Konten dari Pengguna

Antara Melarang AI dalam Seni atau Mengatur Etika, di Tengah Tren Studio Ghibli

Irene Kusuma Palmarani
Mahasiswi S2 HI UGM - Master of Arts in Digital Transformation and Competitiveness
7 April 2025 9:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irene Kusuma Palmarani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Linimasa media sosial akhir-akhir ini diwarnai oleh hasil gambar AI menggunakan ChatGPT dengan prompt mengubah gambar atau foto bergaya khas Studio Ghibli dari Jepang. Bahkan jasa pengubahan gambar tersebut mulai diperjualbelikan di e-commerce. Penggunaan dan penyebarluasan yang masif menimbulkan pro dan kontra terkait dengan hak cipta dan masa depan karya seni. Fenomena ini menggambarkan kemudahan AI untuk memproduksi karya seni yang dinilai mampu mempercepat proses produksi dan mengurangi biaya. Akan tetapi, apakah perkembangan teknologi ini akan menggantikan pula kreativitas para seniman dan creator? Bagaimana bidang seni dan industri kreatif di era AI ini sebaiknya diselaraskan?

https://www.canva.com/design/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.canva.com/design/
Tidak dapat dipungkiri bahwa AI membawa banyak perubahan dengan memberikan kemudahan hampir di setiap bidang, termasuk seni. Sementara karya seni dan kreatif memiliki ranah yang luas. Tidak hanya hasil creator Studio Ghibli saja, namun juga dalam seni yang lain seperti seni rupa, musik, film dan animasi. AI dapat digunakan dalam berbagai proses produksi karya seni, seperti generasi gambar otomatis, pembuatan musik, hingga penulisan naskah dan skrip. Praktik penggunaan AI dalam tiap karya seni bisa jadi berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk menyikapi praktik penggunaan AI dalam bidang seni dan kreatif ini, kita akan melihat melalui refleksi atas pertanyaan berikut:
ADVERTISEMENT
Apakah AI Digunakan Sebagai Alat Bantu atau Pengganti Kreativitas Seniman?
Dalam suatu proses produksi karya seni, kita dapat melihat dimana AI berperan. Sebagai alat bantu, AI dapat mempercepat proses kreatif, misalnya dalam fotografi, animasi, maupun desain grafis. Fotografer menggunakan AI untuk editing ataupun musisi menggunakan AI untuk mixing dan mastering lagu. Dalam hal ini, AI tidak menggantikan seniman tetapi membantu mereka bekerja lebih efisien.
Namun jika AI digunakan untuk melakukan deepfake dalam film yang menggantikan aktor tanpa izin, menciptakan lagu tanpa komposer atau musisi, membuat novel tanpa penulis, hal ini yang akan merugikan seniman karena bersifat menggantikan peran. Inti dari seni adalah pengalaman, ekspresi, kreativitas, dan emosi manusia. Maka apabila AI digunakan sebagai pengganti seniman, pesan dari karya seni tersebut tidak akan tersampaikan secara emosional kepada penikmat karya, bahkan cenderung menghilangkan peran profesi seniman itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Apakah Hasil Karya Seni dari AI Merugikan Industri Kreatif?
Hasil karya berbasis AI telah banyak dimanfaatkan dan dipublikasikan melalui berbagai platform digital untuk kepentingan komersial maupun non-komersial. Kita bisa melihat sejauh mana penggunaan ilustrasi AI dalam pemasaran, menggantikan komposer musik, hingga deepfake untuk memanipulasi wajah dan suara manusia dalam film ataupun kepentingan yang lain. Sayangnya, distribusi hasil karya ini meluas dan penggunaan AI dalam bidang seni juga semakin masif.
Apabila AI digunakan untuk menggantikan seniman tanpa adanya izin atau pemberian kompensasi, maka jelas penggunaannya merugikan industri kreatif. Pelanggaran hak cipta, plagiarisme, pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual, hingga mempertanyakan sejauh mana etika penggunaan AI ini bersifat merugikan. Misalnya: AI dapat membuat lukisan atau ilustrasi otomatis tetapi tanpa izin, AI dapat menggantikan aktor ataupun meniru suara musisi terkenal dengan deepfake hingga menghasilkan royalti. Publikasi AI-generated content tanpa transparansi seperti ini dapat menyesatkan publik dan menimbulkan masalah hak cipta. Sayangnya, saat ini orang awam cenderung sulit membedakan mana produk AI atau bukan sehingga praktik penggunaan AI dalam seni cenderung bersifat merugikan industri kreatif.
ADVERTISEMENT
Penyelarasan Penggunaan AI dalam Produksi Karya Seni
Melihat refleksi dari 2 pertanyaan sebelumnya di atas, maka jawaban untuk penggunaan AI dalam produksi karya seni akan tergantung pada tahap produksi dimana AI ini diperankan. AI sebaiknya dilarang apabila penggunaannya menggantikan seniman dan merugikan industri kreatif. Sebaliknya, AI dapat dapat digunakan sebagai alat bantu namun juga jika etika dan praktik penggunaannya tidak merugikan. Dalam hal ini, ada regulasi yang perlu didorong untuk mengatur hak cipta dan transparansi atas praktik penggunaan AI dalam produksi karya seni.
Dengan kata lain, bukan melarang AI sepenuhnya, tetapi mengatur penggunaannya agar tidak merugikan seniman dan industri kreatif. Perlu ada batas yang jelas dalam praktiknya dimana AI tidak boleh digunakan untuk menggantikan seniman terutama jika hal tersebut menghilangkan kreativitas dan ekspresi manusia. Selain itu, praktik AI yang meniru, menyalin, atau mengambil keuntungan dari karya seniman tanpa izin juga harus dilarang.
ADVERTISEMENT
Maka, bukan teknologi AI-nya yang harus ditolak atau dilarang, tetapi etika dan cara penggunaannya yang harus diatur dengan tegas. Dengan regulasi yang tepat, kita bisa menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan keberlangsungan produksi karya seni dalam industri kreatif yang berbasis pada kreativitas manusia.