Konten dari Pengguna

Menekan Shadow Economy: Strategi Kepatuhan Pajak untuk Ekonomi Transparan

IRENE REBEKA GRESELA MANURUNG
Seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di Politeknik Keuangan Negara STAN jurusan Manajemen Keuangan Negara
12 Februari 2025 15:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari IRENE REBEKA GRESELA MANURUNG tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
kepatuhan-pajak.canva.com
zoom-in-whitePerbesar
kepatuhan-pajak.canva.com
ADVERTISEMENT
Kepatuhan pajak adalah tingkat kesediaan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Kepatuhan terhadap perpajakan merupakan langkah awal menuju Indonesia yang sejahtera. Apabila masyarakat atau Wajib Pajak mematuhi setiap peraturan yang ada maka penerimaan negara akan meningkat untuk dapat dialokasikan pada pembangunan negara dan pelayanan publik. Apakah kepatuhan terhadap pajak memiliki pengaruh yang besar terhadap pengurangan kasus shadow economy saat ini? Apa langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut?
ADVERTISEMENT
Salah satu masalah kepatuhan perpajakan yang ada hingga saat ini adalah shadow economy. Shadow economy merupakan aktivitas ekonomi yang tidak tercatat dalam Gross Domestic Product (GDP) yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan unsur kesengajaan dan bertujuan untuk menghindari kewajiban perpajakan. Contoh aktivitas yang termasuk ke dalam pengertian shadow economy yaitu usaha tanpa izin, usaha informal yang tidak terdaftar, atau pendapatan yang tidak dilaporkan dari usaha rumahan.
Shadow economy berkembang akibat rendahnya kepatuhan pajak. Wajib pajak yang tidak melaporkan penghasilannya atau menghindari pajak berkontribusi terhadap meningkatnya aktivitas ekonomi informal. Akibatnya, negara kehilangan potensi pendapatan pajak yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Berdasarkan informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi shadow economy di Indonesia mencapai 8% s.d. 10% dari GDP. Angka ini termasuk angka yang sangat signifikan dalam mempengaruhi pendapatan negara, untuk mengurangi dampak masalah tersebut, pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang inklusif, progresif, serta mampu mengurangi masalah kepatuhan pajak di Indonesia, khususnya shadow economy.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini aktivitas perekonomian bayangan masih belum dapat teratasi sepenuhnya karena berbagai keterbatasan yang ada. Meningkatkan kesadaran seseorang untuk mematuhi peraturan bukanlah hal yang mudah apalagi jika berkaitan dengan ekonomi atau pendapatan seseorang. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi yang baik antara Direktorat Jenderal Pajak dengan semua stakeholder yang ada, termasuk masyarakat untuk bisa mencapai target dalam mengatasi shadow economy agar tidak semakin berkembang.
Upaya Pemerintah dalam Menekan Shadow Economy
Langkah yang telah dilakukan pemerintah dapat dilihat dari diberlakukannya Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang, maka Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas perpajakan memiliki kewenangan untuk memperoleh dan menyediakan informasi keuangan (power to obtain and provide financial information). Konsepsi kepatuhan pajak tidak hanya mengacu kepada kepatuhan atas peraturan perundangan perpajakan (tax law), akan tetapi dapat dilihat secara kebih luas terkait kebijakan pajak yang diambil dan pengaruhnya di dalam masyarakat (James dan Alley,2019).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1a dan 10 UU KUP, saat ini juga telah diberlakukan integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga memungkinkan pengawasan yang lebih ketat terhadap aktivitas perekonomian, bahkan bagi Individu yang belum terdaftar sebagai wajib pajak. Pemadanan NPWP terhadap NIK ini terbukti meningkatkan Wajib Pajak terlapor NPWP hingga sekitar 80% (Pinatih,2024). Pemadanan NPWP terhadap NIK juga sangat membantu DJP dalam mengelola informasi terkait usaha yang dikelola oleh Wajib Pajak, sehingga usaha yang tidak terlapor, shadow economy, dapat dipantau dan di antisipasi.
Selain itu, pengembangan perpajakan berbasis digital atau website yang telak dijalankan Direktorat Jenderal Pajak juga menimbulkan efek positif kepada masyarakat untuk lapor pajak karena lebih mudah dan efisien. Salah satunya adalah penggunaan AEOI (Asean Economic Integration Organization), transmisi informasi wajib pajak “massal” yang sistematis dan berkala oleh negara sumber ke negara tempat tinggal mengenai berbagai kategori pendapatan (misalnya dividen, bunga, royalti, gaji, pensiun, dll). Mekanisme ini dapat mendeteksi Wajib Pajak yang memiliki aset ataupun rekening si luar negeri, sehingga Wajib Pajak tersebut tidak dapat menghindari kewajibannnya untuk membayar pajak. Melalui AEOI Direktorat Jenderal Pajak dapat dengan mudah mengawasi kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Hal ini terbukti mendorong kepatuhan perpajakan bagi Wajib Pajak, hingga meningkatkan pendapatan pajak negara. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak tahun 2024 mencapai Rp1.932,4 T atau 100,5% dari target.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi Kebijakan
Namun, menurut pandangan saya, pemerintah juga seharusnya dapat membuat kebijakan berupa pemberian potongan atau insentif pajak bagi usaha-usaha kecil yang baru mendaftar atau mulai membayar pajak sehingga dapat menarik minat masyarakat lain yang sedang menjalankan usaha untuk melaporkan usahanya. Sistem perpajakan yang lebih transparan juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan dan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap perpajakan.
Pemerintah juga dapat melakukan simplifikasi regulasi dan perizinan usaha karena banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang enggan mendaftarkan usahanya secara resmi jika perizinannya sulit dilakukan. Dengan mempermudah prosedur pendaftaran usaha melalui sistem digital yang terintegrasi, dapat meningkatkan minat usahawan untuk mendaftarkan usahanya secara resmi dan masalah shadow economy tidak semakin banyak. Selain itu, untuk Wajib Pajak yang dengan sengaja melakukan shadow economy untuk menghindari pajak dapat diberikan sanksi tegas, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
ADVERTISEMENT
Shadow economy merupakan tantangan besar dalam sistem perpajakan Indonesia. Penyelesaian masalah shadow economy membutuhkan strategi yang signifikan dan periode waktu berkala yang harus dilakukan dengan signifikan dan berkelanjutan. Oleh karena itu, apabila masalah shadow economy ini diselesaikan dengan baik melalui kebijakan-kebijakan yang mendorong peningkatan kepatuhan perpajakan, maka perekonomian, khususnya pendapatan negara akan meningkat dan juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
REFERENSI :
Adrinata, R. (2024). Mengatasi shadow economy melalui kebijakan perpajakan yang progresif. Kementerian Keuangan RI. https://opini.kemenkeu.go.id/article/read/mengatasi-shadow-economy-melalui-kebijakan-perpajakan-yang-progresif
Dahlan, M. (2020). Shadow economy, AEOI, dan kepatuhan pajak.
Yanuarto, D. (2024). Urgensi digitalisasi transaksi: Menekan shadow economy dan membangun kepatuhan pajak generasi muda. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/dwiwahyu5497/672bd290c925c41feb650ca2/urgensi-digitalisasi-transaksi-menekan-shadow-economy-dan-membangun-kepatuhan-pajak-generasi-muda
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
ADVERTISEMENT
Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan