Pemilu Indonesia vs Pemilu Amerika Serikat: Penentuan Negara Demokrasi Terbesar

Irfan Abdullah
Diplomat/ASN
Konten dari Pengguna
19 November 2020 9:38 WIB
comment
15
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irfan Abdullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Egip Satria Eka Putra
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Egip Satria Eka Putra
ADVERTISEMENT
adalah definisi yang paling mudah dalam menerjemahkan arti dari demokrasi. Selain paling mudah dicerna, definisi ini juga yang paling terkenal karena disampaikan tepat 157 tahun lalu (19 November 1863) oleh salah satu tokoh ternama dunia, yaitu Presiden ke-16 Amerika Serikat (AS), Abraham Lincoln.
ADVERTISEMENT
Tidak salah memang 82 tahun sebelum Indonesia berdiri, seorang Presiden AS dapat mengartikan terminologi demokrasi dengan indahnya layaknya seniman, karena memang Paman Sam telah lama mempraktikkan peninggalan bangsa Yunani tersebut sejak 232 tahun lalu.
Namun, dengan lamanya AS yang telah mengamalkan demokrasi ini, apakah berarti AS layak mendapatkan predikat sebagai the largest presidential democracy in the world?
Yuk mari kita amati dan kupas bersama.
Pemilihan Presiden AS
Foto: Getty Image
Baru saja AS menyelesaikan pemilihan umum/Presiden ke-59 sejak negara tersebut merdeka dari Inggris tahun 1776. Sebagaimana prediksi mayoritas pengamat, Joe Biden dari Partai Demokrat berhasil mengungguli Donald Trump dan kemungkinan akan menggeser Presiden ke-45 tersebut dari Gedung Putih.
Dibalik sikap kontroversial Trump yang sampai saat ini belum mengakui kemenangan Biden, Pemilu AS kemarin telah menorehkan prestasi yang membanggakan rakyatnya, yaitu rekor voter turnout (jumlah pemilih) yang mencapai 152.138.001 juta orang. Angka ini berhasil melewati rekor sebelumnya yang dicetak pada tahun 2016 (Trump terpilih) yaitu 136.669.276 juta orang.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, dibalik prestasi ini, sikap Trump yang masih sulit menerima hasil pemilu serta menyampaikan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar, telah mencoreng wajah demokrasi AS dan menjadikan American Democracy in crisis. Ini merupakan masalah baru lagi dalam sejarah demokrasi AS yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pemilihan Presiden Indonesia
Foto: Tribun Solo
Sejarah mencatat Pilpres 2004 sebagai tonggak demokratisasi Indonesia pasca-reformasi. Berbeda dengan India yang di mana Kepala Pemerintahannya masih dipilih oleh anggota Parlemen, masyarakat Indonesia untuk pertama kalinya dapat memilih secara langsung presiden dan wakil presiden yang menjadi pilihannya. Kondisi ini serupa dengan apa yang telah masyarakat AS nikmati lebih dari 200 tahun lalu.
Sampai dengan Pilpres 2019, Indonesia baru mengadakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung sebanyak 4 kali dan ini berbeda jauh dengan AS yang telah menyelenggarakan pesta demokrasi sebanyak 59 kali.
ADVERTISEMENT
Memang jika kita melihat statistik ini, Indonesia dapat diibaratkan sebagai seekor pipit yang bertarung melawan elang, namun, akan beda ceritanya jika kita melihat dari sudut pandang jumlah voter turnout.
Pada pemilu 2014 (Presiden Jokowi terpilih), jumlah partisipasi pilpres mencapai 133.574.277 juta orang dan selisih 3.094.999 juta pemilih jika dibandingkan dengan pemilihan Presiden AS 2016.
Selanjutnya, mari kita maju menuju Pilpres 2019. Pada pesta demokrasi ke-4 Republik ini, jumlah kehadiran pemilih mencapai 154.257.601 juta orang dengan rincian pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin memperoleh 85.607.362 juta suara, sementara pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapatkan 68.650.239 juta suara.
Jumlah kehadiran pemilih pada Pilpres 2019 merupakan capaian yang sangat fenomenal dan jauh melebihi pilpres AS 2016 serta belum terkejar dari pilpres AS 2020 yang mencatat rekor tertinggi di negeri adidaya tersebut.
Foto: Pontas.id
Negara Demokrasi Presidensial Terbesar di Dunia
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dan perbandingan di atas, patut kita angkat topi dengan betapa pesatnya pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Hanya dengan menyelenggarakan pemilu sebanyak 4 kali, Indonesia telah melewati angka voter turnout AS, dan tren menunjukkan peningkat jumlah pemilih pada tiap pemilu di Indonesia.
Oleh sebab itu, tidak tepat rasanya bila Indonesia masih dianggap sebagai the 3rd largest democracy in the world setelah India dan AS, namun julukan yang paling tepat dan sesuai bagi Republik ini adalah the Largest Presidential Democracy in the World.
Selain layak mendapatkan gelar tersebut, Presiden Jokowi yang unggul 6.515.533 juta suara dari Presiden Terpilih AS Joe Biden, dapat dianggap sebagai Kepala Negara/Pemerintah yang memperoleh suara dukungan terbanyak di muka bumi ini.
ADVERTISEMENT
Selain sebutan negara demokrasi presidensial terbesar di dunia, Indonesia telah terlebih dahulu memperoleh gelar the largest muslim population in the world. Kedua gelar ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang anomali. Mengapa anomali? karena Indonesia berhasil mematahkan sinisme negara barat yang beranggapan demokrasi dan Islam tidak serasi atau kompatibel.
Mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Indonesia yang 22 tahun lalu mengalami krisis mulitidimensi dan berada di ambang Asia Balkanisasi (disintegrasi), saat ini telah berevolusi menjadi the largest presidential democracy in the world dan the largest muslim population in the world.
Kita harus bangga dengan pencapaian ini, karena di antara 193 negara di dunia, hanya Indonesia yang memiliki status hebat ini. Indonesia Maju!
ADVERTISEMENT