Konten dari Pengguna

Serangan Umum di Surakarta

Irfa' Hafidlul Badri
Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Semarang
29 April 2022 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irfa' Hafidlul Badri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Monumen 45 Banjarsari, sebuah monumen yang dibangun untuk memperingati peristiwa bersejarah di Kota Surakarta, yaitu Serangan Umum Empat Hari. (https://www.instagram.com/p/B4Yi5VmBEnc/?igshid=YmMyMTA2M2Y=)
zoom-in-whitePerbesar
Monumen 45 Banjarsari, sebuah monumen yang dibangun untuk memperingati peristiwa bersejarah di Kota Surakarta, yaitu Serangan Umum Empat Hari. (https://www.instagram.com/p/B4Yi5VmBEnc/?igshid=YmMyMTA2M2Y=)
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai revolusi, revolusi bukan hanya terjadi di tingkat nasional namun di tingkat lokal juga. Ada beberapa banyak pertempuran oleh masyarakat Indonesia di berbagai daerah, khususnya ada di pulau Jawa. Saat Agresi Militer II, Surakarta menjadi salah satu dari berbagai kota yang mempunyai kisah pergolakan melawan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan. Dalam ceritanya, Pertempuran Empat Hari di Surakarta ini mempunyai dampak positif dalam misinya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
21 Desember 1948, Belanda memasuki kawasan kota Surakarta dengan maksud ingin memperluas kekuasaannya. Keinginan Belanda dalam menguasai Kota Surakarta juga dilatarbelakangi oleh keadaan Kota Surakarta yang menjadi dasar pertahanan militer pasca dipindahnya ibukota Indonesia ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Salah satu cara untuk menguasai Indonesia yaitu dengan melumpuhkan sektor pertahanan militernya.
Perang yang berlangsung selama empat hari tepatnya 7-10 Agustus 1949 memperlihatkan semangat juang rakyat Kota Surakarta bersama TNI serta pasukan tentara pelajar dalam misi mempertahankan kemerdekaan ini perlu diapresiasi dengan strategi gerilya nya. Sekitar 190 penduduk sipil tewas dalam pertempuran ini.
Serangan yang dimulai tanggal 7 Agustus 1949 ini tepatnya pada pukul 06.00 diawali oleh pasukan Sub Wehrkreise (SWK) 106 Ardjuna yang menguasai perkampungan-perkampungan di Kota Surakarta. Selanjutnya pasukan TNI menyerang Belanda ke berbagai penjuru sesuai pada rencana yang dibuat sebelumnya. Hari selanjutnya, pertempuran berlangsung sampai pada tengah malam. Saat itu, pasukan TNI juga terlibat dalam serangan tersebut dengan memasang bermacam rintangan di sekitar jalan Pasar Kembang. Sayangnya, rencana tersebut diketahui Belanda. Hal tersebut megakibatkan 26 orang ditangkap oleh Belanda. 24 orang dari mereka yang ditangkap dibunuh oleh pihak Beanda.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, situasi Belanda makin terpojokkan. Pesawat Dakota Belanda ditembaki saat hendak menuju ke Landasan Udara Panasan ( saat ini bernama Bandara Adi Soemarmo ). Selanjutnya, Slamet Riyadi didampingi dengan pasukannya Brigade V, mengeluarkan aksi-aksinya. Slamet menyebutnya dengan serangan perpisahan ( Afscheidsaanval ) dan memang serangan tersebut benar-benar sebagai serangan perpisahan. Keduanya bersepakat untuk menghentikan aksi aksi dengan senjatanya pada 11 Agustus 1949.
Akan tetapi, pada 11 Agustus 1949 di beberapa wilayah, Belanda masih melancarkan aksinya untuk menyerang warga setempat. Aksi tersebut mengakibatkan tewasnya beberapa penduduk sipil. Kolonel van Ohl sebagai wakil dari Belanda berunding dengan Slamet Riyadi pada siang harinya. Belanda meminta untuk menarik mundur pasukan Indonesia sampai ke batas kota dan juga barikade harus segera dibersihkan. Selanjutnya, masalah keamanan kota diambil alih oleh Mayor Achmadi yang sebagai Komando Militer Kota Surakarta pada tanggal 24 Agustus 1949.
ADVERTISEMENT
Adapun dampak positif dari banyaknya korban jiwa berguguran dalam Serangan Umum Surakarta tersebut. Serangan yang dilakukan oleh Tentara Pelajar sukses memperkokoh posisi tawar politik Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar, di Kota Den Haag. Karena itu, tanggal 27 Desember 1949, kedaulatan Republik Indonesia telah diakui.
Sumber :
Rahmawati, S. B., Muntholib, A., & Romadi, R. (2016). Pertempuran Empat Hari di Kota Surakarta Tahun 1949. Journal of Indonesian History, 5(1).