mereka. Di sisi lain, si emas dengan mudah mendapatkan semua hal hanya dengan kekuasaan yang mereka miliki.
Bagaimana menghadapi berbagai pertanyaan yang diajukan si lusuh kepada kita? Apakah kita akan diam saja melihat mereka menghadapi ketimpangan?
Mari kita lihat jawaban dari berbagai pertanyaan itu pada filosof keadilan. Pada kenyataannya kesempatan itu datang kepada semua orang dan setara, tapi kita melihat pelanggaran terhadap hak dasar si lusuh, mereka bukan sekedar terbatas ekonomi, tetapi juga konstruksi sosial masyarakat yang menguntungkan si emas. Peluang yang dirancang untuk semua orang, justru hanya dinikmati bagi mereka yang berkuasa.
ADVERTISEMENT
Untuk menghadapi masalah ini, berbagai solusi harus diwujudkan. Dengan memprioritaskan pendidikan yang terjangkau untuk semua orang, fasilitas yang memadai serta merata, dan literasi teknologi informasi yang dapat memudahkan semua orang pada keterampilan kerja dan peluang terhadap wirausaha juga menjadi solusi penting agar semua memiliki kesempatan yang sama.
Dengan adanya perubahan sistematik, kita dapat menjembatani jurang ketimpangan ini. Tak peduli dari mana mereka berasal, semua orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama.
Zahra Nur Syabania Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta