Konten dari Pengguna

Membangun Perusahaan Multinasional: Negara Selatan Menantang Ekonomi Utara

Mochamad Irfan Dary
Senior Product Manager // Master's student at Master of Arts in Digital Transformation and Competitiveness, Gadjah Mada University
30 Oktober 2024 13:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mochamad Irfan Dary tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan PMN Kawasan Selatan
Selepas era kolonial dimana peradaban dunia seolah terbagi yaitu utara dan selatan, corak interaksi ekonomi diantara keduanya jadi menarik untuk diperbincangkan. Negara bekas jajahan kolonial memulai ekonominya dari minus dan merangkak untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Tapi sejak awal abad ke-21, terjadi fenomena yang layak jadi bahan analisis ketika terjadi peningkatan arus modal yang signifikan dari negara berkembang ke negara maju. Hal ini jadi menarik karena pada dekade-dekade sebelumnya, negara kawasan selatan hanya menjadi pengimpor kapital tapi bisa berkembang menjadi negara pengekspor kapital.
ADVERTISEMENT
Perubahan ini mulai terlihat pada akhir abad ke-20, ketika banyak perusahaan dari negara-negara berkembang, yang dikenal sebagai perusahaan multinasional (PMN), mulai bangkit. Mereka tidak hanya tumbuh di dalam negeri tetapi juga berkembang ke pasar global. Ini sangat menarik karena pada dasarnya, kapitalisme modern telah lama dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar dari negara maju. Namun, negara-negara selatan kini turut berperan aktif, dengan PMN mereka yang bersaing di pasar global.
Macan-macan Asia yang terbangun
Pada awal abad ke-20, cerita mengenai ekonomi Asia menjadi tajuk perbincangan paling hangat banyak kalangan. Menurut Athurokala, seorang peneliti dari Australian National University, dengan reformasi kebijakan berorientasi pasar di seluruh Asia dan menyusul kebangkitan Cina dan India yang luar biasa dari keterpurukan ekonomi, abad ke-21 telah diberi label sebagai “Asian Century” atau Abadnya Asia. Keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong dan Singapura sebagai Macan Asia tak lepas dari perubahan strategi industrialisasi yang tadinya fokus untuk mengganti barang impor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri, beralih jadi berorientasi ekspor. Strategi ini didukung oleh situasi di negara-negara maju yang mengurangi hambatan perdagangan. Selain itu sebagai negara industri baru, negara-negara ini memiliki iklim produksi yang baik dengan tenaga kerja yang relatif murah, kebijakan perlindungan lingkungan hidup yang tidak ketat, serikat buruh yang moderat dan undang-undang perburuhan yang tidak ketat.
ADVERTISEMENT
Negara-negara ini sangat menekankan pendidikan sebagai kunci pembangunan ekonomi jangka panjang. Pemerintah berinvestasi besar-besaran dalam pendidikan dasar dan menengah, serta dalam pengembangan pendidikan tinggi yang berfokus pada teknologi dan sains. Ini penting untuk menciptakan tenaga kerja terampil yang dapat mendukung industrialisasi dan ekspor barang-barang bernilai tambah. Korea Selatan dan Taiwan misalnya, menekankan teknologi dan riset dalam pendidikan mereka, yang kemudian mendukung lahirnya industri teknologi tinggi seperti elektronik dan semikonduktor. Sementara Singapura berfokus pada pembangunan tenaga kerja yang sangat terampil dan berpendidikan dengan memanfaatkan perguruan tinggi elit serta pusat riset teknologi.
Upaya peningkatan kapasitas produksi dan distribusi yang dilakukan oleh PMN di kawasan selatan membuat mereka menguasai pasar global. Bahkan dalam banyak kasus justru mengakuisisi perusahaan kawasan utara dengan reputasi tinggi. Tata Motors dari India misalnya saat ini adalah produsen truk terbesar nomor 4 dan produsen bus terbesar nomer 2 di dunia (Francis, n.d.). Mereka mengambil alih Jaguar dan Land Rover dari Ford pada tahun 2008 dengan nilai sekitar $2,3 miliar. Langkah ini merupakan bagian dari strategi Tata Motors untuk memperluas jangkauan globalnya dan memperkuat posisinya di pasar mobil mewah. Akuisisi ini memberikan Tata akses ke merek global yang sudah terkenal serta keahlian dan teknologi yang lebih maju, yang memperkuat daya saingnya di pasar internasional. Akuisisi ini dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar Tata Motors, menjadikannya pemain penting dalam industri mobil mewah dunia.
Truk Tata Motors, penguasa pasar kendaraan niaga India. Sumber: Unsplash.com
Sejak akuisisinya, Tata Motors membukukan peningkatan laba pada kuartal kedua tahun fiskal 2023. Dilansir dari Reuters, pendapatan Tata Motors secara keseluruhan melonjak 32,1 persen menjadi 1,05 triliun rupee yang sebagian besar didorong oleh kenaikan penjualan ritel Jaguar Land Rover sebesar 21 persen.
ADVERTISEMENT
Tantangan sebagai late comer
Seperti yang sudah diuraikan diatas, PMN dari kawasan selatan adalah pemain baru yang kemudian menjelma menjadi kekuatan besar di dunia, atau setidaknya bisa bersaing secara setara dengan PMN dari kawasan utara. Sebelumnya, istilah PMN sering diartikan sebagai perusahaan AS yang sedang melakukan ekspansi, kini PMN adalah medan pertempuran bisnis yang setara. Tapi sebagai pemain baru, tentu PMN dari kawasan selatan menghadapi tantangan yang berbeda dibandingkan PMN-PMN yang sudah lebih dulu terbentuk dan menguasai rantai pasok.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah masalah reputasi dan kepercayaan di pasar global. Merek dari negara maju biasanya dianggap lebih andal, berkualitas tinggi, dan lebih aman dibandingkan produk-produk dari negara berkembang. Tata Group, misalnya, harus bekerja keras untuk membangun reputasi global yang baik ketika mengakuisisi perusahaan besar di luar negeri, seperti Jaguar Land Rover dari Inggris. Pasca akuisisi pun masih ada keraguan, apakah dengan akuisisi ini reputasi Tata jadi meningkat, ataukah reputasi Land Rover dan Jaguar yang tercoreng. Tapi isu reputasi ini bisa ditangani dengan menguatkan aliansi dan kerjasama strategis dengan pemain-pemain lama yang memiliki reputasi baik.
ADVERTISEMENT
Contoh lain dari masalah reputasi ini adalah bagaimana Haier dari Tiongkok memulai bisnisnya dan menjadi salah satu raksasa global di industri elektronik dan peralatan rumah tangga. Salah satu tantangan utama yang dihadapi Haier ketika mulai ekspansi global adalah persepsi negatif konsumen terhadap produk-produk asal Tiongkok. Pada awal ekspansinya, banyak konsumen di pasar global memandang produk dari Tiongkok sebagai barang yang murah dan kurang berkualitas. Haier kemudian mendirikan pabrik di berbagai negara, termasuk di Asia, Afrika, dan Eropa, serta mengakuisisi perusahaan lokal untuk memperkuat posisinya di pasar internasional. Sebagai contoh, pada tahun 2001, Haier mengakuisisi perusahaan kulkas asal Italia, Meneghetti, untuk memperluas jangkauannya di pasar Eropa. Haier juga membentuk joint venture dengan perusahaan Jerman, OBI, yang memperluas distribusi produk-produk mereka di Tiongkok dan Eropa (How Haier Is Shattering the Status Quo, 2021).
ADVERTISEMENT