Konten dari Pengguna

Refleksi Pendidikan 2024

Irfan Ansori
Pengajar di MAN 2 Tasikmalaya
31 Desember 2024 9:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irfan Ansori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pribadi dan Canva
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pribadi dan Canva
ADVERTISEMENT
Oleh: Irfan Ansori, S.Sy
Guru MAN 2 Tasikmalaya
Tahun 2024 menjadi momen penting bagi dunia pendidikan Indonesia. Di tengah dinamika politik dan pergantian kepemimpinan, janji-janji pendidikan kembali menghiasi panggung kampanye. Pendidikan, seperti biasa, menjadi isu populis yang menarik perhatian. Janji yang terkadang tidak berujung pada realisasi karena ternyata tidak memiliki anggaran yang memadai.
ADVERTISEMENT
Pergantian pemerintahan hampir selalu diikuti oleh perubahan di Kementerian Pendidikan. Sejak reformasi, tidak ada Menteri Pendidikan yang menjabat dua periode. Hal ini sering kali membawa konsekuensi berupa pergantian kebijakan dan kurikulum yang terlalu cepat. Akibatnya, para pendidik dan siswa sering kali menjadi korban dari inkonsistensi kebijakan yang seharusnya dirancang untuk jangka panjang.
Di periode ini, ada harapan besar bahwa Kementerian Pendidikan bisa lebih fokus. Dengan tidak lagi menangani pendidikan tinggi dan kebudayaan, kementerian diharapkan dapat mencurahkan perhatian penuh pada pendidikan dasar dan menengah. Fokus pada peningkatan kualitas pengajaran, kesejahteraan guru, dan pembentukan karakter siswa harus menjadi prioritas utama.
Cermin Stratifikasi Sosial
Pendidikan di Indonesia merupakan cerminan kompleksitas sosial, ekonomi, dan politik negara ini. Stratifikasi sosial yang masih kental terlihat jelas dalam akses dan kualitas pendidikan. Anak-anak dari keluarga kaya cenderung memiliki akses yang lebih baik ke sekolah-sekolah berkualitas dengan fasilitas yang memadai, sementara anak-anak dari keluarga miskin seringkali terkendala oleh biaya pendidikan, jarak tempuh, dan kurangnya motivasi. Hal ini memperkuat kesenjangan sosial dan membatasi mobilitas sosial.
ADVERTISEMENT
Tayangan Clash of Champions hadir sebagai sebuah kontras menarik dalam lanskap pendidikan Indonesia. Di satu sisi, acara ini menyuguhkan potret generasi muda Tanah Air yang cerdas dan berprestasi, mampu bersaing di tingkat internasional. Peserta-peserta yang berasal berbagai Universitas Terbaik di Indonesia dan dunia menunjukkan bahwa potensi intelektual bangsa Indonesia sangatlah besar. Kemampuan mereka dalam memecahkan masalah kompleks dan berpikir kritis menjadi bukti nyata bahwa Indonesia memiliki modal manusia yang berkualitas.
Namun, di sisi lain, realitas pendidikan di Indonesia masih menyisakan sejumlah tantangan. Berbagai laporan dan survei menunjukkan bahwa masih banyak siswa, terutama di tingkat SMP, yang belum menguasai kemampuan menghitung. Sebagian tidak mampu mengidentifikasi negara di peta dunia, seperti menjadikan Garut sebagai sebuah negara di Eropa.
ADVERTISEMENT
Tentunya ini menjadi cerminan dari permasalahan yang lebih dalam dalam sistem pendidikan kita. Begitu kontrasnya antara prestasi cemerlang para peserta Clash of Champions dengan siswa lain dapat ditelusuri setidaknya karena keduanya berasal dari strata ekonomi yang tidak sama. Oleh arenanya kita perlu menggarisbawahi pentingnya upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di semua tingkatan.
Proses Pencerahan
Pendidikan, sebagaimana yang telah dipahami secara universal, adalah proses pencerahan manusia. Di balik hiruk pikuk debat tentang kurikulum, metode pembelajaran, dan infrastruktur sekolah, terdapat pertanyaan filosofis mendasar: Apakah pendidikan di Indonesia telah berhasil membentuk manusia Indonesia yang berkarakter, berdaya saing, dan memiliki kepedulian sosial?
Pendidikan sejatinya bukan hanya sekadar transfer pengetahuan, melainkan juga pembentukan karakter dan nilai-nilai. Pendidikan idealnya mampu menumbuhkan kesadaran diri, mengembangkan potensi individu, serta menanamkan rasa cinta terhadap tanah air. Namun, dalam praktiknya, sistem pendidikan di Indonesia seringkali terjebak dalam paradoks. Di satu sisi, kita memiliki cita-cita luhur untuk mencetak generasi emas, namun di sisi lain, kita juga dihadapkan pada berbagai tantangan seperti kesenjangan pendidikan, kualitas guru yang beragam, dan relevansi kurikulum dengan kebutuhan zaman.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pendidikan di Indonesia juga seringkali dianggap terlalu formal dan kurang memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya. Padahal, setiap individu memiliki potensi yang unik dan perlu diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya.Selain itu, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan minat dan bakat juga menjadi masalah. Kurikulum yang terlalu terpusat pada ujian seringkali mengabaikan pentingnya pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Akibatnya, minat belajar siswa menurun dan motivasi intrinsik mereka tergerus.
Perkembangan Psikologis
Lingkungan sosial sekolah memainkan peran yang sangat signifikan dalam perkembangan psikologis siswa. Interaksi antar siswa, baik yang positif maupun negatif, dapat membentuk karakter dan kepribadian mereka. Sayangnya, masih banyak kasus bullying, diskriminasi, dan perundungan yang terjadi di sekolah-sekolah Indonesia. Peristiwa-peristiwa menyakitkan ini tidak hanya menimbulkan trauma psikologis pada korban, tetapi juga menghambat proses pembelajaran mereka. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan sekolah yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan menjadi salah satu tantangan utama dalam dunia Pendidikan.
ADVERTISEMENT
Guru, sebagai sosok yang paling dekat dengan siswa di lingkungan sekolah, memiliki peran krusial dalam membentuk perkembangan psikologis siswa. Kepekaan sosial dan empati yang tinggi memungkinkan guru untuk mengenali tanda-tanda awal masalah psikologis pada siswa dan memberikan dukungan yang diperlukan. Selain itu, guru yang kreatif dan inovatif dapat merancang pembelajaran yang menyenangkan dan menantang, sehingga siswa merasa termotivasi untuk belajar. Dengan demikian, guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai konselor dan motivator bagi siswa.
Sejarah pendidikan Indonesia mencatat berbagai upaya reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, banyak di antara program-program tersebut yang tidak berkelanjutan akibat pergantian kepemimpinan. Ketidakstabilan kebijakan pendidikan seringkali menghambat upaya untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan. Kondisi ini tentu saja berdampak pada kualitas pembelajaran dan kesejahteraan siswa.:
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi berbagai tantangan dalam dunia pendidikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kesejahteraan guru. Guru adalah ujung tombak dalam proses pembelajaran. Dengan memberikan perhatian yang cukup pada kesejahteraan guru, seperti peningkatan kesejahteraan materi dan pengembangan profesional, maka guru akan merasa lebih termotivasi untuk memberikan yang terbaik bagi siswa. Guru yang sejahtera akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang positif dan kondusif bagi tumbuh kembang siswa.
Dengan demikian Kolaborasi antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan pendidikan. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas sekolah semata. Dalam konteks global, pendidikan Indonesia harus mampu bersaing di tingkat internasional. Penguasaan bahasa asing, keterampilan teknologi, dan kemampuan berpikir kritis harus menjadi bagian integral dari kurikulum.
ADVERTISEMENT
Refleksi pendidikan di tahun 2024 seharusnya tidak berhenti pada diskusi semata. Kita membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak untuk tidak menjadikan pendidikan sekadar jargon politik. Dengan komitmen dan kesadaran bersama, pendidikan di Indonesia dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk membangun masyarakat yang maju, sejahtera, dan berdaya saing tinggi.