Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dilema Insentif Guru: Kesenjangan dan Profesionalisme
10 November 2024 15:03 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Irfan Ansori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Irfan Ansori, S.Sy*
*Guru MAN 2 Tasikmalaya
Pada rapat Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI (06/11) lalu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti menyebut kebijakan pendidikan yang akan segera direalisasikan adalah penambahan insentif bagi guru. Kebijakan insentif ini tidak lain merupakan tindak lanjut janji politik dari pemerintahan Prabowo-Gibran pada masa kampanye lalu, yakni penambahan penghasilan sebesar 2 (dua) juta bagi para guru.
ADVERTISEMENT
Janji politik terkait peningkatan kesejahteraan guru tentu patut diapresiasi. Guru sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran memiliki peran yang sangat krusial dalam mencetak generasi emas bangsa. Dengan memberikan insentif tambahan, diharapkan dapat meningkatkan motivasi kerja guru, memperbaiki kualitas pembelajaran, dan pada akhirnya meningkatkan mutu pendidikan.
Kesenjangan
Kebijakan pemberian insentif bagi guru selalu menjadi isu populis di beberapa negara, termasuk Indonesia. Namun, implementasi kebijakan nyatanya tidak selalu berjalan mulus. Pemberian insentif yang tidak merata justru berpotensi menimbulkan masalah baru, terutama terkait dengan kesenjangan sosial di antara para guru.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah meluncurkan berbagai program pemberian insentif bagi guru. Program-program ini menyasar guru-guru tertentu, seperti guru yang mengajar di daerah terpencil, guru yang memiliki sertifikasi, atau guru yang berprestasi. Meskipun tujuannya mulia, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Kriteria yang terlalu spesifik dan terbatas membuat tidak semua guru merasakan manfaatnya.
ADVERTISEMENT
Bagi guru yang beruntung mendapatkan insentif, kebijakan ini tentu menjadi angin segar. Peningkatan pendapatan dapat memperbaiki kesejahteraan mereka dan meningkatkan motivasi kerja. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan guru. Guru yang tidak mendapatkan insentif merasa diperlakukan tidak adil dan berpotensi demotivasi.
Perasaan tidak adil ini dapat berdampak negatif pada kinerja guru. Dalam teori keadilan, setiap individu cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain. Ketika merasa diperlakukan tidak adil, individu akan mengalami ketidakpuasan dan berusaha untuk memulihkan keadilan. Pada konteks pendidikan, ketidakpuasan ini dapat memanifestasikan diri dalam bentuk penurunan motivasi kerja, penurunan kualitas pembelajaran, bahkan konflik terbuka di antara sesama guru.
Guru-guru yang tidak mendapatkan insentif cenderung merasa kurang dihargai atas dedikasinya. Padahal kinerja mereka sama bahkan lebih baik dari guru yang mendapatkan insentif. Hal ini dapat memicu penurunan semangat dalam mengajar, sehingga tentu berdampak pada kualitas pembelajaran siswa.
ADVERTISEMENT
Demotivasi
Jika kesenjangan yang akan ditimbulkan dari kebijakan insentif ini dapat menjadi masalah baru, tentu dapat berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Guru yang demotivasi akan kesulitan memberikan pembelajaran yang efektif, sehingga berdampak pada prestasi siswa. Selain itu, konflik sosial di antara guru juga dapat mengganggu iklim sekolah dan menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif.
Perbandingan dengan kebijakan serupa di negara lain dapat memberikan perspektif yang lebih luas. Di beberapa negara yang dianggap maju dalam pendidikan, seperti Singapura, Finaldia, dan Korea Selatan ,kebijakan peningkatan kesejahteraan guru dilakukan secara bertahap dan mencakup semua guru. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesenjangan dan menjaga motivasi kerja guru.
Pemerintah dihadapkan pada dilema yang sulit. Di satu sisi, pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, di sisi lain, anggaran negara terbatas dan tidak memungkinkan untuk memberikan insentif kepada semua guru sekaligus.
ADVERTISEMENT
Evaluasi Berkala
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang lebih adil dan merata. Misalnya, dengan memberikan kenaikan gaji pokok bagi semua guru secara bertahap atau memberikan tunjangan kinerja yang berbasis pada prestasi. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap kebijakan yang ada untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut efektif dan berkeadilan.
Kesejahteraan guru adalah investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa. Pemerintah perlu memastikan bahwa semua guru mendapatkan perlakuan yang adil dan layak, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi terbaik bagi pendidikan Indonesia. Dengan demikian, tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat tercapai secara optimal. Kami tunggu kabar baiknya.